Rasa 28 - Raka Is An Angel?

107 12 1
                                    

PENYATU RASA -  APAKAH RAKA MALAIKAT?
_________________________

Matahari kian condong ke arah barat, huru-hara mengisi rute jalan menuju lokasi camp. Desas-desus jika Villa yang mereka tempati adalah milik pribadi seorang Danendra Ardana sampai di telinga Sasya.

"Beneran Kak, Villa yang tadi kita tempatin punyanya Danendra?" tanya Sasya pada Raka yang sekarang menjadi partner muncaknya.

"Iya, tajir banget tuh anak. Maklum sih, anak sultan," sahut Raka memuji Danendra.

"Sudah kuduga! Oh iya Kak, yang ngecamp banyak juga ya. Wajah mereka juga kayak blasteran semua, gue berasa orang pribumi yang nyasar ke benua eropa tau ngga kak! Haha!" heboh Sasya.

Raka sedikit tergelitik dengan pertanyaan Sasya. "Mereka emang bukan asli indo Sya, soalnya bonyok mereka rata-rata pengusaha asing yang netep di indo. Mereka ikut ngecamp gara-gara geng kami yang ngumpulin mereka—"

"Geng?"

"Iya Sya, entah nyebutinnya geng motor atau kelompok atau bahkan gangster wkwk. Tapi kita ngga nakal kok, kita cuma ngumpul-ngumpul doang ngga anarkis. Yah meskipun ngga banyak anggotanya, tapi kami semua ngumpul karena jenuh dengan kekayaan bonyok kita asal lo tau," jelas Raka panjang lebar.

"Wah, berarti kalian anak sultan semua nih? Insecure dah gue, Ca! Pulang aja yuk! Kita salah server!" jeplak Sasya berhenti di tengah track lalu membalikkan badan berbicara kepada Caca.

"Udah setengah perjalanan ini, sono lo balik duluan gapapa Sya," sahut Caca yang menggandeng tangan pacarnya.

"Lo bukan besti gue ternyata ya, huft..." sungut Sasya.

Sementara Kenzo dan Raka cuma bisa meringis, "Udah Sya, ngga papa. Lanjut aja bentar lagi nyampe kok. Lo ngga bakalan nyesel ikut ngecamp bareng sama kita," tukas Raka dengan senyum manisnya.

Sasya mengangguk, dia dan rombongan yang lain melanjutkan perjalanan yang terhenti.

Wah gila sih, gue salah masuk circle. Benak Sasya menyesal.

"Tas lo berat ngga? Mau gue bawain?" tanya Huda yang tiba-tiba saja sudah berada di samping Sasya.

"Apaan sih, modus nih. Orang cuma bawa tas kecil juga," sinis Sasya. Entah mengapa, jika berbicara dengan Huda hawanya emosi.

"Ye, sombong amat lo bocah. Kalo udah pingsan baru deh koar-koar minta tolong," timpal Huda kesal.

"Sape juga yang mau minta tolong ke lo, yang lain juga banyak yang mau nolong kok. Ya ngga Kak Raka?" ucap Sasya meminta perlindungan Raka.

"Iyain aja deh biar cepet beres," jawab Raka.

••••

Sesuai perkiraan, mereka semua tiba di lokasi camp pukul 16.13 wib. Pemandangan indah dari gugusan pegunungan, memanjakan mata. Belum lagi, cuaca dan langit cerah mendukung panorama di puncak ini.

"OKE SEMUA! APAKAH TENDA KALIAN UDAH BERDIRI SEMUA?" sapa Huda dengan Toa.

"UDAH!"

"TEMEN-TEMEN KALIAN UDAH LENGKAP?"

"UDAH!"

"OKEH! ACARA PUNCAK NANTI MALEM PUKUL SEMBILAN, GUE HARAP KALIAN SEMUA NGUMPUL DEKET API UNGGUN. AWAS AJA KALO KETAHUAN ADA YANG MOJOK! GUE CEBURIN KALIAN KE API UNGGUNNYA LOH! SEKARANG NIKMATI WAKTU BEBAS KALIAN, ENJOY YOUR TIME!"

Satu hal yang Sasya bingungkan mengenai Huda. Satu sisi Huda yang tadi memberi arahan terlihat begitu cool dan keren, tapi kenapa begitu Huda lepas toa nya dia jadi cowok tengil sih?

"Ca! Awas aja kalo lo mojok, gue laporin ke Kak Huda lo! Biar diceburin ke api unggun." wanti-wanti Sasya terhadap sahabatnya ini.

"Yoy! Candaan doang kali Sya. Lo sendiri tau lah ya, jalan pikirnya orang indo itu kek apa? Larangan dibuat untuk dilanggar kan?" jawab Caca yang membuat Sasya mati kutu.

"Shit!" umpat Sasya.

"Di gunung ngga boleh ngomong gitu, pamali. Nih gue abis bikin kopi anget mau ngga?" tawar Huda dengan dua cangkir kopi di tangannya.

Sasya tampak ragu, tapi untuk menolaknya ia tak sampai hati.

"Iya Kak, makasih kopinya."

"Ngga gratis loh ya, nanti malem ikut gue."

"Kemana—" tanya Sasya.

Sementara Huda langsung pergi menghampiri temannya yang lain.

Sumpah Huda itu punya banyak kepribadian ya? Gue jadi bingung nilai karakternya. Bentar-bentar baik, bentar-bentar jahat kayak Nenek lampir! Eh dia kan cowok, Kakek lampir deh!

"Ehem, Sya lo sendirian aja disini?" tanya Raka.

"Enggak kok, gue bareng Ca— Caca? Dimana lo? Gue ditinggalin sendirian Kak, jahat banget ih!" panik Sasya.

"Udah-udah, tadi gue liatin lo lagi ngelamun. Ngelamunin apa? Tadi Caca udah bilang kok ke gue buat nemenin lo, katanya dia mau liat sunset bareng Kenzo," jelas Raka yang semakin membuatnya gemas.

Dasar temen laknat! Gue ditinggalin sendiri anjir! Kalo ada harimau gimana? Kalo gue tersesat gimana?

"Kenapa ngga bilang ke gue langsung sih Kak?" kesal Sasya. Sangking emosinya, cangkir yang dipegang Sasya hampir menumpahi baju Raka.

"Eh! Hampir aja kena Kakak!" khawatir Sasya.

"Ngga kena kok, kesana yuk liat sunset juga."

"Ayok!"

••••

Matahari nyaris tenggelam dalam peraduannya, para penggemar fotografi sedang mencuri scene terbaik yang diciptakan tuhan secara gratis. Sementara yang lain, ada yang istirahat di tenda dan juga memasak untuk makan malam.

Sisanya mencari kayu bakar di dekat hutan.

"Sya jangan jauh-jauh, nanti nyasar ngga bisa balik." Huda memperingati Sasya yang berjalan hampir melewati batas hutan.

"Tapi disana banyak kayu bakarnya loh Kak," jawab Sasya sambil menunjuk tumpukan ranting pohon yang menggunung.

"Jangan, bahaya. Bisa aja disana sarangnya piton! Udah balik ke tenda aja, biar gue yang nyari." perintah Huda yang lebih merujuk ke ngatur-ngatur.

Sasya yang dongkol langsung melangkahkan kakinya pergi, "Sumpah, maunya apaan sih tuh orang. Perasaan dari tadi gue salah terus deh dimatanya, kesel gue lama-lama."

"Sini Sya, gue bawain." Raka tiba-tiba saja mengambil alih ranting pohon yang tengah dibawa oleh Sasya.

"Eh, makasih kak Raka!" seru Sasya tersenyum.

Sumpah, dua orang yang sangat berbeda. Yang satu doyan ngomel-ngomel, yang satunya lagi kalem, tenang, dewasa lagi.  Batin Sasya menilai.

"Yok, ngumpul sama yang lain. Bentar lagi kita nyalain api unggun loh," ajak Raka yang diangguki oleh Sasya.

Sasya berjalan di belakang Raka, tubuh cowok ini benar-benar laki. Mungkin karena rajin nge-gym kali ya, makanya ototnya ngebentuk.

Ngomong-ngomong soal Raka—

"Kak Raka, Danendra sebenernya mana? Kata Kak Raka bakal bilang kalo udah nyampe puncak, ini kita udah nyampe dari sore tapi kakak diem aja. Jangan bikin aku penasaran kak," celetuk Sasya.

Raka berhenti berjalan, ia melempar kayu bakar di tangannya. Lalu dengan tiba-tiba menarik lengan Sasya untuk ikut bersamanya masuk ke dalam hutan.

=======================
Tbc.
PENYATU RASA
=======================

CMIIW dude!

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang