Namun, Ketimbang
menerka-nerka tanpa arah.
Kita lebih memilih berpisah—
dengan alasan patah.—Melianawldr—
____________________Sasya menatap Ramdan dengan lemas, peralatan yang menempel pada tubuh kakaknya adalah bukti seberapa parah luka yang harus dideritanya.
Perban disekujur tubuh Ramdan menyurutkan semangat Sasya.
"Kakak, gue udah dateng. Kakak bangun ya..." lirih Sasya sembari menatap Ramdan yang masih setia terpejam.
Bibirnya pucat, tangannya terasa dingin saat Sasya berusaha menggenggamnya. Sasya diam seribu bahasa, rasa sesal terus menggerogotinya.
Andai dia menuruti permintaan Ramdan, andai dia tidak pergi dari rumah, andai dia lebih memilih kakaknya. Andai... Semua harapan agar waktu dapat berputar kembali, memenuhi kepala Sasya.
"Kakak, bangun ya... Nanti kalau kakak ngga bangun Sasya sama siapa?" getir Sasya yang mulai putus asa.
Ramdan didiagnosa tidak sadar dalam waktu yang panjang, istilah medis menyebutnya koma. Kecelakan yang hampir merenggut nyawanya ini merupakan kecelakaan tunggal, pihak kepolisian sudah mengkonfirmasi hal itu kepada keluarga Sasya.
"Kakak, jangan lama-lama ya tidurnya. Sasya kangen sama Kakak. Sasya janji nanti ngga bakal ngebantah Kakak lagi."
"Ehem..."
Sasya menoleh, didapatinya Danendra masuk ke dalam ruangan. Gadis itu meletakkan tangan Ramdan dengan perlahan, kemudian berdiri dari duduknya.
"Pergi."
Satu kata keluar dari mulut Sasya, dia sudah jengah menghadapi sikap sok berkuasanya Danendra.
"Gue cuma mau bilang turut berduka atas kecelakaan yang nimpa Kakak lo," ujar Danendra.
Sasya menunjukkan mimik wajah tak suka, "Kakak gue cuma koma, bukan meninggal. Tolong jangan ganggu gue lagi, gue capek ngadepin orang kayak kalian." tegas Sasya.
"Oke gue pergi, tapi semesta punya caranya sendiri buat mempertemukan kita." jawab Danendra lalu pergi meninggalkan Sasya.
"Jangan harap!" teriak Sasya saat Danendra hendak menarik gagang pintu.
Mendengarnya, Danendra malah tersenyum simpul. Entah apa lagi yang akan dia rencanakan, Sasya menghela nafas pasrah.
••••
#DHARMAWANGSA HIGH SCHOOL#
"Halo Pih, Papi sama Mami kok ngga pernah dateng jenguk Kakak lagi?" tanya Sasya melalui panggilan telepon.
"Papih sama Mami lagi sibuk, uang buat nebus biaya rumah sakit ngga sedikit Sya. Tolong ngertiin Papih, toh dirumah sakit ada perawat yang ngejagain. Papi sibuk, nanti lagi..."
"Halo. Halo! Papi! Aargh!" Sasya melempar ponselnya.
"Gimana Sya? Masih ngga mau juga?" tanya Caca yang kini duduk di samping Sasya.
"Mereka bukan orang tua kandung gue kali ya! Apa salahnya sih jenguk Kakak, bentar doang juga ngga papa kok. Yang Kakak gue butuhin cuma kehadiran mereka doang, gue yakin Kakak bakal sadar begitu mereka dateng." marah Sasya menggebu-gebu.
"Sabar ya Sya, nanti coba telfon lagi aja," bujuk Caca mencoba menenangkan Sasya.
"Percuma Ca, mereka ngga bakal dateng. Kecuali kakak gue ninggal." lantur Sasya dengan sorot mata penuh tekanan batin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyatu Rasa [Selesai]
Romance⚠ CERITA LENGKAP ☑ FOLLOW SEBELUM BACA Danendra Ardana. Kehadiran lo dalam hidup gue bener-bener ngebuat gue bingung, kenapa lo jahat sekaligus baik? Banyak pertanyaan yang harusnya gue cari tahu kebenarannya, tapi lo ngga pernah menjadi satu sosok...