Rasa 38 - Perwakilan Dari Univ

147 12 1
                                    

PENYATU RASA
_____________________

Sabtu dan Minggu adalah hari yang Sasya tunggu-tunggu. Karena sekolah libur, dia jadi leluasa menjaga Ramdan.

Hari ini juga Sasya mendapat kabar jika pihak universitas Ramdan akan datang menjenguk.

Sasya menunggu disana seorang diri, walaupun sedikit gugup, siapa lagi yang akan menemui mereka?

BRAK!

Pintu ruangan terbuka lebar, Sasya tertegun dengan kedatangannya.

"Mami! Akhirnya Mami dateng juga!" exited Sasya.

"Mami cuma sebentar doang. Dosen sialan! Kenapa uang donasinya ngga di transfer aja sih!" maki Tasya lalu berjalan cepat dan  menjatuhkan tubuhnya di atas Sofa.

Sasya yang masih duduk di samping bankar terhenyak, niat Maminya kesini bukan murni menjenguk anaknya. Melainkan, uang— sumbangan.

"Mami ngga mau liat kondisi Kakak, Mi? Perkembangannya mulai membaik loh Mi. Sini Mih, Kak Ramdan kangen Mami," bujuk Sasya agar Tasya mendekat ke pembaringan Ramdan.

"Mami capek, mau tidur. Beliin Mami makanan sana," perintah Tasya lalu melempar uang pecahan seratus ribu ke arah Sasya.

Gadis itu menurut, tak mengapa jika kelakuan Maminya seperti ini. Kedatangannya kesini saja, sudah Sasya syukuri sekali.

"Mami mau makan apa?" tanya Sasya sopan.

"Apa aja, yang penting makanan." jawab Tasya sekenanya. Wanita paruh baya itu merebahkan tubuhnya di sofa panjang, memunggungi keberadaan Sasya.

"Iya, Mi..."

••••

Sasya berjalan ke kantin rumah sakit, letaknya di lantai paling bawah. Jujur, Sasya sangat kesal sekali. Maminya begitu terobsesi dengan uang, namun harus bagaimana lagi? Tasya adalah Maminya.

Sebelum memasuki area kantin, Sasya berpapasan dengan segerombol orang yang mencuri perhatiannya. Dua orang yang berjalan paling belakang, memakai almamater sama seperti kepunyaan Ramdan.

"Jangan-jangan, mereka mau jenguk Kakak gue," monolog Sasya. Lantas dia buru-buru membeli makanan untuk Maminya.

"Berapa totalnya Pak?" tanya Sasya pada penjaga kasir.

"Delapan puluh ribu Mbak," jawabnya.

"Ini Pak uangnya, makasih ya. Ambil aja kembaliannya Pak," ujar Sasya, lalu mengambil plastik berisi makanan itu dengan cepat.

"Wah, makasih banyak ya Mbak," ucap Bapak itu.

Sasya hanya mengangguk, lalu pergi meninggalkan kantin Rumah Sakit.

••••

Ceklek.

Sasya membuka pintu dengan perlahan, dia mendapati Maminya tengah menangis sesenggukan sambil memeluk Ramdan.

"Mami?" ucap Sasya, Maminya langsung berdiri dan menghampiri Sasya.

"Sabar ya nak, pasti Kakak kamu cepet bangun," bisik Tasya mendramatisir keadaan.

Pihak universitas turut sedih melihatnya, mereka sangat bersimpati atas kecelakaan yang menimpa Ramdan.

"Ibu, bisa bicara sebentar?" celetuk salah satu dosen yang rambut kepalanya sudah botak separuh, Tasya mengangguk lalu mengajak mereka untuk duduk di sofa.

Sementara Sasya masih diam mematung atas kelakuan Maminya. "Dek, kamu yang sabar ya," ucap salah seorang mahasiswi yang matanya sembab. Merah sekali.

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang