Rasa 10 - Bonyok Penggila Harta

162 16 1
                                    

Chapter sebelumnya:

Toh orang tua mereka tak pernah pulang ke rumah, hal itu tentu saja menghilangkan fakta bahwa orang tua mereka masih ada.
-:-
====================

PENYATU RASA - BONYOK PENGGILA HARTA

Hari dimana kedua orang tua Sasya mengajak mereka makan malam, Danendra juga telah membuat janji yang sama.

Pria itu dengan gentle mendatangi rumah Sasya, memakai jaket khas anak motor dengan kacamata hitam bertengger di hidungnya.

"Lo mau jadi orang gila lagi hah?" tanya Ramdan yang langsung mendamprat Danendra.

"Udah keren gini masa gue mau jadi orgil lagi, ya engga lah bego!" sahut Danendra dengan tampang songongnya.

"Trus lo mau ngapain ke rumah gue? Ketemu Sasya?" cecar Ramdan posesif.

Tepat setelah mengatakan itu, Sasya datang memakai jeans ketat dengan atasan sweater marun. Menjadikan kesan imut dalam diri Sasya, terlihat sedikit lebih dewasa.

"Ngapain lo dandan gitu hah?" tegur Ramdan.

"Aku... Aku mau pergi sama dia kak," gagap Sasya.

"Lo ngga bilang ke abang lo kalo kita mau jalan?" tanya Danendra memancing sumber pertikaian.

"Sya? Bener kata dia? Emang lo yakin mau jalan sama dia? Good looking doang tapi uteknya bobrok buat apa?" sindir Ramdan.

Yang disindir tak terima, tapi Danendra masih menahan amarahnya.

"Gue sebagai Kakak lo ngga ngijinin kalian jalan, titik."

Raut wajah Sasya berubah cemas, andai Ramdan tahu kalau sebenernya ia sendiri juga ogah. Gara-gara ancaman Danendra yang membuatnya terpaksa mengiyakan permintaannya.

"Kak, jangan gitu. Dia sebenernya baik kok, bolehin ya Kak pliss...," rajuk Sasya pada Ramdan yang buang muka.

"Bentaran doang kok Kak ngga lama-lama, yakan?" rayu Sasya dengan isyarat agar Danendra ikut mengambil hati kakaknya.

"Bentar doang, ngga bakal gue apa-apain tenang aja. Paling cuma peluk doang mungkin?" sambung Danendra yang dihadiahi pelototan keduanya.

"Tuh Sya, Kakak ngga yakin deh ngebiarin kalian jalan," lontar Ramdan gemas, ia melipat tangannya di depan dada.

"Lagian mau kemana coba? Jam segini itu udah waktunya buat tidur, cepet masuk kamar sono," perintah Ramdan.

Sasya memasang tampang cemberut, dengan bibir manyun ke depan.

"Yaelah baru jam segini, jam delapan loh ini," tukas Danendra kaget saat menilik jam tangannya baru menunjukkan angka delapan.

"Dia siapa? Adek gue, ya terserah gue lah!" kilah Ramdan masih bersikukuh tidak mengizinkan mereka jalan.

"Bebal banget sih lo jadi Kakak, amit-amit dah. Tau bakal gini, mending gue diem-diem aja ngajak Sasya jalan hem," gumam Danendra yang jelas masih terdengar di telinga Ramdan.

"Wah wah, emang ciri-ciri cowok ngga bener ini mah," cibir Ramdan.

"Apa!" bentak Danendra yang tak terima disebut cowok ngga bener.

"Udah-udah ih, malah berantem," lerai Sasya yang tak membuahkan hasil apa-apa.

Danendra dan Ramdan saling bertatapan sengit, seolah berperang dengan bahasa hati.

Saat sedang beradu tatap, ada dua orang yang nyelonong masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu. Alhasil mereka semua kepergok alias tertangkap basah.

"Kak, udahan marahnya itu ada Mami sama Papi," lirih Sasya pada Ramdan yang masih bersungut-sungut.

Ramdan masih saja tak bergeming, "Kak Ramdan! Mami sama Papi," bisik Sasya sekali lagi.

"BAHTIAR RAMDAN SAPUTRA! APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN!" teriak Papih mereka dengan suara menggelegar bak menggunakan toa masjid.

"Tuh kan!" ujar Sasya yang sudah menebak akan terjadi perang dunia tiga.

Ramdan yang terkesiap, menoleh ke Sasya seolah bilang; "Kenapa ngga ngasih tau ada Mami sama Papi?"

Sasya yang paham hanya menggerutu, "yee, tadi juga udah tek kasih tau! Kakak aja yang budek, pura-pura ngga denger."

"Kalian udah pada gede, hobinya tetep aja berantem," tegur Mami mereka dengan nada sok keibuan.

"Ngomong-ngomong di depan ada mobil siapa?" tanya Papinya yang langsung mendapat tatapan tajam dari kakak beradik yang saling sikut.

"Itu mobil aku Om, Tante," jawab Danendra.

"Kamu temennya Ramdan atau pacarnya Sasya?" tanya Mami mereka dengan tampang sedikit tertarik.

"Aku pacarnya Sasya, Om Tante," jawab Danendra dengan modus menyalami mereka.

"Wah kamu keliatan anak baik deh, papa kamu kerja apa?" lanjut Mamihnya Sasya penasaran.

"Iya dong Tante, papa aku cuma punya bisnis kecil-kecilan kok Tante," tutur Danendra yang diketahui Ramdan hanya merendah untuk meroket.

"Alah ngga mungkin bisnis kecil-kecilan tapi punya mobil mewah, punya berapa cabang emangnya?"

"Ngga banyak kok, paling cuma lima puluh cabang doang," jawab Danendra dengan senyum penuh arti.

Ramdan berdecak dalam hati, "Tuh kan! Dasar orang sombong yang pura-pura rendah hati!"

"Cuma kamu bilang? Wah Sasya beruntung sekali ya punya pacar anaknya pengusaha, udah pasti Mami restuin hubungan kalian deh," bual Maminya Sasya dengan nada dibuat-buat.

"Siapa nama ayah kamu?" tanya Papihnya Sasya ikut penasaran.

"ARDANA DWI CAKRA, Om. Apa Om kenal?"

"Ardana? Sepertinya Om kenal deh. Oh iya dia kan pengusaha terkaya di kota ini, kalau mau buat janji aja harus tiga bulan sebelumnya. Eh kapan-kapan boleh ya ajak kami makan malam, siapa nama kamu tadi?" cerocos papinya Sasya yang seperti mendapat emas di hadapannya.

"Danendra, Om. Iya kapan-kapan aku bilangin ke papi." jawab pria itu dengan senyum miring.

"Btw Om, niat aku kesini sebenernya mau ngajak Sasya keluar Om. Tapi ngga dibolehin sama abangnya, jadi tadi kami sempet cekcok Om." celetuk Danendra melirik Ramdan melalui ekor matanya.

Ramdan yang sedari tadi hanya diam, kini menampakkan raut jengkelnya.

"Papi percaya sama nih orang Pih? Dia itu orang ngga bener, di kampus aja dia suka ngebully anak orang loh. Ramdan takut Sasya dirusak sama dia pih, jadi Ram-" kalimatnya dipotong oleh papihnya.

"Ngga usah jelek-jelekin dia! Kamu kuliah aja yang bener, kalau tahun ini nilai kamu turun lagi Papi cabut fasilitas yang Papi kasih!" bentak Papi Sasya.

"Pih jangan ngomong kasar ke Kakak dong! Dia kan anak Papi, Kakak aku, ya wajarlah dia larang aku jalan," bela Sasya yang tak terima Kakaknya dihina di depan Danendra .

"Terus belain Kakak kamu yang ngga guna ini, untung kamu bisa dapetin pria tajir kayak Danendra. Mau jadi apa kamu nanti kalo pacaran sama kaum rendahan?" tegur mamihnya dengan membandingkan Alan dan Danendra.

"Mamih! Alan bukan kaum rendahan seperti itu!"

"Udah Tan, ngga apa-apa kok. Jadi boleh ya, aku ajak Sasya keluar," lerai Danendra yang tak kuat melihat keluarga ini hancur gara-gara dirinya.

"Eh iya ganteng, boleh dong. Sana ngga apa-apa kok, kalo kamu mau ngapa-ngapain Sasya juga ngga apa-apa. Tante malahan seneng," ujar Maminya dengan tak berperasaan.

"Mamih kok ngomongnya gitu sih!" teriak Sasya tak percaya.

"Biarin, Mami setuju banget kok kalo kalian nikah muda."

=======================
In My Imagination
30 Mei 2021, 15.00
-;-
=======================
Siapa yang punya bonyok model gini?
Komen yah, makasih udah mampir:*

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang