Rasa 39 - Kritis

166 11 0
                                    

Singgah dan sungguh
Menerima dan melepaskan
Keputusan terkuat ada dalam diri, tapi disakiti dan menyakiti adalah hukum alam.

—Melianawldr
____________________

Sudah tiga bulan berlalu, Ramdan tak kunjung siuman. Bukannya menemui titik terang, detak jantungnya malah kian melemah. Orang yang paling khawatir akan keadaan Ramdan, adalah Sasya.

Adik kandung yang selama ini tulus menjaganya, dengan harapan sebelum lulus SMA kakaknya hadir melihatnya memakai toga.

"Kakak, mimpinya indah banget ya kak? Sasya kangen sama Kakak, jangan lupain aku ya kak..."

Tubuh Sasya yang dulunya berisi, sekarang tulang-tulangnya terlihat menonjol. Sorot matanya tak pernah berbohong, bahwa dia sangatlah lelah.

••••

#DHARMAWANGSA HIGH SCHOOL#

"Sya, makan yuk," ajak Caca saat istirahat kedua, Sasya belum makan apa-apa.

"Duluan aja Ca, gue capek mau tidur aja di rooftop," tolak Sasya.

Caca hanya bisa memandangi kepergian sahabatnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Selama ini dia terus memaksanya, agar kasihan terhadap tubuhnya sendiri.

Namun, Sasya sekeras batu. Bahkan saat Bunda berbicara pada Sasya, gadis itu menolak dengan alasan tidak mau merepoti keluarga Caca.

••••

TING! TONG! TENG!

Bel masuk sudah berbunyi, guru pun sudah berada di dalam kelas.

BRAK!

Tiba-tiba Sasya masuk ke dalam kelas dengan bersimbah airmata. Semua orang terkejut, hingga suasana sempat hening sejenak.

"Ibu, saya izin pulang..." ungkap Sasya. Semua murid bertanya-tanya tentang alasan Sasya ingin pulang, namun tanpa basa-basi guru di dalam kelas mengijinkannya.

Sasya langsung menghampiri mejanya, lantas mengambil tasnya dengan cepat dan gemetar. Dia sempat berkontak mata dengan Caca, namun Sasya tak bisa berkata apa-apa.

"Terimakasih banyak, ibu..."

Sasya langsung berlarian di koridor sekolah, sambil mengusap air matanya yang bercucuran tanpa henti.

"Ngga boleh cengeng dulu, ngga boleh nangis."

Sasya mencoba menguatkan hatinya, membekap mulut supaya tangisnya tak terdengar. Perlahan, dia pun menjadi sesenggukan.

"Kakak,  jangan tinggalin Sasya. Tunggu aku Kak!" cemas Sasya, dia mencari-cari ojol yang biasanya mangkal di depan sekolahannya.

"Neng, mau kemana?" tanya Bang Ojol kebingungan.

"Rum-ah Sa-kit Ardana, Bang. Ce-pet ya Bang," ucap Sasya tersendat-sendat.

"Siyap Neng, Neng yang tenang ya," nasehat Bang ojol.

"Ayo, Bang."

••••

#ARDANA HOSPITAL#

Sasya menunggu di depan ruang ICU dengan hati yang diremas kuat, rasa takut memenuhi kepalanya. Dia benar-benar tidak tenang, mondar-mandir berjalan sambil menggigiti kukunya.

"NOMOR YANG ANDA TUJU SEDANG SIBUK, SILAHKAN HUBUNGI BEBERAPA SAAT LAGI."

"NOMOR YANG ANDA TUJU—"

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang