"Reth, lo dibully sama Sonya?"
Retha mau tak mau mengangguk sebagai jawaban. Gadis itu masih sibuk membersihkan diri sembari menatap cermin.
"Gila emang Sonya, luarnya aja sok polos tau-taunya dalemnya busuk." Prilly geleng-geleng kepala, heran kenapa ada manusia spesies Sonya.
"Makanya jangan nilai orang luarnya doang," Retha menanggapi. Gadis itu lantas membasuh mukanya yang terlihat kusam. "Gue sih udah nebak dari awal, kalo Sonya nggak se polos yang orang-orang kira."
Prilly manggut-manggut, "Trus, lo nggak mau ceritain ini ke Glen?"
Retha menoleh pada Prilly, "Belum saatnya, kalo gue cerita sekarang yang ada Glen nggak percaya. Lo tahu 'kan gimana sensitifnya dia kalo udah menyangkut Sonya?"
"Pacar lo doang emang yang kayak gitu," balas Prilly menjawab.
Retha terkekeh pelan, "Udah ah, balik ke kelas yuk? Gue takut kalo ada guru masuk, nanti kita kena omel."
Prilly mengangguk, kedua gadis itu lantas keluar dari toilet. Namun mereka dikejutkan dengan keributan yang terjadi di lapangan.
Retha dan Prilly saling pandang, karena rasa penasaran mereka akhirnya mereka berjalan ke arah lapangan yang sudah di padati para siswa.
Dan betapa terkejutnya Retha ketika melihat kakaknya, Zico tengah adu tonjok dengan seorang cowok yang tidak ia ketahui namanya.
"Lo boleh hina gue tapi jangan hina orang tua gue, bangsat!" Gertak laki-laki bernama Zico tersebut, raut marah terlihat jelas diwajahnya.
"Itu Kak Zico 'kan? Gila, mereka kenapa berantem kayak gitu sih?" Tanya Prilly yang tidak di balas oleh Retha.
Gadis itu mengigit bibir bawahnya, cemas. Retha khawatir jika keributan yang dibuat kakaknya bisa berakibat buruk pada cowok tersebut. Ingin sekali Retha menghentikan ini, namun Retha ingat kata-kata Zico satu tahun lalu.
"Di sekolah jangan sampai ada yang tahu lo itu adik gue, kalo sampai ada gue hajar lo abis-abisan!"
Retha semakin cemas, bagaimana ini? Ditengah kecemasannya, pak Martin selaku guru paling galak dan tegas itu datang marah-marah dan mencoba memisahkan mereka.
" ZICO, DICKY! KALIAN INI UDAH KELAS 12, DIMANA ETIKA KALIAN?!"
Kecemasan Retha bertambah ketika pak Martin menyuruh kakaknya dan cowok bernama Dicky itu untuk menuju ruangannya. Retha yakin pasti di dalam sana, pak Martin akan marah-marah dan meminta penjelasan. Ini gawat, kakaknya yang temperamental itu paling tidak suka jika urusannya dicampuri, Retha khawatir jika Zico tidak bisa menahan amarahnya yang memuncak.
Bisa jadi cowok itu membuat keributan yang lebih dari ini.
Ketika Retha ingin bersuara dan menghentikan pak Martin untuk tidak membawa kakaknya pergi, Zico malah berjalan ke arah berlawanan. Cowok itu bukannya jalan ke ruangan gurunya, tapi malah berjalan menuju ke arah kantin.
"Zico, mau kemana kamu?!" Tanya pak Martin dengan suaranya yang sedikit meninggi.
"Bukan urusan lo." Jawab Zico cuek lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Pak Martin menghembuskan napas beratnya, menghadapi murid seperti Zico harus ekstra sabar.
"Kalian semua kenapa masih di sini? Balik ke kelas masing-masing, sekarang!" Perintahnya pada segerombolan siswa-siswi termasuk juga Retha.
Gerombolan siswa-siswi itu perlahan memisahkan diri, namun tidak bagi Retha. Gadis itu masih setia memandangi punggung Zico yang mulai menjauh, lalu tanpa sadar Retha berlari mengejar cowok itu.
Tidak mengindahkan teriakan Prilly yang memanggil-manggil namanya untuk kembali.
"Kak Zico!" Entah karena keberanian apa, hingga di sini Retha sekarang. Sebelumnya Retha tidak pernah melakukan ini karena ingat kata-kata kakaknya, tapi sekarang Retha benar-benar khawatir.
Cowok dengan tubuh kekar serta rambutnya yang berantakan itu pun menoleh. Matanya yang tajam bak elang menatap manik teduh milik Retha.
"Kak Zico nggak apa-apa? Tadi aku lihat kakak di pukul banyak banget. Ada yang sakit kak? Ayo, Retha obatin." Ucap Retha dengan nada khawatir disetiap kalimatnya.
"Nggak usah peduliin gue." Kalimat dingin itu meluncur bebas dari bibir laki-laki dingin yang berstatus sebagai kakak Retha.
Retha menghembuskan napas, "Tenang aja kak, aku nggak bakal bilang ke siapa-siapa kalo kakak itu kakak aku kok. Yang terpenting luka kakak bisa di obati."
"Kenapa lo peduli?" Zico berjalan mendekat ke arah Retha, tatapannya masih tajam seperti biasa. "Sedangkan gue aja nggak mau peduli tentang lo sedikitpun!"
Zico memojokkan Retha hingga punggung gadis itu membentur tembok. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal.
Cowok itu lantas meninju tembok persis di sebelah kiri Retha membuat gadis itu mengalihkan kepala agar tak tertonjok.
"Berhenti ngurusin gue dan urusin hidup lo yang nggak guna itu!" Setelahnya Zico berlalu pergi.
Retha hanya bisa diam mematung dengan degup jantungnya yang berpacu cepat dan keringat yang meluncur dari pelipisnya.
***
"Muka lo kenapa? Kusut kumat kayak nggak di kasih jatah sama istri."
Glen menoleh sekilas pada Juan, teman seperjuangannya selain Alden dan Dino.
"Gue," Glen memberi jeda pada ucapannya, cowok itu menghembuskan napas yang terasa berat. "Desperate."
"Kenapa? Retha masih marah sama lo?" Alden yang sedari tadi sibuk memainkan game di ponselnya itu bertanya bingung.
Glen mengangguk, "Dia bahkan minta gue buat jauhin dia dulu, gue emang se keterlaluan itu ya?"
"Yee si goblok baru nyadar." Sindir Dino, cowok itu menyudahi kegiatannya yang tengah melihat-lihat cewek cantik di instagram. "Selama lo pacaran sama Retha, lo pernah ada waktu nggak buat dia? Lo pernah denger dia curhat ke lo nggak? Lo selalu mentingin Sonya 'kan?"
Glen diam beberapa saat. Cowok itu menimang-nimang ucapan Dino dan memikirkannya. Yang dibilang Dino ada benarnya, selama ini Glen selalu salah dalam bertindak.
"Tapi 'kan, kalian tahu 'kan posisi gue gimana?" Glen menatap teman-temanya bergantian, berharap menemukan jawaban yang pas dari mereka.
"Tapi lo nggak harus lebih mentingin Sonya, cewek mana yang nggak sakit hati liat pacarnya lebih mentingin cewek lain sekalipun dia sahabatnya?" Kini Alden bersuara, diantara yang lain Alden yang paling tahu tentang hubungan Glen dan Retha. "Gini Glen, bayangin kalo lo ada di posisi Retha, gimana perasaan lo. Bakal baik-baik aja?"
"Tapi, Sonya sahabat gue dari lama. Maksud gue dibanding Retha, gue udah sama-sama sama Sonya. Lo ngerti 'kan maksud gue?"
"Gue tahu," respons Juan. Cowok itu membenarkan kacamatanya yang melorot. "Gue tahu sebelum sama Retha lo emang udah sama Sonya, tapi lo yang nembak Retha waktu itu 'kan? Itu artinya lo udah siap buat berkomitmen sama dia, tapi sikap lo justru kebalik, lo malah acuhin Retha dan lebih priotasin Sonya."
"Kita juga tahu Glen, Sonya yatim piatu dan nggak punya siapa-siapa selain lo. Tapi lo lupa satu hal, bukannya lo yang bilang kalo Retha yatim piatu juga? Trus kenapa lo lebih mentingin Sonya ketimbang Retha yang notabene nya pacar lo sendiri?" Sepertinya ucapan Juan kali ini benar-benar menohok Glen. Terbukti jika Glen hanya diam.
"Jangan ngira karena Retha punya abang dia bakal baik-baik aja. Jangan ngira Retha yang nggak pernah nuntut dan keliatan sedih di depan lo, cewek itu baik-baik aja." Alden menghembuskan napas. "Ingat Glen, cewek kayak Retha nggak sekuat yang lo kira."
Skakmat. Glen tidak bisa berkata apa-apa sekarang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
About Retha [ SELESAI ]
Teen Fiction"Glen, ngedate nya jadi 'kan?" "Maaf Reth, aku ada janji sama Sonya. Lain kali ya." ____________________________________________ Tentang Retha yang selalu dinomorduakan oleh Glen, pacarnya. Tentang Retha yang tahu bagaimana sakitnya sendirian. Ten...