Di tengah-tengah acara, dimana lagu akustik menggema didekat api unggun. Suara helikopter meraung dari kejauhan, angin yang dihasilkan baling-balingnya mampu melengkungkan batang pohon.
Semua orang berdiri, menjauhi api yang bisa kapan saja terbang menyambar mereka. Namun sang pilot sepertinya tahu akan bahaya yang menghadang jika terlalu dekat dengan api yang berkobar, dia mendaratkan tunggangannya di tanah lapang nun jauh dari tenda.
Bisik-bisik mulai terdengar, namun Sasya lebih memilih untuk melihat dari kejauhan. Siapa orang yang menaiki helly malam-malam begini?
Firasat Sasya menebak bahwa orang yang turun dari helly adalah Danendra.
Derap langkah seseorang semakin terdengar mendekat, sosok itu memasuki area terang dimana cahaya lampu mampu menyorotnya dengan jelas.
"DANENDRA ARDANA!" batin Sasya senang tiada tara.
Orang yang mengajaknya untuk ikut ngecamp akhirnya datang, rona wajah Sasya pun muncul meski tersamarkan oleh gelapnya malam.
"Dan-" panggilan Sasya terhenti saat seorang perempuan meneriaki Danendra.
"ENDRA! TUNGGUIN!"
DEG!
Endra? Siapa? Danendra? Kenapa perempuan itu manggilnya Endra? Ada hubungan apa mereka?
Belum lagi, ada seseorang yang menarik lengan si perempuan itu dari belakang. "Lepasin! Gue bilang lepasin! Siapa sih yang nyuruh lo ikut! Gue udah peringatin lo buat ngga ikut ya! Sialan! ENDRA tungguin kenapa sih!"
Umpatan gadis itu, mengisi kebisuan di gerombolan ini yang entah sejak kapan semua diam.
Gitar dan keramaian yang tadi tercipta tiba-tiba menghilang, digantikan dengan suasana tegang.
'Suasana yang pernah gue rasakan dulu, saat ada satu orang yang dibenci oleh Danendra dan teman-temannya- kayaknya tuh cowok ngga asing deh!'
'Tunggu! Cowok sama cewek itu kan yang selalu gue liat pas naik bis. Ngga salah lagi, mereka orangnya!'
Sasya mulai mencerna keadaan, Danendra yang sudah ada di hadapannya menatap dengan pandangan heran.
"Kenapa?" tanya Sasya, harusnya lewat tatapan mata Sasya yang mendelik mampu menjelaskan semuanya pada Danendra.
"Kenapa ngga nampar gue?" tanya Danendra yang langsung mengundang tanda tanya besar untuk Sasya.
"Belum kebongkar ya? Sorry lama, gue ada urusan sebentar sama dua orang yang nyusahin itu. Ngga usah perduliin mereka, percaya aja sama gue ya cantik." ucap Danendra, dia menoel hidung mancung Sasya.
"Kenapa pada liatin gue? Lanjut aja seru-seruannya." perintah Danendra yang mengetahui perubahan suasana setelah kehadirannya disini.
"Okeh bro! Gue mau nyanyiin lagu melow ah, temen gue lagi galau soalnya!" seru Huda sambil menunjuk Raka yang menampilkan wajah bersungut-sungut.
"Apaan sih lo! Orang gue ngga lagi galau kok!" bantah Raka spontan.
"Sebodo gue mau main gitar, minggir!" Huda mengabaikan Raka, lalu berjalan menuju api unggun diikuti yang lainnya.
"Sya, gue kesana dulu ya bareng Kenzo." pamit Caca yang langsung pergi tanpa persetujuan Sasya.
Shit! Gue sama siapa?!
Danendra menyeringai ke arah Raka, "Cih! Bajingan gila!" umpat Raka lalu pergi meninggalkan keduanya.
"Udah lo sama gue aja, tadi siang lo dijemput Raka kan?" tanya Danendra memastikan.
Sasya merapatkan jaketnya, helaan nafas panjang menjawab pertanyaan pria itu dengan jelas.
"Lo marah ke gue? Ayo tampar aja ngga papa kok, hehe." tawar Danendra. Sasya semakin dongkol mendengarnya.
"Gue mau pulang!" teriak Sasya.
Danendra tersenyum simpul, "Gue baru aja dateng, masa mau langsung pulang? Kan ngga seru," bujuk Danendra.
"Endra, siapa?" tanya seorang cewek berambut pirang yang tiba-tiba datang langsung memeluk Danendra dari belakang.
"Eh, kayaknya gue pernah liat lo deh!" lanjut si pirang dengan nada di imut-imutkan.
Sasya mengerutkan alisnya, berani sekali wanita itu bermesraan dengan Danendra di depan matanya. Ck! Apa-apaan!
"Lepasin dulu bisa ngga? Gue kan udah bilang jangan ganggu gue, tadi sore ngga cukup?" protes Danendra lalu menepis tangan si pirang dengan kasar.
"Ck! Awas aja lo! Nanti juga lo bakalan balik hahaha! Ayolah Ndra, dia bukan selera lo kan? Sejak kapan lo jadi pedo Ndra?" sindir si pirang.
Sasya risih, apalagi ini? Kenapa cewek pirang ini seperti sangat mengenal Danendra.
"Lo udah janji jangan ganggu gue kan sebelum berangkat!" bentak Danendra pada si pirang.
Lalu si pirang menghentakkan kaki dan memeluk tubuh cowok yang selama ini sangat misterius keberadaannya.
Tuh cewek gatel banget deh! Demen banget menclok sana menclok sini!
"Udah ngga usah dipikirin, kesana yuk," ajak Danendra pada Sasya yang sedari tadi diam tak berkutik.
"Dia siapa?" kini giliran Sasya yang penasaran.
"Ngga usah dipikirin, ngga penting," enteng Danendra.
"Ngga penting gimana?! Dia aja manggil lo Endra loh! Sedangkan gue harus ribet manggil lo Danendra!"
"Iya-iya, ngga perlu teriak-teriak bisa kan? Telinga gue sakit dengernya," ungkap Danendra.
Sasya menggigit bibir bawahnya, "Lo mau main-main sama gue ya?" tanya Sasya to the point.
Danendra tersenyum miring, "Dari awal kan hubungan kita cuma main-main, kenapa lo seserius ini?"
Deg!
Sasya terkesiap, ada desiran nyeri di tubuhnya. Perasaan mengganjal yang berujung ulu hatinya terasa ngilu, sudah sampai dititik ini seorang Danendra baru mengungkapkan hubungan mereka cuma main-main?
"Gue ngga salah denger kan? Barusan?" ulang Sasya masih tak percaya.
"Iya, sesuai janji lo pas pertama ketemu. Lo udah janjiin kesembuhan kan ke gue? Dan sekarang gue udah sembuh, gue udah bareng dia lagi," tutur Danendra dengan nada bahagia.
Oh God!
"Lalu—"
"Oh, thanks ya Sya. Makasih banget lo udah nyadarin gue banyak hal, ternyata dia adalah rumah gue untuk pulang. Mau sehebat apapun masalahnya, hanya dia yang mampu menggoyahkan pertahanan gue," lanjut Danendra dengan tak berdosa mengacak rambut Sasya.
"Cukup, pergi."
Hanya dua kata itu yang mampu keluar dari mulut Sasya.
"Kenapa? Kan kita belum seru-seruan malam ini, lo kecewa sama gue gara-gara si pirang itu?"
"Pergi!"
"Yaudah gue pergi dulu, nanti gue samperin lo lagi ya kalo nangisnya udahan." pamit Danendra, dia benar-benar pergi meninggalkan Sasya seorang diri.
Tubuh Sasya lemas, dalam sekejap raganya limbung dan terduduk di tanah. Plak! Plak! Berulang kali Sasya menampar pipinya sendiri, berharap kejadian tadi adalah mimpi.
Tes-
Air matanya mulai berjatuhan dengan deras, sampai sekarang Sasya masih belum percaya.
'Dari awal kan hubungan kita cuma main-main, kenapa lo seserius ini?'
Argh!
Kalimat itu terus terngiang di kepala Sasya, hatinya kali ini bukan di panah saja. Melainkan di sayat menggunakan pisau tumpul, bilamana semakin disayat semakin terasa sakitnya!
•••TO BE CONTINUE•••
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyatu Rasa [Selesai]
Romantizm⚠ CERITA LENGKAP ☑ FOLLOW SEBELUM BACA Danendra Ardana. Kehadiran lo dalam hidup gue bener-bener ngebuat gue bingung, kenapa lo jahat sekaligus baik? Banyak pertanyaan yang harusnya gue cari tahu kebenarannya, tapi lo ngga pernah menjadi satu sosok...