PENYATU RASA
"Bener ya, baiknya seseorang itu cuma di awal doang!"
—Sasya Anastasya
_______________________"Kak! Jangan bikin gue takut!" teriak Sasya, namun Raka menulikan telinganya. Lokasi mereka yang sudah jauh dari tenda, menyurutkan nyali Sasya.
Gawat, gue udah jauh dari yang lain.
"Kak Raka!" bentak Sasya yang sudah tak kuat lagi diseret oleh Raka.
"Oke gue lepas, ngga usah teriak-teriak disini ngga bakal ada yang denger." ucap Raka lalu melepas cengkramannya pada lengan Sasya.
"Kak Raka ngapain sih! Pake nyeret-nyeret segala, diomongin baik-baik kan bisa!" sembur Sasya seraya mengusap lengannya yang terasa sakit, belum lagi goresan dari semak-semak berduri.
"Gue cuma mau ngomong empat mata sama lo, disini." sambung Raka dengan pandangan mata menusuk.
"Tapi ngga gini caranya Kak! Gue takut!" jawab Sasya dengan bibir bergetar, tanpa sadar air mata keluar dari netranya.
"Ngga usah takut, gue cuma mau bilang Danendra itu bukan anak sultan seperti yang lo pikirin. Dia itu cowok ngga bener, pemakai dan gonta ganti pasangan. Lo cewek baik-baik, gue ngga mau lo jadi korban selanjutnya Sya, plis jangan takut sama gue ya. Gue bakal jagain lo kok, lo sama gue aja ya Sya," gamblang Raka yang sukses membuat Sasya mendelik.
Tangan pria itu terulur, hendak menggenggam jemari Sasya yang segera ditepis olehnya.
"Kakak ngga usah macem-macem! Gue pikir Kakak orang yang baik, ternyata gue salah. Lo orang kurang ajar yang ngga ada bedanya sama Alan!" hardik Sasya yang sudah kelewat marah atas pengakuan Raka.
Terlepas dari benar atau tidaknya penuturan Raka, cara menyampaikan pendapatnya aja yang salah.
"Gue ngga bakal nyakitin lo kok Sya, gue ngga sebajingan Danendra," bela Raka.
"Cukup! Gue baru pertama kali ketemu sama cowok semenjijikan Lo!"
Darah Sasya mendidih, dia tak mau Danendra dijelek-jelekkan oleh Raka. Apalagi Raka adalah orang kepercayaannya Danendra, dia itu kan sahabatnya Danendra. Sasya menggeleng-gelengkan kepala, dia tak habis pikir akan ucapan Raka barusan.
Gelap gulita, untung saja cahaya rembulan menerobos celah-celah pohon yang tinggi menjulang. Sasya menoleh ke kanan dan ke kiri, sial! Gue ngga tau jalan keluar dari hutan ini.
"Ck! Lo emang cewek bodoh! Keras kepala! Ngotak dong lo, gue udah baik-baik ngomongin lo!" caci Raka dengan bahasa kasar.
Sasya mengerutkan keningnya, bahkan rasa takut yang tadi memenuhi raganya seketika sirna.
"Lo Raka bukan sih?! Gue ngga sebodoh itu kali, lo itu cuma bisa ngancem doang tanpa ada pembuktian. Ya mana bisa gue percaya gitu aja! Mikirlah bego!" timpal Sasya tak terima dikatai dia bodoh.
"Cih, lagi pula setelah dipikir-pikir. Kak Huda lebih baik, ketimbang lo!"
Deg!
Ucapan itu lolos dari bibir tipis milik Sasya, hal itu membuat Raka menggeram.
"Enak aja! Huda cuma anak polos yang ngga tau apa-apa! Dia cuma manfaatin kekayaan Danendra, dia cuma jadi badut tongkrongan doang! Lo tau apa soal dia? Kenapa harus Huda yang lebih baik? Ck!" desis Raka membabi buta.
Tenangnya hutan digantikan debat panjang oleh Sasya dan Raka.
"Terus Kakak ngerasa lebih baik dari Danendra?" sindir Sasya mengundang terkaman maut.
"Kalau itu, gue jamin gue melebihi apapun yang Danendra punya. Lagi pula, lo cewek ngga tau diri yang pernah gue temuin! Harusnya lo mikir lah anjing! Mana ada cowok mau nunggu sejam buat nunggu lo doang! Kalo bukan Danendra, lo bukan siapa-siapa anjing! Gue juga ngga mau bocil kayak lo ikut! Nyusahin rombongan doang!"
Deg!
Sasya semakin terkejut, kenapa Raka jadi seperti ini?
"Lo bukan queen disini, lihat kan, hilangnya lo ngga berarti apa-apa buat yang lain!"
"Kak Raka! Harusnya kalo kakak ngga ikhlas, ngga usah jemput gue! Gue kesini karna diajak Danendra!" teriak Sasya yang sudah kelewat marah, air mata bercucuran di pipinya.
Raka terlalu bajingan untuk sosok yang tadinya dinilai baik oleh Sasya, kata-kata yang menyakiti hati Sasya seakan anak panah yang ditembakkan dari kejauhan. Bertubi-tubi dan tertancap tepat ke dalam hati Sasya, mengoyak rasa percaya bahwa Raka pasti bisa melindunginya.
"Gue salah! Gue salah nganggep lo cowok baik! Gue salah!" rintih Sasya dengan tubuh yang mulai bergetar.
Keheningan hutan disambut oleh tangisan Sasya, menyayat sekaligus membangunkan bulu kuduk yang mulanya bersemayam dengan tenang.
WUSH!
Angin mulai berhembus nakal, hawa dingin menyeruak masuk menembus kain yang mereka pakai.
"Kalian ngapain? Tadi gue kayak denger suara mbak kun deh dari sini—"
Suara bariton itu mengagetkan mereka, kedatangannya seolah disambut oleh alam.
"Kak Huda! Huhu!" teriak Sasya lalu menubruk tubuh tinggi tegap laki-laki itu.
"Ni bocah kenapa dah? Gue sumpek nyet! Awas ingus lo nempel ke jaket gue, jijik anjir!" tukas Huda yang masih syok akan perlakuan Sasya.
Sementara Raka menatap Huda dengan memicingkan matanya, lalu pergi begitu saja tanpa memberi penjelasan pada Huda.
"Hei! Gue bilang kan tadi, jangan masuk ke hutan! Bahaya, lo malah kesini. Untung lo sama Raka tadi— Kalo ngga, abis lo dilahap piton," was-was Huda dengan sedikit candaan diwaktu yang salah.
"Gue takut Kak—" lolong Sasya, isakan gadis itu semakin kencang.
"Woy bocah! Lo kenapa?" tanya Huda semakin kebingungan.
"Maafin gue Kak, gue ngga bakal ngerepotin kalian lagi. Abis turun, gue mau langsung pulang. Kak Huda mau langsung pulang ngga? Gue ikut sama kakak aja ya?"
"Oi! Kesambet apa sih lo? Disini kita mau seneng-seneng, kenapa tiba-tiba lo mau pulang hah?"
Sasya memeluk Huda sangat erat. Dalam lubuk hatinya Sasya merindukan kakaknya, Ramdan.
••••
Raka, gue pikir lo orang baik. Kenapa lo jadi kayak gini? Apa salah gue Kak? Kenapa lo harus jadi pria bajingan dimata gue? Gue pikir lo angel ternyata lo demon!
Gue ngga mau di treat like a queen kak, gue cuma butuh pertolongan lo karna Danendra sampe sekarang belum menampakkan batang hidungnya.
Ca, gue mau curhat ke lo. Tapi gue takut ngerusak suasana hati lo yang lagi anget-angetnya bareng Kenzo.
Sementara, di samping gue. Huda— Kak Huda.
Kenapa orang baik kayak lo, justru terlihat jahat di awal? Kak Huda, kenapa lo selalu ngajakin gue ribut mulu pas ngobrol? Tapi tadi lo udah nyelametin gue dari si topeng itu—
Sasya menatap lekat Huda yang tengah memainkan gitarnya, cahaya api unggun memantul di wajahnya. Kebersamaan ini, membuktikan bahwa Huda bukanlah orang jahat seperti yang Sasya kira.
=====================
PENYATU RASA
11 Oktober 2021
=====================
KAMU SEDANG MEMBACA
Penyatu Rasa [Selesai]
Romance⚠ CERITA LENGKAP ☑ FOLLOW SEBELUM BACA Danendra Ardana. Kehadiran lo dalam hidup gue bener-bener ngebuat gue bingung, kenapa lo jahat sekaligus baik? Banyak pertanyaan yang harusnya gue cari tahu kebenarannya, tapi lo ngga pernah menjadi satu sosok...