"Ya, semoga semuanya bisa-baik baik aja. Tuhan, kalau nanti Livia ninggalin dunia novel ini. Tolong buat keluarga itu menyesali perbuatan mereka, dan balas dengan setimpal perbuatan mereka, ke Livia" Mohon Livia saat hendak menjemput alam mimpinya.
Sedangkan di sisi keluarga Dickson, mereka sedang dilanda kegusaran.
Mereka sedang sibuk mencari keberadaan dari Livia, sang putri bungsu keluarga mereka. Setelah berminggu-minggu mereka meminta Livia pergi, dan kini mereka linglung sendiri karna mencarinya.
"Kamu dimana sayang" Gumam Deli pada dirinya sendiri.
Keadaan rumah mereka semenjak kepergian Livia berubah 360°. Memang pada awalnya semua baik baik saja. Namun saat mereka mengetahui bahawa Livia ternyata mengidap leukimia, mereka semua shock dan sangat sedih.
Mereka merasa tidak becus sebagai keluarga dari Livia. Khususnya Agas, ia yang seharusnya menjadi sayap pembangkit Livia dan memberinya semangat di saat orang tuanya menekan dirinya, namun malah ia yang menjadi kipas dan membuat api yang tersulut semakin membesar.
"Lo dimana dek" Batin Agas dengan penuh penyesalan.
Mereka semua tidak dapat menemukan Livia, sepeninggalnya Livia dari rumah mereka, sejak saat itu Livia bagai hilang di telan bumi.
Keberadaannya sangat di sembunyikan dengan ketat sekali. Setiap mereka menemukan sedikit petunjuk, pasti detik berikutnya petunjuk itu akan hilang lagi.
"Dad, Bang, gimana ini Livia belum juga ketemu. Mommy gak mau dia kenapa-napa di luar sana" Tukas Deli dengan mengusap usap telapak tangannya khawatir.
Flashback on
Pagi itu, keluarga Dickson sedang di sibukkan dengan kegiatan mereka masing-masing di pagi hari seperti pagi biasanya.
Namun pagi ini, Deli menemukan sebuah kota di teras rumahnya dengan bungkusan berwarna merah darah, terletak di depan pintu rumah mereka.
Deli membawa kotak itu masuk, dan membukanya. Ketika selesai membaca dan melihat foto dan vidio yang berada di dalam kotak itu. Air mata Deli sontak turun dan bercucuran membasuhi wajahnya.
"Hiks hiks hiks" Isak Deli dengan keras. Dan terdengar oleh suami dan putranya.
Brili dan Agas pun bergegas menghampiri Deli.
"Kamu kenapa sayang?" Tanya Brili pada Deli. Deli tidak menjawab, justru isakannya semakin menjadi di pelukan Brili.
Agas memperhatikan apa yang di pegang oleh Mommynya, ia merebut kertas itu dan membaca isinya.
Degg
Jantung dari Agas seakan berhenti berdetak ketika melihat isi dari surat itu. Ia tidak menyangka akan hal yang ia baca itu.
"Dad, liat ini" Ujar Agas menyerahkan kertas itu dengan tangan bergetar pada Brili.
Brili menerimanya dan matanya pun mulai menelusuri huruf demi huruf pada kertas itu. Tanpa aba-aba, dan dengan tidak sopannya, air mata Brili turun bercucuran membasuhi pipinya sama seperti Deli.
"I,, ini gak bener kan. Adek kamu gak mungkin sakit seperti ini kan" Tukas Brili dengan suara yang bergetar.
Tidak ada yang menjawabnya, hanya kesunyian di temani oleh air mata dan isakan kecil yang terdengar di sana.
Rumah itu kini menjadi sangat kelam. Keluarga Dickson terus berusaha mencari Livia. Dan di bantu oleh Ayah Brili dan Adik beserta adik iparnya. Dan keluarga dari Deli pun tidak diam saja, mereka juga turut membantu mencari keneradaan Livia yang sebenarnya berada di dekat mereka.
Flashback end
Keesokan harinya, di apartemen Livia, Livia mendadak merasakan sakit lagi.
Sepertinya penyakitnya kambuh, dan akan segera membawanya pergi. Pagi-pagi sekali, saat Erick datang mengunjungi Livia, ia kaget ketika menemukan Livia jatuh terbaring di atas lantai kamarnya dengan mengenaskan.
Erick tidak ambil lama dan langsung membawa Livia ke rumah sakit.
Sampainya di rumah sakit, para perawat langsung saja membawa Livia ke ruang IGD untuk di tangani oleh dokter spesialis kanker.
Erick berjalan mondar manding di depan pintu IGD, dengan sesekali mengintip apa yang terjadi pada Livia. Ia ingin menemani Livia di dalam sana, namun para perawat kekeuh tidak membolehkan dirinya.
☆☆☆☆
Jumlah kata, 592 kata
Tanggal publis 11 Juni
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn Novel [TAMAT]
Teen Fiction[TAMAT] FOLLOW SEBELUM BACA! Aulia, gadis yang sangat tertekan oleh keluarganya. Keluarga Aulia, selalu menuntut dirinya untuk menjadi yang terbaik, dalam hal apapun. Selalu menjadi yang pertama, adalah moto hidup dari Aulia karna keluarganya. Pad...