27,,Bandara°

18.5K 1.9K 37
                                    

Para tim inti WINGS, seketika mematung mendengarnya.

Apa kata Delon tadi, Ana berangkat ke Belgia? Tapi untuk apa Ana berangkat ke Belgia, padahal di sana semuanya aman-aman saja tentang WINGS.

Jika ingin berlibur, bukankah ini bukan waktu yang pas, dan jika ingin menenangkan diri, kenapa malah ke negara yang memiliki banyak kenangan kelam tentang hidupnya sendiri?

Tentu saja kelam, karna di Belgia lah tempat dimana janin dari Ana keguguran dulu. Pikir para tim inti WINGS.

"Kita ke bandara sekarang. Ikbal, Roland, kalian jaga markas yah sama anak-anak. Biar gue sama Tio yang ke sana" Titah Erza. Ikbal dan Roland mengangguk sebagai jawaban.

Erza dan Tio pun segera berangkat ke bandara, tempat dimana Ana melakukan perjalanannya.

Saat mereka sampai, sungguh mereka melihat sendiri bagaimana pesawat yang di tumpangi oleh Ana meledak dan jatuh di laut.

Erza mematung melihat live dari lokasi kejadian itu. Sedangkan Tio, air matanya mulai menetes. Entahlah, ada rasa sesak tersendiri di hatinya melihat itu. Apalagi ketika mendengar bahwa semua penumpang pesawat tewas di tempat.

"Gak,, gak mungkin" Gumam Erza.

"Ini semua gak mungkin. Ana gak mungkin ninggalin kita" Ujar Tio dengan lirih.

Saat mereka di tengah tengah tangisnya, ada seseorang yang menepuk bahu dari Tio.

Tio berbalik dan melihat sosok wanita yang ia tangisi itu, sedang berdiri sembari menenteng tas hitam, dengan kacamata hitam dan topi putih yang bertengger manis di kepalanya.

Tanpa pikir panjang Tio memeluk Ana, dengan erat dan menumpahkan tangisnya. Ana mengusap-usap lembut punggung bidang dari Tio yang sedang terisak.

Erza yang melihat Ana pun hendak memeluk Ana, tapi ia juga melihat Tio. Dan Erza paham, Tio dan Ana membutuhkan waktu mereka masing-masing sekarang.

Erza meninggalkan Tio dan Ana di bandara itu, dan memilih untuk kembali ke markas dan mengabari bahwa Ana baik-baik saja.

"Hey, lo kenapa?" Tanya Ana pada Tio.

Tangis Tio sudah mulai mereda. Tio pun mengajak Ana ke salah satu caffe yang terletak tidak jauh dari bandara itu.

"Lo kenapa sih? Kok kondisi lo kacau gini?" Tanya Ana menatap prihatin pada Tio.

Namun Tio tidak suka di tatap seperti itu, sehingga ia menatap tajam Ana, walau dengan mata sembabnya. Ana pun akhirnya menghentikan tatapan prihatin nya pada Tio.

"Ok ok,, gue gak natap lo gitu lagi. Tapi jawab dong, lo kenapa bisa di bandara, mana kondisi berantakan gini?" Tanya Ana lagi.

Tio menatap Ana dengan tatapan sedih dan wajah murung.

"Ini semua gara-gara lo tau gak" Tukas Tio menatap sebal pada Ana.

Sedangkan yang di tatap hanya menaikkan alisnya dan membuat raut wajah, seolah bertanya, 'kenapa gue?'

"Ya iyalah lo. Karna lo yang pesen penerbangan ke Belgia, dan ternyata pesawat yang harusnya lo tumpangin itu meledak dan jatuh ke air, gue jadi panik setengah mati tau nggak" Ketus Tio mencebik sebal.

"Lah, tapi kan gue meninggal juga gak ada hubungannya sama lo. Orang tua gue aja gak ada tuh yang perduli kalau sewaktu-waktu gue meninggal. Terus lo kenapa perduli kalau gue meninggal? Kan gue bukan siapa-siapa lo, jadi kalau gue meninggal ya biarin aja. Malah bagus do-" Ucapan dari Ana terpotong oleh pangutan bibir dari Tio.

Lama-lama, kecupan itu berubah menjadi lumatan. Ana tidak membalas lumatan itu, namun ia juga tidak mencegahnya. Entahlah, Ana suka dengan lumatan yang di berikan oleh Tio, orang yang ia cintai.

"Eunghhh" Lenguhan Ana keluar ketika ia merasa mulai kehabisan napas.

Tio yang mengerti pun menghentikan aksi melumat nya. Deruan napas mereka saling menyatu sekarang.

"Lo apa-ap-" Ucapan dari Ana lagi lagi terpotong oleh Tio.

"Shutt,, diem atau gue cium lagi? Gue minta maaf karna udah ngatain lo bitch pas itu" Ujar Tio terpotong.

"Gak papah kok, lagian bener yang lo bilang gue emang seorang bitch" Potong Ana.

☆☆☆

Jumlah kata, 609 kata
Tanggal publis 13 Juni

Damn Novel [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang