Rasa 49 - Newbe

74 6 0
                                    

"Halo bu, bisa tanyain ke bapak ngga? Ini ada anak ngaku-ngaku keponakannya Malik. Katanya Malik punya anak kandung umur dua puluh tahun, terus dia bilang ayahnya, anak pertama di keluarga besar." ucap istri Malik, menelepon seseorang.

Sasya duduk dengan gelisah, wanita yang disapa Tante oleh Sasya terlihat putus asa. Padahal sebelumnya dia nampak sangat bahagia.

"Maaf tante Tirta, saya ngga tahu apa-apa soal keluarga besar." celetuk Sasya.

"Kuncinya ada di Bapak, beliau lagi kesini. Katanya dia juga penasaran sama kamu, sama ayah kamu."

••••

Hingga malam mulai menjelang, Malik tak kunjung pulang. Padahal keluarga besar sudah mulai berdatangan, ribut-ribut mulai terdengar.

'Danendra lo kemana sih? Gue kan udah bilang temenin gue.' batin Sasya yang mulai gelisah saat pintu rumah diketuk nyaring.

"Silahkan masuk, Tuan, Nyonya." sambut bibi pembantu rumah ini.

"Sasya, saya tinggal sebentar ya."

"Iya, Tante..."

Keluarga besar yang dimaksud adalah keluarga BACHTIAR. Bachtiar sendiri adalah Kakek Sasya, dia seorang dokter spesialis saraf. Lalu menikah dengan Miranda, dokter kandungan.

Dari pasangan ini lahirlah, Anas anak pertama. Firda anak kedua, dan yang terakhir adalah Malik.

Firda mengikuti jejak ibunya, menjadi dokter spesialis kandungan. Lalu Malik menjadi psikiater, bahkan dia mempunyai rumah sakit jiwa atas namanya.

Hanya Anas, yang memilih jalur berbeda, dia memilih bisnis sebagai pelariannya.

"APA BENAR KAMU CUCUKU, NAK?" suara yang mengagetkan Sasya ternyata milik Bachtiar, kakek Sasya.

Sasya berdiri dari duduknya, belum sempat menjawab saat tiba-tiba Miranda merengkuh tubuh Sasya.

"Cucuku cantik sekali, udah gede aja sekarang kamu Nak. Ini nenek, ini nenekmu Nak..." ujar wanita yang rambutnya sudah memutih itu dengan air mata yang mengalir deras.

Sasya yang masih syok, hanya diam kebingungan. Setahunya, dia sudah tidak memiliki kerabat. Namun di hadapannya ini, ada banyak orang yang mengaku sebagai keluarganya.

"Miranda, sudah cukup." sela Bachtiar agar Miranda melepaskan pelukannya.

"Tapi Pah, ini cucu kita loh. Anas masih hidup, ini bukti kalo Tasya ngga mandul." ucapan Miranda membuat Sasya melongo.

"Jangan bahas itu lagi, semua sudah berlalu," potong Bachtiar. Mungkin dia malu karena sudah memfitnah Tasya kala itu.

"Cucuku, maafin nenek ya. Gara-gara nenek keluarga kita jadi hancur, kalau aja dulu nenek ngga kolot. Mungkin kamu dan orang tua kamu ngga bakal ngerasain hidup sebatang kara."

Sasya tersenyum, Miranda menuntun Sasya untuk duduk di sofa. Tangannya selalu menggenggam jemari Sasya.

"Apa kabar Papa kamu, Nak? Nenek pengin banget ketemu sama dia. Sudah dua puluh tahun dia ninggalin rumah, nenek selalu menunggu kedatangan Anas untuk pulang. Tapi sampai sekarang, Nenek belum pernah mendengar kabarnya lagi."

"Ibu kamu juga nak, nenek sangat bersalah karena sudah menuduhnya mandul. Padahal engga, buktinya kamu ada disini." Miranda mengelus rambut Sasya.

"Sebenarnya, Nek. Kedatangan Sasya kemari mau jemput Om Malik." ucap Sasya setelah Miranda puas berceloteh.

"Kamu tahu Malik dari siapa?" ujar Bachtiar yang sedari tadi mengawasi Sasya.

"Om Malik kalau ngga lagi dinas suka mampir ke rumah kok, dari Sasya kecil."

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang