Manusia, adalah binatang yang berakal
-Unsur~Bab Dua Puluh Empat-
"Kak Rei, makasih banyak ya," ujar Dita sembari melempar senyum saat hendak keluar dari mobil Reinan.
"Sama-sama Dita," jawab Reinan sembari membuka kunci pintu mobil.
Hari ini ada banyak hal yang harus Dita urus di kantor Vincent. Dia jelas kesal tapi mau tidak mau, dirinya harus mau. Beruntung ada Reinan yang sedari pagi mau membantunya bahkan sampai mengantarnya menuju rumah sakit.
Ngomong-ngomong, hasil pengumuman snmptn tiga hari lalu menyatakan Dita diterima di tiga dari lima universitas yang ia daftari. Tapi karena ia sedang kalut, itu jadi bukan hal besar baginya. Dita belum menjatuhkan pilihan akan lanjut ke mana.
"Salam buat Ares ya, tenang aja dia pasti sembuh."
Dita mengangguk sambil menerbitkan senyum, "Aamiin, makasih lagi ya Kak, Kakak baik banget hari ini."
"Iya sama-sama lagi, nanti gue jengukin Ares kalo ada waktu, sekarang gue pulang dulu ya."
Kemudian mobil Reinan meninggalkan areal rumah sakit. Meninggalkan Dita yang melangkah masuk dengan gontai. Sesekali ia melempar senyum ramah kepada orang-orang yang berpapasan dengannya.
Keningnya berkerut saat dilihatnya ada orang keluar dari ruang rawat Ares. Itu Farhan, yang lantas menyapa Dita dengan santai setelah menutup pintu. Dalam hati Dita was-was mengingat Farhan dan Ares sebelumnya tidak memiliki hubungan yang baik.
"Hai Dit, long time no see."
Dita mengangguk singkat, "Ngapain kamu ke sini? Kamu enggak ngelakuin yang aneh-aneh kan?"
"Allahu akbar jelek banget lo mikirnya, gue cuma nengokin anaknya Tante Silvia bentar kok, lagian yang anterin dia ke rumah sakit ini pas kejadian tuh gue, ya gue kepo lah ni anak masih napas apa enggak."
"Kamu yang anterin dia? Maksudnya?"
"Bukannya gue mau pamer perbuatan baik nih ya, tapi waktu kejadian itu, gue lagi mampir ngambil titipan Mama di Tante Silvia, terus tiba-tiba beliau minta tolong anter ke rs, sumpah sih gue tremor banget waktu itu, Ares udah kaya mau mati."
"Hus jangan gitu ngomongnya!" omel Dita mendengar kalimat terakhir Farhan. Farhan terkekeh, lantas meminta maaf.
"Ngomong-ngomong gue mau pamer nih gue udah move on dari lo, gue udah punya pacar."
Dita tersenyum lebar mendengar kabar tersebut, turut gembira. Entah karena tidak akan ada lagi yang mengganggunya tidak jelas. Karena Ares tidak lagi memiliki saingan berarti. Atau karena dia memang murni senang sebab Farhan telah menemukan kebahagiaannya.
"Sorry ya gue dulu freak banget ganggu-gangguin lo, anggep aja gue dulu iseng."
"Ahaha iya dimaafin, baik-baik ya sama pacarnya."
"Oke, gue balik dulu, bilangin gws buat Ares kalo dia udah melek ya."
Farhan melangkah ke arah berlawanan setelah selesai berpamitan. Dita merasa seperti mendapat sedikit udara segar karena akhirnya dapat tersenyum setelah berhari-hari mendung. Ia lantas masuk ke dalam ruang rawat Ares.
Seharian ini adalah hari yang amat melelahkan baginya. Sepanjang hari ia sudah beradu mulut dengan ayah maupun karyawan-karyawannya. Ia tidak mau menambah lelah dengan pulang ke rumah. Dita bakal menginap di kamar Ares untuk satu malam.
Tidak sendiri, ia akan menemani Silvia. Berhubung perempuan paruh baya tersebut sedang pulang ke rumah sebentar untuk mengambil beberapa keperluan. Sekarang ia punya sedikit waktu untuk bercerita tentang hari ini bersama Ares.
Sudah sepuluh hari Ares tertidur. Tidak ada perkembangan selain perban pada wajahnya yang dilepas, luka-lukanya mengering. Karena trauma benda tumpul maupun tajam serta gaya hidup tidak sehat ia jalani tidak hanya sehari melainkan bertahun-tahun. Dita setiap hari harus dihantui kata-kata dokter tentang presentase kemungkinan Ares bisa pulih yang sangat rendah.
"Halo Ares, aku dateng lagi."
"Bangun kek ih, masa ga seneng didatengin sama aku?"
***
Pukul tiga lima belas dini hari, Dita baru saja selesai mengerjakan sholat malam. Ibadah yang rutin ia lakukan semenjak sering begadang pada masa-masa ujian, dan kini ia sudah hampir terbiasa. Selepas melipat mukenah, ia memutuskan untuk mengecek ponsel sebentar sembari rebahan di sofa.
Matanya mendadak awas saat didengarnya suara pintu berderit. Silvia sedang tidak ada di kamar. Jadi ia sedikit takut karena ia sendirian jika ada apa-apa.
Ketakutannya semakin memuncak ketika ia melihat sosok Adi di tengah cahaya yang remang-remang. Tapi karena ia tertutup selimut, Adi sepertinya tidak menyadari eksistensinya. Dalam diam Dita menyalakan kameranya, merekam untuk berjaga-jaga jika Adi melakukan hal buruk lagi, ia akan ada bukti.
"Kamu memang anaknya Lia."
"Aneh memang, tapi saya suka liat senyum kamu, itu sama kayak punya Lia."
Suara Adi terdengar serak, seperti menahan tangis. Dita dapat melihat bahu kekar ayah Ares tersebut juga bergetar. Ada penyesalan yang amat dalam dapat ia dengar dari pernyatannya.
"Dalam mitologi Yunani, Ares itu Dewa Perang."
"Tapi saya ga seharusnya bikin kamu berperang melawan keegoisan saya setiap hari."
Sedetik kemudian dilihatnya laki-laki dewasa tersebut mulai menangis. Terdengar memilukan, siapa pun yang mendengarnya pasti akan bertanya-tanya apa yang sudah menyakiti si pemilik tangisan. Termasuk Dita, yang tidak mengerti akan berapa kali lagi keluarga penuh problematika ini akan membuatnya merasakan sesak dalam hati.
"Prasetya adalah sumpah."
"Kamu adalah sumpah kepada Lia yang saya buat dan saya langgar sendiri."
Adi menyentuh tangan Ares yang ditusuk jarum infus. Turut merasakan perih tatkala meraba luka-luka yang dirinya timbulkan. Tanpa sadar, dari tempatnya, Dita ikut meneteskan air mata.
"Karena Ayah juga cuma punya gue Dit."
Sejahat apa pun, Adi tetaplah manusia. Se-benci apa pun Adi terhadap Ares, ia tetaplah ayah kandung dari anak itu. Darahnya mengalir dalam tubuh ringkihnya. Meski tak pernah ditunjukkan, Adi masih memiliki rasa sayang untuk Ares.
"Terima kasih sudah melawan, walau hanya sekali, harusnya kamu ngelawan dari dulu," ujar Adi lantas berdiri sembari mengusap air matanya.
"Selamat ulang tahun Ares, doa buat kamu, biar Ayah dan Tuhan aja yang tau."
Kemudian Adi mengusak rambut Ares pelan. Dita harus menahan napasnya agar isakannya tidak terdengar. Andai Ares bisa bangun dan mendengar sendiri bagaimana permintaannya dikabulkan Tuhan.
"Jangan mati, Ayah belum siap kehilangan lagi."
Haloo aku update lagiii
Waktu dan tempat disilahkan buat kalian yang mau menyampaikan kata-kata mutiara buat Om Adi.
Terima kasih udah nyempetin baca cerita ini yaaa
Salam, Ge
-🔔Malang, 28 September 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Unsur
Teen Fiction[3RD BOOK OF CHANCE SERIES UNIVERSE] ok.si.gen /oksigèn/ (n) gas yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau, merupakan komponen dari kerak bumi; zat asam; unsur dengan nomor atom 8, berlambang O, dan bobot atom 15,9994〈O2〉 hid.ro.gen /hidro...