_43_

31.4K 2.6K 139
                                    

Pagi-pagi sekali Retha sudah dikejutkan dengan kehadiran Zico dan berbagai hiasan memenuhi kamarnya.

Sejenak Retha ingat, hari ini adalah hari ulang tahunnya. Tidak ada yang spesial, mengingat bagaimana kondisinya sekarang.

"Seharusnya lo gak perlu repot-repot nyiapin semua ini, Sen." Ujar Retha dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Ini ulang tahun pertama lo di rumah gue, gue pengin ini jadi hari ulang tahun lo yang paling spesial buat lo, Tha." Jawab Arsen sembari tersenyum manis.

Retha tersenyum kecut, "Lebih tepatnya ini hari ini adalah hari terakhir gue ngerayain ulang tahun gue. Nggak lama lagi gue bakal nggak ada 'kan?"

"Retha, lo nggak boleh ngomong gitu. Lo pasti sembuh, mulai sekarang gue janji bakal akan selalu ada buat lo." Tutur Zico lembut sembari mengelus kepala Retha penuh sayang.

"Retha nggak butuh janji, karena janji nggak bisa menjamin apa-apa. Retha nggak mau berharap lebih ke Kak Zico, tapi Kak Zico harus tahu, laki-laki itu yang dipegang omongannya. Kalo kakak nggak bisa lakuin apa yang kakak bilang, selamanya Retha nggak akan pernah percaya sama Kak Zico lagi." Tutur Retha panjang lebar. Merasa sedikit lega karena ia bisa mengutarakan apa yang ia rasakan selama ini tepat di hadapan kakaknya.

Zico terdiam beberapa saat, cowok itu merenungi kata-kata adiknya. Mendadak rasa bersalah itu menghimpit dadanya hingga menjadi sesak. Kalimat-kalimat tadi seakan mengingatkannya akan tanggung jawabnya pada Retha. Tanggung jawab yang seharusnya ia lakukan sedari dulu, namun Zico sepenuhnya sadar jika ia benar-benar sudah kelewatan.

Cowok itu bahkan mungkin tak pantas untuk dimaafkan.

"Kakak minta maaf, mungkin lo benci denger kata-kata itu dari mulut gue. Tapi nggak ada yang mewakilkan kesalahan gue selain kata-kata itu." Zico menunduk, menahan mati-matian cairan bening yang hendak keluar. "Lo boleh sebut kakak apa aja, brengsek, bajingan atau kata-kata lainnya. Gue nyesel Reth, gue nyesel kenapa gue nggak bisa jadi kakak yang baik buat lo. Gue nyesel kenapa orang jahat ini harus jadi seorang kakak buat adik seperti lo. Gue gak pantes, gue gak pantes jadi kakak lo, Reth."

Akhirnya apa yang Zico tahan mati-matian luruh juga, Zico tidak bisa lagi menahan pertahanannya. Cowok itu menangis dengan bahu bergetar penuh penyesalan.

"G-gue....Gue selalu berpikir apa yang gue lakuin ke lo adalah tindakan yang benar. Gue hanya nggak mau Sonya atapun Dirga nyakitin lo, karena gue tahu seperti apa mereka. T-tapi bukannya lo terluka karena mereka, lo malah terluka karena gue. Gue yang udah buat lo sakit, pasti sakit banget buat lo ketika kakak lo sendiri yang nyakitin lo 'kan?" Zico memberanikan diri menatap Retha, namun melihat luka dan kekecewaan di mata gadis itu membuatnya tak sanggup untuk berlama-lama menatap adiknya itu.

"Bahkan, Kak Brian nggak dateng ngucapin selamat ulang tahun ke Retha? Apa dia bener-bener ngira kalo Retha pura-pura sakit?" Retha memandang lurus dengan tatapan kosong. Berharap seseorang bisa menjawab pertanyaannya.

"Mungkin Brian nggak dateng, tapi gue dateng untuk lo." Zico mengenggam tangan Retha. "Jangan sedih, sedih nggak cocok buat muka cantik adek gue. Senyumnya mana?"

Retha menatap Zico, gadis itu balas menggenggam tangan hangat kakaknya. Mengangguk lalu tersenyum manis seperti perintah kakaknya, setidaknya ia merasa bahagia hari ini. Jauh-jauh hari sebelumnya, Zico tidak ada untuknya dan Retha harap kakaknya itu akan selalu menemaninya sampai nanti ajal menjemputnya.

Arsen yang melihat itu tak kuasa menahan senyumnya, ternyata tidak salah membawa Zico untuk datang terbukti dengan Retha yang sangat bahagia kedatangan kakaknya.

"Gue janji Tha, gue bakalan wujudin semua impian lo yang belum tercapai." Gumam Arsen sembari tersenyum menatap Retha.

***

About Retha [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang