Rasa 35 - Piramida Kasta

143 10 0
                                    

PENYATU RASA — PIRAMIDA KASTA
____________________

"Gue minta maaf. Udah kan?" ucap Sasya dengan bibir bergetar.

Setelah mendengar kabar kakaknya berada di rumah sakit, Sasya langsung khawatir. Persetan dengan harga diri, yang terpenting sekarang dia bertemu dengan Ramdan.

Hal itu yang akhirnya menyebabkan Sasya gegabah, menyerah pada keadaan lalu memilih untuk pasrah.

"Lo pikir semudah itu?" Princes menarik sudut bibirnya. Dalam pandangannya, sekarang adalah waktu yang tepat untuk memberi pelajaran kepada Sasya.

Princes akan menunjukkan, dimana batas dia dan Sasya dalam piramida kasta.

"Lihat semut-semut ini! Mereka sama persis kayak lo. Pantesnya diinjek-injek pake sepatu mahal milik gue!" seraya mencaci Sasya, Princes menghentakkan sepatunya di atas segerombolan semut hitam tanpa rasa kasihan sedikitpun.

Sasya diam, dia hanya perlu diam agar segalanya cepat berakhir dan bertemu dengan kakaknya.

"Keberadaan lo juga sama kayak mereka, rendahaan dan sudah sewajarnya diinjak-injak! Lo tau kenapa?!" hardik Princes yang tangannya menuding-nuding kepala Sasya.

"Lo nggak se—kasta sama gue! Sama Danendra! Jangan berharap lebih bitch!" sambungnya dengan cekikikan yang mengerikan.

"Sekarang lo harus lihat ini baik-baik, Endra itu milik gue. Dan selamanya bakal jadi milik gue!"

Princes menarik Danendra yang sedari tadi cuma menyimak omongan Princes, mereka berdua kini berada sangat dekat.

"Kalau sampe lo ngalihin pandangan, gue bakal tunda kesempatan lo buat ketemu Kakak lo yang penyakitan itu."

Sasya mendelik. Jadi Princes udah tahu tentang Ramdan? Pasti Danendra yang memberitahunya! Sial Danendra!

Sasya memelototkan matanya saat tiba-tiba Princes mencium Danendra dengan brutal, kedua bola mata Sasya hampir copot menyaksikan hal tak senonoh ini.

Shit! Danendra kenapa lo diem aja!

Sepuluh detik bagaikan satu tahun, Sasya masih terhipnotis dengan peristiwa yang baru saja terjadi. Princes tidak main-main saat dia bilang Danendra adalah miliknya.

Kaki Sasya mulai lemas, tega sekali dua orang itu memberi Sasya trauma mendalam tentang percintaan. Sudah dipastikan, Sasya tidak akan pernah melupakan kejadian ini. Tidak akan pernah!

"Udah?" tanya Sasya begitu Princes melepas pagutannya.

"Cih! Sekarang lo boleh pergi, gue puas banget hahaha!"

••••

Tik tok tik tok

Jarum jam berdetak seolah membuat segalanya terdengar senyap dalam telinga Sasya, baling-baling heli yang sedang memutar bahkan tak terdengar.

Sasya masih diam membisu, jiwanya masih terkunci dalam scene kehidupan paling memalukan. Dia dengan bodohnya menyaksikan Princes dan Danendra berciuman, bahkan Sasya tak berpaling sedikitpun.

"Harga diri gue, cuma segitu doang ya dimata lo?" tanya Sasya pada Danendra dengan pandangan kosong.

"Engga. Lo punya pilihan buat nolak kok, dan harga diri lo bakal lebih mahal." jawab Danendra dengan nada sumbang.

"Dari awal gue ngga dikasih kesempatan buat milih, lo bener-bener brengsek." maki Sasya tanpa amarah, suaranya sangat tenang dan dingin.

Sasya seperti kehilangan emosinya, raganya seperti dirantai dalam ketidakberdayaan. Tangisnya sudah tak mampu keluar, bahkan berteriak pun dia sungkan.

Tapi ngga papa, yang terpenting gue ketemu kakak gue. batin Sasya menyemangati diri, meski tenaganya terkuras habis oleh penghinaan.

"Orang-orang berduit kayak kalian, enak banget ya mainin perasaan sama harga diri orang yang ngga punya," lantur Sasya yang dadanya begitu sesak oleh rasa tidak terima.

Sasya menoleh ke samping, dimana Danendra juga tengah menatapnya. Dari sorot mata Danendra, dia sedang menilai.

"Lo gadis pertama yang bertahan sampai titik ini, yang lain cuma pengin uang gue doang." ucap Danendra penuh keangkuhan.

"Gue benci lo." tutur Sasya menyipitkan matanya.

"Udah sewajarnya lo benci gue."

"Ada ya orang kayak lo."

"Ini gue ada di samping lo."

"Hal paling memalukan dalam hidup gue adalah dipermalukan oleh seseorang yang mengatai gue pelacur, bahkan dirinya sendiri cuma dijadiin objek sex doang."

Tumpah sudah unek-unek yang sedari tadi terpendam, Sasya mengatur nafasnya agar amarahnya dapat terkontrol.

"Harga diri gue diijak-injak oleh orang yang mengaku kastanya lebih tinggi, padahal pemikirannya sangat sempit dan dangkal."

Sasya melihat bibir Danendra yang bengkak, entah mengapa hatinya terasa sakit. Sasya mengalihkan pandangannya ke luar jendela, melihat pemandangan yang disuguhkan oleh semesta.

Yang pasti, mereka lebih menggairahkan daripada satu makhluk yang sudah dipandang kotor dalam penglihatan Sasya.

••••

#ARDANA HOSPITAL#

Entah sejak kapan siang berganti dengan malam, Sasya terus berlarian begitu sampai di lobby rumah sakit.

Dia terus menanyakan dimana Ramdan dirawat.

Ruangan VIP di lantai 26, itu informasi berharga yang Sasya Dapat. Berlarian menelusuri lorong saat pintu lift terbuka, Sasya akhirnya menemukan titik terang.

"MAMI! KAK RAM MANA?!" teriak Sasya begitu melihat Tasya—maminya, tengah menutup pintu salah satu kamar.

"Loh ngapain kamu kesini? Bukannya kamu lagi camping sama Danendra?" Tasya bertanya dengan raut wajah terheran-heran.

"Ngga penting Mih! Kakak di kamar mana? Yang ini?" ulang Sasya mengabaikan pertanyaan Tasya.

Sasya yang panik tiba-tiba dicekal oleh Tasya, "Jawab pertanyaan Mami! Kamu ninggalin Danendra?!"

"Mami apaan sih! Aku khawatir sama Kakak!" omel Sasya, wanita paruh baya itu menghempas tangan Sasya dengan kasar.

"Kamu harusnya ngga usah kesini, Kakak kamu yang ngga berguna itu bikin ulah lagi. Mami sebenernya males ngerawat dia, tapi berhubung Danendra yang minta. Mami jadi semangat, itu semua demi hubungan kamu sama Danendra Sya," jelas Tasya panjang lebar.

Netra Sasya membola, dia tidak salah dengar kan?

"Mami! Kakak lagi kritis loh, Mami tega sama anak Mami sendiri?!"

"Kamu itu dibilangin ngeyel ya! Itu pasti didikan Ramdan kan!"

Sasya menutup matanya dalam, lantas menghela nafas berat. "Mami, Kakak lagi sakit. Kita ngga perlu ributin soal ini bisa?"

"Kenapa kamu sekarang disini? Harusnya kamu nemenin Danendra!" bentak Tasya, kali ini dengan nada meninggi.

"Danendra, Danendra, Danendra. Dia bukan siapa-siapanya aku Mami!"

"Mami punya firasat bagus sama dia loh Sya, dia anak orang kaya. Papi pasti seneng punya mantu kayak dia, bisnis Papi bakal sukses kalo besanan sama anaknya Ardana."

Sasya tidak tahu lagi bagaimana harus menghadapi Tasya. Padahal dia ingin sekali melihat kondisi Ramdan.

"Udah sana masuk," ucap Tasya tiba-tiba.

"Gitu dong Mi dari tadi," sindir Sasya.

"Mami mau ngobrol sama calon mantu, udah sana masuk."

Wait-wait, calon mantu?

Sasya membalikkan badan, benar saja. Danendra berdiri disana dengan parsel buah di tangannya, dia berbisik pada Sasya.

"Lihatkan, gue masih dibutuhin."

_______________
TO BE CONTINUED

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang