"Woi, Bintang!"Senja refleks menjatuhkan sendoknya. Tubuhnya kaku ketika mendengar Jendra berteriak menyebut nama Bintang. Senja tahu, Jendra memang berteman dengan Bintang. Tapi seumur-umur, Jendra nggak pernah memanggil Bintang di kantin kayak gini.
Lyna yang duduk di sebelah Senja langsung menatap garang ke arah pacarnya. Setelahnya beralih menatap ke arah Senja yang masih mengerjap-ngerjap tak percaya melihat Jendra yang sudah tertawa menyapa Bintang.
"Tumben lo kesini." sapa Jendra menepuk pundak Bintang.
Bintang tertawa, "Jemput si Bian. Bundanya masuk rumah sakit." cowok itu mengikuti langkah Jendra, mendudukkan diri disebelahnya. "Eh, Senja?"
"Ah," Senja menggigit bibirnya canggung, "Hai?"
Bintang kembali tertawa, "Canggung amat?"
Senja tersenyum meringis. Sementara Jendra memandangi keduanya penuh arti. Cowok itu jelas tahu kalau sahabat Lyna satu ini penderita androphobia. Juga tahu tentang Senja yang memuja-muja Bintang sejak semester satu. Lyna sendiri tak ambil pusing, kemarin Senja sudah menceritakan pertemuan pertamanya dengan Bintang.
"Tunggu, lo kenal Senja, Bin?"
Bintang mengangguk, "Kenal. Dia, 'kan, temen nya Bian?"
Jendra diam sebentar lalu tertawa, "Lo nggak tahu? Senja, 'kan, sukㅡUHUK! LYNA!"
Lyna memasukkan potongan lontong miliknya ke dalam mulut Jendra secara tiba-tiba. Mencegah lelaki itu memberi tahu perasaan Senja pada Bintang.
"Maafin cowo gue ya. Memang begini modelannya." ucap Lyna santai pada Bintang. Lyna kembali menyuapi Jendra dengan lontong miliknya. Sesekali gadis itu menatap tajam Jendra, menyuruhnya untuk menutup mulut atau dia yang akan menutup mulut kekasihnya itu.
Bintang hanya bisa tersenyum meringis melihat keduanya. Matanya beralih menatap Senja. Gadis itu masih diam mengaduk-aduk kuah soto miliknya, "Lo masih takut sama gue ya?"
Senja mendongak, menaikkan kedua alisnya, "A... nggak juga."
"Kalau gitu, kita harus sering ketemu biar lo nggak takut sama gue."
"Hah?"
Senja kira itu candaan. Nyatanya, Bintang benar-benar serius mengucapkan itu.
...
"Halo, Senja."
"Hai."
"Senja, mau kemana?"
"Gue mau pulang."
"Ja, liat Bian nggak?"
"Nggak tahu, gue dari tadi nggak sama dia."
Begitulah. Sejak hari itu, tiap Bintang berpapasan dengan Senja atau hanya sekedar melihat, Bintang akan berusaha menyapa Senja sebaik mungkin. Menjadikan Bianca hingga Jendra menjadi alasannya untuk menyapa gadis itu. Bahkan Bintang sampai meminta nomor Senja hanya sekedar untuk menelepon menanyakan Jendra.
"Halo, Ja? Lo lagi sama Jendra nggak?
"Gue nggak lagi sama Jendra. Nggak lagi sama Lyna juga. Jangan nelpon lagi ya."
Tuttt tutt!
Bintang memandangi ponselnya dengan bingung. Senja kenapa? Niat dia, 'kan, baik. Agar Senja tidak takut dengan laki-laki lagi.
"Ya, elu goblok. Otak lo, tuh, dimana sih?"
"Apanya yang salah emang?" tanya Bintang tak terima di maki oleh sang sahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Melukis Senja
Fanfiction[ END - LENGKAP ] Senja itu androphobia. Semua cowok di mata Senja itu sama, sama-sama nyeremin. Kecuali sang ayah, kakaknya, Raylan, dan cowok favorit Senja sejak dulu, Rizqy Bintang Atmaja. "Ja, secinta apa, sih, lo sama si Bintang?" Senja meneguk...