"Maksud lo apa sih narik-narik tangan gue? Gue belum kasih pelajaran buat Retha!"
"Tapi Retha itu adik gue, gue gak bisa biarin lo nyakitin dia!" Balas Zico. Cowok itu berusaha menetralkan amarahnya.
Sonya berdecak, "Lo mau gue laporin ke om Dirga? Lo mau nyawa adik lo jadi taruhannya?"
Berurusan dengan cewek licik seperti Sonya adalah kesialan tersendiri bagi Zico. Apalagi ketika tahu jika Sonya punya hubungan yang erat dengan Dirga, ayah Glen.
Pantas saja, prioritas utama Glen adalah Sonya. Gadis itu sangat disayang dan di perhatikan oleh keluarga terpandang tersebut. Tapi mau bagaimanapun itu, sikap Glen yang tidak adil pada Retha tetap saja salah.
Zico mengusap wajahnya kasar, "Mau lo apa sih? Belum puas nyakitin adik gue?"
Sonya tertawa sinis, gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Mau gue? Lo bantuin gue pisahin Glen sama Retha. Gimana?"
Zico menatap tak percaya pada Sonya. Gadis itu benar-benar licik dan punya banyak rencana jahat. Dan anehnya tidak ada seorangpun yang menyadari sikap cewek itu.
Terlihat polos namun diam-diam menghanyutkan.
"Lo udah tunangan sama Glen 'kan? Trus lo mau apalagi?" Tanya Zico heran.
"Udah nggak usah banyak tanya, bisa? Tinggal lo ikutin aja perintah gue apa susahnya sih?" Sonya memutar bola matanya malas. Menurutnya Zico terlalu ribet.
Zico menghembuskan napas lelah, ia benar-benar bingung. Jika ia tak menuruti kata-kata Sonya, cewek itu akan mengadukannya pada Dirga.
Zico tidak masalah jika nyawanya yang jadi taruhan, tapi ini Retha. Ia tak bisa membiarkan apapun terjadi pada adiknya.
Cowok itu memandang Sonya seperkian detik. "Oke, gue bakal turutin perintah lo. Tapi dengan syarat lo nggak boleh sakitin Retha sedikitpun."
Sonya tampak tertawa, gadis itu mengangguk atas ucapan Zico. "Bagus, gue suka kalo lo nurut."
Setelahnya cewek itu berlalu pergi meninggalkan Zico yang termenung memikirkan kata-katanya.
Zico mengacak rambutnya, cowok itu tampak gusar. "Maafin gue, Reth. Gue lakuin ini demi kebaikan lo."
***
Retha mengucap syukur beribu-ribu kali karena ia berhasil keluar dari perpustakaan yang terasa pengap karena kehadiran Glen.
"Mau pulang bareng?" Dan kali ini, Retha benar-benar terjebak di situasi yang sama.
"Gue bisa pulang sendiri," tolaknya.
"Ponsel lo mati, gimana lo bisa hubungin taksi atau ojol?" Retha berdecak karena ucapan Glen ada benarnya. Ralat! Tapi seratus persen memang benar.
"Nggak papa, gue bisa jalan kaki." Alasan tidak logis yang membuat Retha malu seketika. Mana mungkin cewek itu sanggup jalan kaki ketika rumahnya sangat jauh?
"Rumah lo jauh, yakin mau jalan kaki?" Glen bersikekeh.
Retha berdecak, "Mau lo apa sih?"
"Mana tangan lo?"
Retha menyodorkan tangannya, menatap Glen dengan pandangan bingung.
Glen tersenyum, "Ayo pulang."
Kedua sejoli menelusuri koridor sekolah yang terlihat sangat sepi. Wajar saja, ini sudah hampir jam lima sore itu sebabnya sekolah sepi.
"Tumben?" Retha menatap Glen.
Glen mengangguk paham, "Bawa motor lebih asyik. Ayo naik."
Retha mengangguk, dengan perlahan gadis itu menaiki motor Glen. Setelah memastikan Retha sudah menaiki motornya dengan aman, Glen segera melajukan motornya menerobos sejuknya udara senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Retha [ SELESAI ]
Teen Fiction"Glen, ngedate nya jadi 'kan?" "Maaf Reth, aku ada janji sama Sonya. Lain kali ya." ____________________________________________ Tentang Retha yang selalu dinomorduakan oleh Glen, pacarnya. Tentang Retha yang tahu bagaimana sakitnya sendirian. Ten...