_44_

32.4K 2.4K 106
                                    

Nyatanya, aku masih bisa saja berpura-pura.
Karena ternyata rela tak semudah kata.

***

Retha melangkahkan kakinya di sepanjang koridor sekolah. Gadis itu menggunakan penutup kepala dan juga masker.

Harus menerima kenyataan jika sewaktu-waktu rambutnya akan rontok, Retha harus berjaga-jaga.

Gadis itu dengan langkahnya yang pelan, kepalanya yang tertunduk. Entah kenapa akhir-akhir ini keberaniannya mulai kembar pudar.

Namun ketika satu langkah lagi ia memasuki kelasnya, seseorang menarik penutup kepalanya hingga lepas. Sontak sebagian kepala Retha yang sudah tak tertutupi rambut itu terlihat.

"Kok lo jadi gundul sih? Penyakitan lo?" Suara yang sangat Retha kenal. Iya itu Sonya.

"Jangan ganggu gue Nya, gue ngga ada waktu buat berdebat sama lo." Jawab Retha, merebut kembali penutup kepalanya.

Namun dengan kurang ajarnya Sonya malah menarik masker yang dipakai Retha membuat seluruh wajah pucat Retha terpampang jelas.

"Nggak nyangka lo beneran sakit, pasti umur lo nggak akan lama lagi 'kan?" Perkataan itu mungkin bisa menyakiti Retha, tapi ini Retha yang hatinya sudah mati rasa.

Bisik-bisik mulai terdengar, kini siswa-siswi mulai membicarakan dan mempertanyakan penyakitnya.

"Itu Retha sakit apa ya?"

"Halah paling dia cuma caper, kalaupun dia bener-bener sakit gue doain semoga dia cepat mati." Celetukan lain terdengar begitu bebas di telinga Retha.

"Itu tuh karma dari Tuhan buat dia!"

Muak mendengar hal-hal buruk dan menyakitkan itu terus terdengar olehnya, Retha akhirnya memutuskan untuk pergi dari sana. Gadis itu berlari, menahan sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya.

Namun tiba-tiba saja tangannya dicekal, membuat seketika laju larinya terhenti.

Glen menangkup pipi Retha, "Bilang sama gue lo sakit apa? Reth, jangan bikin gue bingung karena lo diem aja kayak gini."

Retha melepaskan tangan Glen dari pipinya, "Ini sama sekali bukan urusan lo, Glen."

"Ini jelas urusan gue!" Suara Glen tiba-tiba meninggi. "Lo pikir semudah itu buat gue untuk lupain lo? Setelah semua yang kita lakuin bersama, lo pikir gue nggak tersiksa setiap saat betapa rindunya gue ke lo?"

"Gue emang kelihatan nggak punya hati, tapi gue bisa apa? Ketika bokap gue sendiri adalah bahaya terbesar buat lo, gue bisa apa selain nurutin kemauan dia Reth?" Napas Glen memburu, rasa marah, lelah dan putus asa terlihat jelas dimatanya.

Retha mengerjapkan matanya sesaat, melihat keputus-asaan Glen membuat dadanya ikut merasa sesak.

"Sampai sekarang lo masih menjadi seseorang yang spesial buat gue. Gue berusaha untuk mencintai Sonya, gue berusaha buat Sonya terasa spesial buat gue tapi itu sulit untuk gue, Reth." Ujar Glen lagi.

"Gue emang bukan lagi pacar lo, tapi apa salah kalo gue ingin tahu apa yang sedang lo alami sebagai orang yang pernah ada di dalam hidup lo?"

About Retha [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang