Sudah terhitung enam hari Bintang di rawat di rumah sakit. Dan selama itu juga Senja tak berani datang menjenguknya. Gadis itu terlalu takut dengan semua kemungkinan yang ada.Dan hari ini, Senja memutuskan untuk datang ke rumah sakitㅡbersama dengan Lyna.
Kamar rawat inap Bintang berada di lantai delapan. Tepatnya di kamar nomor 472. Lyna melangkah menelusuri koridor pertama di lantai delapan. Di belakang, Senja mengikuti dengan langkah ragu.
"Nah, ini. 472." ujar Lyna menunjuk pintu bercat cokelat tersebut. Ia menoleh ke sebuah data yang di tempel di dindingㅡpersis di samping pintu kamar rawat inap tersebut. "Anjir, VIP, Ja." pekiknya kaget.
Senja tak membalas, masih betah dalam diamnya.
Lyna mengetuk pintu tersebut tiga kali lalu memutar knopnya pelan-pelan, "Assalamualaikum.."
Bianca dan Lily yang berada di dalam refleks menjawab salam. Keduanya berdiri, menyambut Lyna dan buah tangan yang gadis itu bawa. Melihat Senja di belakang menyusul masuk, Lily tersenyum sumringah, melambai kecil pada idolanya itu. Senja membalasnya dengan senyuman singkat. Bianca juga menyapa gadis itu, yang di balas sama oleh Senja.
"Bintang baru selesai makan siang makanya sekarang lagi tidur. Tadi ada si Bhakri tapi udah pulang," ujar Bianca saat Lyna bertanya apakah Bintang tertidur atau tidak.
Senja yang berdiri di samping ranjang Bintang menatap wajah cowok itu sendu. Perban putih hampir melilit seluruh tangan kiri Bintang. Juga bagian dahi lelaki tersebut.
Berkali-kali Senja mengedipkan matanya, berusaha untuk tidak menangis.
"Ja, lo gapapa?" tanya Lyna menyentuh bahu gadis itu. Senja mengangguk kaku, bilang bahwa ia baik-baik saja.
"Ja," Bianca melangkah maju mendekati sahabatnya, "Lo suka sama Bintang?"
Senja sedikit tersentak mendengar pertanyaan tersebut. Ia mundur beberapa langkah menjauh dari ranjang Bintang. Semenit kemudian, Senja masih diam. Enggan menjawab pertanyaan Bianca tadi.
Bianca mengangguk-angguk, "Kayaknya iya?"
Senja masih diam, tapi bola matanya bergerak gelisah. Gadis itu takut Bintang sudah bangun lalu mendengarnya. Sementara Lyna yang berdiri di belakang Senja sudah memasang wajah siap gelut karena mulut Bianca yang tidak bisa di ajak kerja sama.
"Eu... Ja, masih mau disini atau nggak?" tanya Lyna memecah keheningan.
Kening Bianca mengkerut, "Mau kemana sih buru-buru?"
Lyna menunjuk jam tangannya, "Udah janjian sama Abangnya Senja nih jam dua. Lo mana tau," balasnya mendelik. "Ayo, Ja?"
Senja mengangguk tipis lalu melangkah pergi tanpa sepatah kata apapun.
"Titip salam dari gue sama Senja kalau Bintang udah bangun! Semoga cepet sembuh, bye!" pamit Lyna segera menyusul Senja yang sudah keluar dari ruangan.
"Yang tadi dateng siapa?"
Bianca dan Lily kompak menjerit mendengar suara Bintang tiba-tiba.
"Lo! anjingㅡjantung gue!" maki Bianca melempar bantal kecil ke arah Bintang.
Bintang menyingkirkan bantal kecil yang mendarat di pahanya, "Siapa?"
Bianca mendecih, "Lyna sama Senja."
Raut wajah Bintang langsung berubah membuat Lily menatap kakaknya bingung, "Gue.. PHO?"
"Hah?" Bianca dan Lily sama-sama melongo.
"Iya, 'kan? Lyna naksir gue makanya dia putus sama Jendra. Gitu?"
Bianca menggeleng-gelengkan kepalanya, "Lo denger kata-kata gue tadi?" yang di balas anggukan oleh Bintang. "Bukan Lyna yang naksir lo. Pede amat."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Melukis Senja
Fanfiction[ END - LENGKAP ] Senja itu androphobia. Semua cowok di mata Senja itu sama, sama-sama nyeremin. Kecuali sang ayah, kakaknya, Raylan, dan cowok favorit Senja sejak dulu, Rizqy Bintang Atmaja. "Ja, secinta apa, sih, lo sama si Bintang?" Senja meneguk...