Rasa 44 - Keputusan

140 13 1
                                    

PENYATU RASA
______________________

Sasya memilih untuk menatap objek lain, pria di hadapannya ini benar-benar membuat darahnya mendidih.

"Gue ngga bisa ngelepasin lo gitu aja Sya," ucap Danendra lalu berjongkok dengan sorot mata memelas.

Sasya semakin memiringkan kepalanya, dia tidak tahu lagi bagaimana caranya melepaskan diri dari seorang Danendra Ardana.

Jujur, Sasya masih trauma.

"Gue punya kehidupan gue sendiri, lo ngga berhak nentuin masa depan gue gitu aja. Lo ngga inget penghinaan yang udah lo lakuin? Pikir gue, lo udah ngga punya muka lagi buat ngedatengin gue. Ternyata, lo pria paling bajingan yang pernah gue temuin." sindir Sasya geram.

"Oke gue akuin gue udah keterlaluan, tapi itu semua bukan kemauan gue Sya—" elak Danendra.

Dengan berani, Sasya menatap kedua manik Danendra.

"Tapi lo diem aja. Lo ngga mikirin perasaan gue. Kalau  gue tau dari awal, mungkin gue lebih milih buat ngga kenal sama lo! Sama lingkungan toxic kalian!" amuk Sasya.

"Sya, gue mohon. Gue masih butuh lo, gue cuma pengin bahagiain lo doang Sya."

"Maksudnya, lo mau nebus dosa lo ke gue? Caranya gampang. Pergi dari hidup gue selamanya. Ngga usah  ngusik hidup gue lagi." tegas Sasya.

"Engga, gue ngga mau. Gue bosen sama Princess, lo beda dari dia Sya. Gue janji ngga bakal nyakitin lo lagi, gue janji bakal ngobatin trauma yang masih melekat dalam diri lo. Gue mau nebus dosa gue, dengan cara ngebahagiain lo Sya."

Sasya menaikkan sebelah alisnya, dalam hati dia berkata, 'Kok ada ya, orang kayak dia.'

"Pergi. Janji lo kurang manis, gue ngga minat." usir Sasya menolak tawaran Danendra.

Tapi laki-laki itu tak kehabisan cara untuk membujuk Sasya.

"LAMA BANGET WOY! KALIAN NGGA JADI KE PROM APA?!" teriak Huda yang tiba-tiba saja muncul di tengah suasana yang sedang tegang-tegangnya.

"Ngapain lo kesini? Ganggu aja." kesal Danendra.

"Lo kelamaan MONYET! Partner gue udah ngomel-ngomel mulu dari tadi!"

"Ikut gue."

Huda menarik Sasya sedikit menjauhi Danendra, entah mengapa Sasya hanya pasrah saat diseret tiba-tiba oleh Huda.

"Eh Bocah, mau gue ceritain ngga gimana perlakuan Danendra ke Princess setelah kejadian itu?" ucap Huda setelah berada jauh dari Danendra.

"Dia kayak orang stres, sering bengong. Kalo Princess dateng ke apartemen, dia selalu pergi. Sekarang dia udah jarang clubbing, malah dia lampiasin buat kebut-kebutan dijalan. Parahnya gue yang diboncengin, gue masih sayang nyawa Bocah. Lo ngga kasian sama gue apa?" tutur huda menggebu.

"Lah kenapa kakak mau diajak ngebut-ngebutan sama dia? Kan kakak bisa nolak." potong Sasya.

Huda menghela nafas dalam.

"Gue udah ngabisin banyak hartanya Danendra, gue mohon bantu gue ya Bocah. Please..."

"Masalahnya kak, gue takut gabung lagi sama circle kalian. Gue masih ada trauma yang nyampe sekarang tetep terngiang-ngiang di kepala gue, kakak tau sendiri kan kelakuan bejatnya dia kayak apa? Kakak ngga kasihan ke aku, semisal aku dirusak sama dia gimana? Kakak tega?"

Huda memegang bahu gadis itu dengan lembut, mengunci tatapannya agar Sasya melihat dengan jelas apakah tersirat kedustaan disana.

"Percaya sama gue, dia cuma mau nebus dosanya doang. Raka juga udah gue bungkam, dia ngga bakal ganggu lo lagi. Kalo sampe Danendra macem-macem ke lo, gue sendiri yang bakal jadi jaminannya."

Sasya tertegun. Berbeda dengan Danendra yang memohon dengan ancaman, Huda datang menyodorkan diri sebagai jaminan.

Gadis itu nampak berfikir, menimang-nimang apa yang barusan Huda tawarkan.

'Apa gue harus nurunin gengsi gue? Tapi gue takut pria itu ngelakuin hal jahat sama gue nanti, apalagi dia orangnya manipulatif. Hah! Disisi lain, gue juga pengin nemuin orangtua kandung Kak Ramdan.'

Sasya sesekali melirik Danendra yang duduk memperhatikannya dari kejauhan, lalu beralih ke Huda yang sedang menanti keputusannya sekarang.

'Hmm. Meski gue masih trauma, mungkin ini obatnya. Bersama si pelaku utama, apa gue bisa?'

"Bocah, kalo lo masih bimbang. Gapapa kok, gue ngga maksa. Gue tau lo masih trauma, makanya jadi kurus kayak gini. Sebagai temennya, gue minta maaf yang sebesar-besarnya ya." tukas Huda lalu menangkupkan kedua tangannya.

"Kakak, apa kakak yakin Danendra udah berubah?" tanya Sasya memastikan.

Huda mengangguk mantap. Mengingat bagaimana saat Danendra memohon kepadanya dan Raka, agar menemaninya bertemu dengan Sasya. "Gue yakin seribu persen dia udah berubah, percaya sama gue."

"Hmm, tapi ini terakhir kali gue berhubungan sama kalian. Setelah ini jangan ganggu gue lagi, apalagi ngusik kehidupan gue." jelas Sasya dengan sorot mata tajam.

'Ini karna lo yang minta Kak Huda, gue percaya sama lo. Gue harap lo ngga berniat buruk sama gue.'

••••

"Kalian anter cantiknya gue ke salon ya, gue  nunggu di rumahnya aja." perintah Danendra yang membuat Sasya melongo.

"Kenapa harus rumah gue?!" protes Sasya.

"Gue capek, mau numpang tidur doang. Masa ngga boleh?" erang Danendra.

"Ngga." potong Sasha.

"Boleh." paksa Danendra.

"Lo ngga bisa apa, selain maksa apa yang lo pengin ke orang lain?" kesal Sasya ketika mendapati sifat Danendra asal ngatur tanpa persetujuan orang lain lebih dulu.

"Gue emang kayak gini orangnya. Gue ngga bakal berubah segampang itu, besok-besok bakal gue coba dah. Tapi kali ini bolehin ya, Cantik." rayu Danendra.

Sasya mendengus, "Terserah lo deh, kesel gue ngadepin lo."

"Nah gitu dong dari tadi, mana kuncinya?" pinta Danendra yang membuat Huda menepuk punggungnya.

"Apaan sih lo, sana cepet anter Cantiknya gue." perintah Danendra pada Huda yang sudah siap untuk menceramahinya.

"Kalian! Udah ih, nih gue kasih. Awas aja lo ya sampe ada barang yang rusak di rumah gue, lo tersangka utamanya!" wanti Sasya ketus.

"Oke beby!" sahut Danendra bersemangat setelah menangkap kunci yang dilempar oleh Sasya.

"Kak Dera, aku nitip kak Ramdan ya kak," pamit Sasya pada Dera yang sedari tadi menyimak.

"Iya, kamu hati-hati ya. Kalau ada apa-apa, langsung telfon kakak aja oke." ucap Dera. Raut wajahnya mengatakan, seolah dia tak mempercayai ketiga laki-laki itu.

"Siyap kak! Makasih banget..."

Sasya memeluk Dera sebagai bentuk terima kasihnya, sebab Dera lah yang selama ini membantunya menjaga Ramdan.

"Mau dipeluk juga..." rengek Danendra dengan mimik wajah seperti anak kecil merengek pada ibunya.

"Ih minta digibeng nih anak!" umpat Sasya, sementara matanya melotot seperti mau copot.

Danendra akhirnya memeluk angin, "Yaudah, ngga jadi."

__________________________
TO BE CONTINUED
PENYATU RASA

Jan lupa vote
Terima kasih.

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang