12,,Di serang°

28.9K 2.9K 39
                                    

Livia menghela napasnya seraya meninggalkan koridor itu. Ia malas untuk berdebat atau sekadar mendengar ocehan murahan dari para manusia-manusia kurang kerjaan di sana.

Saat Livia pergi. Seseorang memandangnya dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, degan tangan mengepal dan menatap tajam dirinya.

Livia menyadari hal itu, dan tau jelas siapa yang seperti itu padanya. Hanya saja ia memilih untuk mengabaikan hal itu, jika orang itu tidak mengganggunya, maka lebih baik dibiarkan saja. Tidak perlu mencari urusan dengan orang sepertinya, menurut Livia.

➷➷➷➷

"Gue mau main-main sama dia Na" Tukas Livia memainkan pulpen yang ia pegang.

"Lo jangan terlalu banyak main-main. Males gue liat muka dia itu yang sok polos. Lo juga udah lama gak main sama dia dengan cara kasar, gue bosen sumpah" Tukas Ana dengan nada bete.

Livia terkekeh kecil mendengar keluhan dari Ana. "Tenang aja, sebentar lagi dia bakal hancur kok. Gue bakal hancurin semua yang coba usik gue tanpa mandang bulu" Balas Livia.

"Selama gue masih hidup" Tambahnya dengan memalingkan wajahnya ke arah papan tulis.

Ana menatap wajah cantik dari sahabatnya itu. Ana tersenyum miris ketika mengingat bagaimana keluarga Livia memperlakukan Livia dengan begitu kejinya. Namun Livia terlalu baik, sebab ia sama sekali tidak melawan dan memilih bungkam akan itu semua.

Livia seakan menutup mata dan telinganya atas segala perlakuan keluarga Dickson padanya. Hanya sedikit orang dari keluarga itu yang menyayanginya dengan tulus, yaitu Kakek dari Livia. Beserta Paman dan Bibinya. Sedangkan para sepupunya, juga tidak menyukainya.

"Liv, lo terapi aja gih. Gue gak mau di tinggalin sama lo" Pinta Ana pada Livia.

Livia menatap Ana yang juga menatapanya dengan intens, "Gue gak mau terapi Na. Kalau emang Tuhan udah mau manggil gue, gue akan pergi. Tapi kalau Tuhan masih belum mau bawa gue pergi, maka gue akan tetap hidup. Bagi gue, terapi-terapi itu gak berguna" Balas Livia dengan memainkan ujung rambutnya.

"Shuttt,, lo jangan ngomong gitu pleasee. Gue gak suka dengernya" Tukas Ana dengan menutup telinganya.

Livia membuang pandangannya dari Ana. Sebenarnya Livia juga takut akan kematian. Namun tekatnya untuk membuat keluarga itu menyesal pada waktunya, jauh lebih kuat dan besar.

➷➷➷➷

Saat ini Livia dan Ana sedang berada di markas mereka. Namun tidak lama setelahnya, seseorang datang dan berteriak pada mereka, memberitahukan bahwa markas mereka sedang di serang.

Dengan segera, Livia memandu dan mengatur strategi untuk pertahanan dan penyerangan juga untuk melawan lawan mereka.

"Shit! Berani banget dia nyerang kita, dia gak akan bisa menang, semuanya lakuin formasi C seperti yang kemarin kita bicarakan!" Titah Livia pada para anggota WINGS.

Sengaja Livia tidak menggunakan formasi A, karna Livia yakin, lawan mereka sudah tau tentang formasi itu. Jadi jika menggunakan formasi itu, maka sama saja dengan melakukan tindak bunuh diri.

Sekitar tiga jaman mereka saling bertarung tanpa ada niatan dari geng WINGS untuk membunuh lawan mereka. Sedangkan lawan mereka yang terus menyerang secara brutal dan membabi buta untuk membunuh anggota WINGS.

Tiga jam setengah telah berlalu, dan kini Geng Skull yang berarti tengkorak mengalah dan meninggalkan markas WINGS, layaknya sekumpulan pengecut.

Livia and the genk pun kembali ke markas mereka, ketika merasa semuanya telah aman.

"Huhhh,, capek banget. Kirain mereka bakal menang tadi, karna jumlah mereka lebih banyak. Tapi ternyata gak,, ketua kita emang paling top kalau soal ginian" Puji Delon pada Livia.

Livia hanya tersenyum menatap Delon.

"Au deh, gue juga capek banget. Tapi bener untung aja tadi kita pake formasi C kalau A atau B pasti kita udah kalah, karna anak Skull tadi pada nyerangnya membabi buta semua. Niat banget mereka buat bunuh kita" Tukas Livia sembari menyenderkan badannya pada sofa.

☆☆☆☆

Jumlah kata, 588 kata
Tanggal publis 06 Juni

Damn Novel [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang