Jujur, hati Deli, Brili dan Agas sangat sakit mendengar sungutan dari Ana. Mereka sadar, perbuatan mereka selama ini salah pada Livia. Tapi mereka juga ingin kembali membangun keluarga mereka bersama Livia,, apa itu salah.
"Lo gak berhak ngejudge keluarga gue sekalipun lo sahabat adek gue, jangan karna lo itu sahabat deketnya Livia, terus lo mau seenaknya sama keluarga dia" Balas Agas membela keluarganya.
"Hahaha,, udahlah gak guna gue ngomong sama kalian. Hewan gak akan pernah ngerti bahasa manusia" Sungut Ana dengan tajam.
Erick mendekat pada mereka, dan melerai pertengkaran itu.
"Udah,, kalian jangan debat di sini, liat di sana ada Livia. Kalian mau ganggu dia istirahat?" Lerai Erick pada keluarga Dickson dan Ana.
Mereka pun seketika terdiam ketika mendapat teguran dari Erick.
Tanpa aba-aba, Deli kembali berjalan kearah bangsal Livia, dan mengusap wajah indah yang kini pucat pasih, milik sang putri.
"Maafin Mommy sayang,, tolong bangun,, jangan giniin Mom dong. Hati Mom sakit, liat kamu gini, apa kamu gak sayang lagi sama Mom?" Tanya Deli pada Livia, walau tak mendapatkan balasan apa apa.
Entah karna ikatan batin, atau bagaimana. Livia mulai terbangun ketika merasakan air mata dari Deli yang menetes mengenai jari tangannya yang indah.
Mereka semua serempak memanggil dokter, hingga seorang dokter wanita yang tak lain adalah dokter Rere pun datang.
Rere dengan telaten mengecek kondisi dari Livia.
Rere bernapa lega, ketika mengetahui bahwa Livia masih dapat bertahan, ia sungguh kuat. Ayolah, tidak semua pasien leukimia dapat bertahan selama Livia, walau tanpa obat-obatan dan berbagai macam terapi.
"Eunghh" Lenguh Livia.
Perlahan mata yang sudah cukup lama terpejam itu pun terbuka, dan nampak lah mata indah dari pemiliknya.
Erick memeluk tubuh Livia, dan mereka semua bersorak bahagia, namun itu hanya sementara.
Sebab setelah Livia mengatakan beberapa hal, nafas dari Livia mulai tercegat dan kondisi Livia menjadi semakin buruk.
Livia mengatakan,, "Ivi sayang kalian, jaga diri kalian, supaya Ivi bahagia" Itulah kata terakhir yang di ucapkan oleh Livia. Sebelum akhirnya ajal menjemput dirinya.
Tiiiiiiitttttttt
Suara alat EKG jantung yang menandakan, bahwa Livia kini telah pergi, pergi dengan meninggalkan seribu luka dan kesedihan bagi mereka.Seketika, tangis mereka semua pun pecah. Tangis histeris terdengar mengalun indah di dalam sana. Bahkan suaranya merambat keluar ruangan.
"Sus" Panggil Rere pada seorang perawat yang ada di sana. Dengan sigap perawat itu pun mencatat hal yang di katakan oleh Rere.
"Alivia Claudia Dickson, pada hari Minggu, 16 Oktober 2015, pukul 17.23. Di rumah sakit Teo Hospitals, dinyatakan meninggal dunia, akibat kanker darah atau leukimia stadium akhir yang menggerogoti tubuhnya" Ujar Rere dengan berat hati.
"Gakk,,, gak mungkin LIVIA MOMMY GAK MUNGKIN PERGI, KAMU CUMAN TIDUR KAN SAYANG, KAMU GAK MUNGKIN MENINGGAL! SAYANG BANGUN, KASIH LIAT KE MEREKA KALAU KAMU CUMAN TIDUR" Teriak Deli menggema di ruangan itu.
Brili mendekap tubuh istrinya, dengan tujuan untuk menenangkan hati sang istri.
"Lo ninggalin gue Liv?" Lirih Ana, namun tidak menjatuhkan air mata sedikitpun.
Entahlah, di saat semuanya menangis, ia malah tidak bisa mengeluarkan air matanya, seolah air matanya tidak ingin keluar karna kejadian itu.
"Queen" Lirih para anggota WINGS.
"Sayang, kamu ninggalin aku" Gumam Erick frustasi.
"Dek, lo gak mungkin ninggalin Abang kan, Abang belum punya kenangan manis sama lo loh" Lirih Agas.
Erick mengacak rambutnya frustasi, ia tidak sanggup jika di tinggalkan oleh Livia di dunia itu sendirian.
Tanpa pikir panjang, Erick menyambar benda tajam semacam gunting di ruangan itu, kemudian menusukkan benda itu tepat di nadinya.
Namun sayang sekali, sebab belum sempat Erick menusukkan benda itu, sebuah tangan menghentikan perbuatan Erick.
Gunting itu terjatuh dan berbunyi dengan nyaring di dalam ruangan itu.
☆☆☆☆
Jumlah kata, 576 kata
Tanggal publis 12 Juni
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn Novel [TAMAT]
Teen Fiction[TAMAT] FOLLOW SEBELUM BACA! Aulia, gadis yang sangat tertekan oleh keluarganya. Keluarga Aulia, selalu menuntut dirinya untuk menjadi yang terbaik, dalam hal apapun. Selalu menjadi yang pertama, adalah moto hidup dari Aulia karna keluarganya. Pad...