Rasa 1 - Pertemuan

871 82 6
                                    

Angin yang tak tenang
Telah mengusik dedaunan rentan
Memberi sebuah pilihan
Gugur atau dijatuhkan

=====================

Deg... Deg... Deg... Deg...

Suara jantung Sasya terdengar bergemuruh hebat, mana kala ia tengah berjalan sendirian. Menelusuri sebuah jalan sempit, yang sarat akan kegelapan.

Ia berada di sebuah gang kecil, yang merupakan jalan pintas tercepat menuju rumahnya. Mengingat hari sudah mulai malam, ia segera bergegas. Meski ragu, ia memutuskan untuk tetap melangkah ditengah suasana mencekam.

Langkahnya mulai melambat saat ia teringat sesuatu, ia lupa. Jikalau malam, gang ini akan beralih fungsi menjadi tempat nongkrong anak-anak geng motor yang Sasya tak tahu namanya. Menurutnya, geng motor selalu identik dengan kekerasan, balapan liar, pergaulan bebas, dan masih banyak lagi hal buruk lainnya.

Karena melamun sedari tadi, Sasya tak menyadari ia telah dekat dengan keberadaan geng yang sangat ia takuti.

Tepat 10 meter dari segerombolan anak geng motor itu, mendadak kaki Sasya lemas, keringat dingin mulai bercucuran dipelipisnya. Suasana tambah mencekam saat satu orang menengok ke arahnya, disusul manik mata yang lain. 

Sasya mematung, kakinya memaku ditempat. Langkahnya benar-benar berat. Rasa takut menjalar keseluruh tubuhnya, kemudian hinggap pada sebuah anggapan terburuk. Bisa saja besok, namanya akan terpampang di surat kabar maupun televisi yang menyiarkan berita "ditemukannya mayat seorang gadis berusia 17 tahun, korban pembunuhan sekelompok geng motor yang keberadaannya masih buron..."

Memikirkan hal itu, Sasya menggelengkan kepala. Sasya sadar, keberadaannya telah mengusik ketenangan geng itu. Walaupun gang ini merupakan jalanan umum. 

Tapi, tetap saja Sasya yang salah. Kenapa anak gadis sepertinya keluyuran malam-malam begini.

Ini semua gara-gara Alan! Coba aja dia nggak mutusin aku dan nggak ninggalin aku ditengah jalan! Semuanya nggak akan seperti ini!

Sasya menyalahkan Alan, mantan pacarnya 30 menit yang lalu. Sebenarnya Sasya pura-pura meminta putus pada Alan, hanya untuk mendapat sebagian kecil dari perhatiannya. 

Namun, hal tak diinginkan malah terjadi. Alan mengiyakan permintaan Sasya. Parahnya lagi, Alan meninggalkan Sasya seorang diri di tengah jalan. 

Naas, kesialannya tak hanya disitu. Ponselnya kehabisan baterai dan uang saku yang ia bawa dari rumah, telah ludes ia gunakan untuk mentraktir temannya karena kalah taruhan.

"Sial!" Sasya menghentakkan kakinya, lalu membalikkan badan. Tanpa ancang-ancang, ia berlari sekuat tenaga.

Bruk!

Tubuhnya menabrak sesuatu yang keras, kepalanya berdenyut-denyut. Apa yang ia tabrak adalah sesosok laki-laki yang tengah menatap garang ke arahnya.

Sasya mundur kebelakang, dengan tangan masih memegangi kepala. Wajahnya pucat pasi, ia tak mengira akan bertemu dengan orang-orang jahat di gang sempit ini. 

Sasya merapalkan doa semampu yang ia bisa, ia berharap saat membuka mata sudah berada di kasur empuknya.

Namun, saat Sasya mengerjapkan mata. Ia masih berada di tempat gelap ini dan tidak bergeser 1 senti pun dari posisinya berdiri.

Samar, ia melihat sosok pria yang tadi ia tabrak. Pria itu tengah menatap ke arahnya, sorot mata tajam yang mengintimidasi.

Nampaknya ia marah karena Sasya telah menabraknya. Sasya mengurungkan niatnya untuk kabur, di belakangnya sudah ada anak geng yang mendekat ke arahnya.

Penyatu Rasa [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang