_32_

29.6K 2.3K 109
                                    

Arsen berdiam diri sembari menatap langit-langit malam yang gelap gulita tak ada bintang-bintang. Hembusan angin malam yang seakan-akan sampai menusuk tulang tak membuat Arsen pergi ke lain tempat dari balkon ini.

Cowok bersurai hitam itu mengacak rambutnya pelan, pundaknya terlalu berat untuk sekedar ia topang. Entah apa, namun bayang-bayang itu terus datang mengusiknya tanpa tahu malu.

"Sen."

Hingga suara lembut yang menyejukkan hati itu menyapa namanya membuat kepalanya seketika menoleh pada gadis berwajah ayu tersebut.

"Kenapa?" Bola mata Arsen bergerak mengikuti kemana Retha akan pergi. Gadis itu berdiri di sampingnya, wajahnya yang tentram membuat hati Arsen seketika damai.

"Lo nggak apa-apa?" Seakan mengerti keadaannya, bibir cantik itu bertanya lembut nan menenangkan.

Sudut bibirnya terangkat membentuk seulas senyum, "Kalo gue bilang gapapa ntar kedengerannya kayak cewek. Gue jujur aja, gue gak baik-baik aja."

Retha terkekeh pelan, gadis itu mengangguk mengerti. "Lagi kangen sama orang tua lo 'kan?"

"Kayaknya semua cewek harus peka kayak lo deh, Tha." Celetuk Arsen tanpa menjawab pertanyaan Retha sebelumnya.

"Arsen," Retha menggenggam tangan Arsen. "Gue serius."

Genggaman lembut itu membuat Arsen sempat mematung di tempat seperkian detik. Ini gila, karena jantungnya berdetak tak karuan hanya karena sentuhan hangat tangan Retha.

Arsen memang tidak pernah jatuh cinta sebelumnya, tidak pernah jantungnya berdebar hebat saat dekat dengan perempuan mana pun. Kali ini Arsen harus mengakui jika untuk pertama kalinya ia jatuh cinta kepada seorang perempuan dan perempuan itu tidak lain adalah Retha.

"Kayaknya kalo kita nikah pasti bakal lucu ya, Tha. Coba deh bayangin gimana muka anak-anak kita pasti lucu-lucu banget."

"Arsen!" Sentak Retha sembari mencubit lengan Arsen keras.

Arsen meringis pelan, "Kenapa sih?"

"Jangan ngomong macem-macem!" Seru Retha garang. "Lagi serius juga tadi!"

"Kan gue juga serius tadi,"

Retha memalingkan muka kesal. Arsen hanya terkikik geli melihatnya hingga pandangannya jatuh ke satu titik yang membuatnya mematung.

"Ternyata suka warna pink juga ya?"

Mendengar itu, Retha menoleh. Lagi-lagi menatap Arsen dengan raut bingung. Maksudnya apa sih?

"Maksud lo ap---" ucapan Retha terputus ketika gadis itu menyadari apa yang sedang Arsen perhatikan.

Seketika matanya melotot, ia merutuki dirinya sendiri yang bodoh karena sembarangan dalam memakai pakaian. Bodoh sekali Retha memakai kaos yang tembus pandang seperti sekarang ini.

"Kok ditutupin? Kan gue belum lihat semuanya." Dengan tidak sopannya Arsen malah bertanya seperti itu membuat Retha mencebiknya kesal.

Lagi dan lagi Retha kembali mencubit lengan Arsen sembari berteriak marah.

"ARSEN!"

***

Arsen mondar-mandir cemas, sudah dua jam lebih Retha berpamitan padanya untuk pergi ke luar rumah namun gadis itu tak juga pulang-pulang. Ini salahnya karena Arsen membiarkan Retha pergi sendirian, sekarang entah kemana gadis itu menghilang.

Sepanjang jalan Arsen terus menengok ke arah samping berharap menemukan gadis bersurai hitam legam itu.

Tin! Tin! Tin!

About Retha [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang