_40_

37.3K 2.5K 122
                                    

"Jadi, ini alasan kak Brian nyuruh aku pulang?"

Retha menatap Brian dan orang-orang yang ada di ruangan ini dengan seksama. Tak terkecuali Dirga yang entah ada urusan apa berada di rumahnya.

"Retha harus apa lagi? Waktu itu Retha udah sujud dan nyium kaki Sonya, sekarang apa lagi? Retha harus nyium kaki laki-laki itu? Itu mau kakak?" Tanya Retha tanpa mengalihkan pandangannya sedikitpun dari Brian.

"Reth, bukan itu maksud kakak. Kakak cuma minta tolong sama kamu." Ucap Brian.

"Dengan cara nyuruh aku berlutut di depan kaki laki-laki itu? Kenapa, Kak? Kenapa harus aku?" Sungguh, Retha tidak tahu alasan apa yang memaksa Brian bertindak rendah seperti ini.

"Gak ada pilihan Reth, ini semua demi rumah ini! Kakak gak mau kehilangan rumah ini!"

"Maksud kak Brian?" Retha menatap Brian dengan pandangan bingung. "Maksud kakak kehilangan rumah ini, itu apa?"

"Perusahaan bibi sama paman terlilit utang sama perusahaan milik om Dirga. Dan sebagai gantinya, om Dirga mau menjual rumah ini Reth. Lo gak mau itu terjadi 'kan?" Jelas Zico yang membuat Retha terkejut setengah mati.

"Tapi kenapa harus rumah ini? Kenapa Kak?" Tanya Retha bingung, gadis itu sama sekali tidak mengerti.

"Karena paman diam-diam gadain rumah ini sebagai jaminan kalo dia gak bisa bayar utang! Om Dirga cuma mau kamu minta maaf ke dia dan turuti kemauannya. Cuma itu jalan satu-satunya." Brian berucap lagi.

"Cuma? Kakak nyuruh aku minta maaf dan berlutut ke dia padahal aku nggak ada salah apa-apa? Kakak gila, Retha gak mau!" Tolak Retha mentah-mentah.

"Dan kenapa paman harus gadain rumah ini? Paman nggak kasihan sama Retha? Paman itu adik dari ayah aku, paman ngerti gak sih?" Tutur Retha pada Arman, pamannya.

"Tolong, Reth. Demi paman, paman mohon. Kalo perusahaan paman bangkrut, paman nggak akan bisa sekolahin anak-anak paman. Tolong turuti permintaan, pak Dirga." Ucap Arman sembari menggoyang-goyangkan lengan Retha.

Retha menatap pamannya, Brian lalu Zico. Tatapan mereka seakan mengartikan sebuah harapan besar yang mereka harapkan darinya. Namun kenapa mereka begitu tega menyuruhnya berlutut dan meminta maaf padahal ia tak melakukan kesalahan apapun?

Tapi mengingat rumah ini yang akan jadi taruhan, Retha tidak bisa membiarkan kenangan satu-satunya tentang orang tuanya diambil oleh orang lain.

Jika jalan satu-satunya adalah dengan mengorbankan harga dirinya apakah rumah ini akan tetap utuh seperti sedia kala?

Retha menghela napas panjang, dengan air mata yang sudah membasahi pipinya gadis itu mengangguk mengiyakan.

Gadis itu berjalan menuju ke arah Dirga, dengan rasa sesak yang menghimpit dada dan rasa sakit yang membara, Retha menyatukan tangan lalu berlutut tepat di hadapan pria itu.

Dengan bibir gemetar menahan tangis, Retha bersuara. "Tolong maafkan saya om, mulai hari ini saya bakal lakuin apapun perintah om."

Setelahnya gadis itu berdiri, menatap tajam ke arah paman dan juga kedua kakaknya.

"Puas?" Retha menghapus air matanya secara kasar. "Kalian pasti puas 'kan lihat adik kalian sendiri berlutut ke orang lain? Puas korbanin Retha buat semuanya?"

"Reth," ketika Brian dan Zico ingin berjalan mendekat dan memeluk tubuh rapuh adiknya, Retha menghindar.

"Retha lakuin ini semua karena Retha sayang banget sama almarhum ayah sama bunda. Dan mungkin kalian nggak sayang sama Retha, Retha udah kehilangan semuanya. Tuhan ambil ayah sama bunda, lalu Dia juga ambil sahabat Retha satu-satunya dan kali ini Dia mau ambil kenangan tentang ayah sama bunda satu-satunya, gimana Retha bisa biarin itu?" Retha semakin tidak bisa mengendalikan isakannya, gadis itu bahkan sampai kesulitan untuk bernapas.

About Retha [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang