_11_

32.4K 2.8K 264
                                    

"Engga! Retha nggak mau kehilangan ayah bunda, kalian harus selamat!"

"Nggak mungkin, ayah bunda nggak mungkin meninggal!"

"Retha nggak mau sendirian, Retha mau sama ayah bunda!"

Racauan demi racauan keluar dari mulut Retha. Gadis itu tengah tertidur, tapi mimpi buruk itu datang menganggu tidurnya. Retha selalu berteriak histeris dan ketakutan. Mimpi itu membawanya ke masa lalu dimana ia mengalami kecelakaan.

"Retha, ada apa? Kenapa teriak-teriak?" Brian yang mendengar jeritan Retha lantas berlari terburu-buru ke kamar gadis itu.

Retha tak menjawab, matanya masih mengatup rapat. Keringat dingin meluncur deras membasahi pelipis Retha. Gadis itu juga terus menggumamkan sesuatu.

Brian menyentuh kening Retha dan betapa terkejutnya ia ketika sadar jika tubuh Retha sangat panas.

"Ternyata demam," ucap Brian, cowok itu menghela napas. Lalu ia turun dari kamar Retha dengan membawa kompresan untuk Retha.

Brian meletakkan sebujur kain yang basah ke kening gadis itu. Mengusap lembut pucuk kepala Retha.

Sepertinya gadis itu habis mimpi buruk.

"Ada apa?" Brian menoleh ketika suara itu mengagetkannya.

"Retha demam." Jawab Brian atas pertanyaan yang diajukan Zico.

Cowok itu masuk ke dalam kamar adiknya untuk yang pertama kalinya. Melihat wajah pucat Retha dengan kain yang menempel di kening gadis itu.

"Lo nggak pernah tahu kalo selama ini Retha selalu mimpi buruk?" Tanya Brian, pandangannya masih fokus pada Retha.

Pertanyaan Brian terdengar sederhana, namun entah kenapa Zico sangat sulit untuk menjawab.

"Gue nggak tahu." Akhirnya kalimat jujur itu yang keluar dari Zico.

"Bukan hanya lo, gue juga nggak tahu." Brian menghembuskan napas yang terasa berat. "Tapi seharusnya lo tahu karena selama ini dia tinggal sama lo."

"Gue nemuin gunting, cutter, bahkan pisau di lacinya. Gue yakin Retha sering lukain dirinya sendiri pake alat itu." Ucap Brian lagi.

Napas Zico tercekat, entah kenapa dadanya tiba-tiba terasa sesak. Bibirnya sulit untuk mengatakan satu kata pun. Zico terasa ingin mati mendengar penjelasan sang kakak tadi.

Ternyata selama ini Retha sering melukai dirinya sendiri. Dan parahnya lagi, Zico sama sekali tidak tahu.

"Adik kita ternyata selemah itu ya, Zic?" Suara Brian tiba-tiba melunak. "Gue serasa gagal jagain dia."

Mendengar itu dada Zico bertambah sesak. Dia yang selama ini menyiksa adiknya, dia yang selama ini menyakiti cewek tersebut. Ini semua salahnya.

"Gue yang salah," Zico menjawab. "Gue yang brengsek banget yang selama ini nyakitin dia."

"Gue juga brengsek, gue nggak pernah mau pulang ketika Retha minta gue pulang. Gue bahkan sama sekali nggak pernah bales pesan-pesan dari dia." Brian menambahi.

Malam ini kedua kakak beradik itu tertampar akan kenyataan. Sikap yang keliru yang selama ini mereka tunjukan, justru menyakiti adik perempuan mereka.

"Kak Brian, Kak Zico. Jangan nangis." Kedua cowok itu serempak menoleh pada Retha yang entah sejak kapan terbangun.

"Maaf." Ucap mereka bersamaan.

Retha bangun dari tidurnya, gadis itu menatap kedua kakaknya dengan air mata yang meluncur deras membasahi pipinya.

"Jangan," ucap Retha. Dadanya juga ikut terasa sesak. Melihat kedua kakaknya yang tertunduk membuat batinnya ikut tersiksa.

About Retha [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang