Rasa 2 - Candu

568 65 3
                                    

Chapter sebelumnya:

"Silahkan... Kemanapun lo pergi,
gue pasti ada dibelakang lo!"

=======================

Penyatu Rasa - Candu

Sasya berlarian ke arah pintu, kesempatan untuknya kabur dari Danendra adalah sekarang.

Brak!

Pintu berhasil dibuka oleh Sasya, seketika semua orang yang berada di luar ruangan menatapnya rendah. Sasya ragu, antara tetap melangkah atau kembali masuk ke dalam ruangan dan bertemu Danendra.

"Biarin dia pergi." Suara bariton Danendra menginterupsi anak-anak geng untuk menyingkir dari jalan. Sasya yang kaget dengan suaranya, langsung membalikkan badan. Seketika ia mencium bau musk yang menguar kuat dari tubuh Danendra.

Jarak keduanya hanya sejengkal telapak tangan, tinggi tubuh Sasya hanya sebatas dada Danendra.

Sasya mendongak, Danendra menunduk. Dua pasang manik mata itu saling beradu, dalam sekejap hal itu berubah menjadi candu.

Jantung Sasya berdetak lebih cepat, begitupun dengan Danendra. Mereka melupakan fakta bahwa, sekarang mereka tengah menjadi pusat perhatian diantara banyaknya manik mata yang menatap takjub sekaligus kecewa.

Sasya memutus kontak mata dengan Danendra. Ia berbalik badan dan berlari sekuat tenaga, menjauh dari orang-orang yang dianggapnya jahat.

Hos... Hos...

Nafas Sasya tersengal-sengal saat sampai di depan rumahnya. Rasa lega menghampirinya dengan leluasa, ia telah terbebas dari bayang-bayang pikiran negatifnya.

Setidaknya, ia masih hidup sampai sekarang.

Huft.

"Kamar aku rindu kamar...." Sasya berjalan masuk ke dalam rumah seperti zombi. Tangannya terjulur ke depan, dengan langkah yang gontai.

Sebelum ia berhasil menggapai pintu kamarnya, Sasya lebih dulu dicegat oleh Kakaknya.

"Waras lo!" Ramdan memegang kening Sasya, ia takut adiknya terkena Virus mematikan.

"Apaan sih Kak! Sasya capek pengin istirahat..." Sasya memprotes tindakan Ramdan.

"Sini duduk dulu," Ramdan menyeret Sasya untuk duduk dikursi ruang keluarga.

"Mau apa si kak, Sasya capek beneran ini."

"Kenapa baru pulang jam segini?"

Degg...

Seketika mata Sasya membulat, nyawanya terkumpul sepenuhnya. Ia lupa merangkai alasan yang tepat untuk menghadapi Kakaknya, yang super cerewet seperti mamanya saja.

"Apaan sih Kak, Sasya beneran capek!" Saya memalingkan wajahnya, ia tak berani menceritakan hal yang sebenarnya terjadi.

"Alan mana, Kenapa Kakak ngga denger suara motornya tadi?" Ramdan tak mengetahui, bahwa Alan lah penyebab Sasya terlambat pulang.

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang