"Stres lu?""Hah? Nggak. Lagi pengen aja. Asem mulut gua."
Bintang dan Bhakri kompak menaikkan kedua alis mereka. Jarang banget lihat Vernon ngerokok. Di antara mereka berempat yang paling sering ngerokok ya Reynald. Yang paling 'liar' juga Reynald.
Balkon apartemen Reynald mulai penuh dengan kepulan asap rokok. Bhakri sudah mulai batuk-batuk, masuk ke dalam mencari air putih. Bintang sendiri sibuk mengunyah bakwan. Kalau di tanya pernah merokok atau tidak, ya jelas pernah. Tapi sampai sekarang Bintang jarang mengisap benda tersebut. Bisa di hitung pakai jari malah.
Adzan isya terdengar bersahut-sahutan. Bhakri sudah tepar di sofa karena menghabiskan enam lontong sekaligus. Iya, mereka buka puasa bersama.
"Minum mau nggak?"
"Istighfar, Rey! Adzan isya aja belum kelar! Ya Allah, inget lagi ramadhan! Sholat lu ngga di terima empat puluh hari nanti!"
Bhakri berteriak heboh begitu mendengar ajakan Reynald barusan. Yang mengajak acuh saja, merasa tak berdosa. Sementara Vernon dan Bintang geleng-geleng kepala. Ini cowok emang udah nggak waras kayaknya.
"Tobat deh lu, ah." komen Bintang, "Jangan aneh-aneh."
"Siapa juga yang aneh-aneh."
Reynald memang keras kepala sih. Susah di ajak bicara. Kepala batu pokoknya. Heran juga kok bisa-bisanya Bintang berteman sama manusia spesies begini.
Ting tong!
Keempatnya menoleh mendengar suara bel apartemen tersebut. Mereka saling pandang lantas bertanya satu sama lain. Yang kemudian menggeleng serempak, menjawab bahwa mereka tidak memesan makanan atau barang apa-apa.
"Siapa, anjing????"
"Ya, mana gue tahu! Buka makanya!"
"Lah, si Reynald atuh yang punya rumah!"
Reynald yang masih di balkon berseru, menyuruh Bhakri untuk membuka pintu. Cowok berkaus orange itu berjalan malas. Memutar knop pintu lalu menariknya.
"Loh, Viera?"
Bagai tersengat listrik, Reynald langsung beringsut berdiri sembari terbatuk-batuk karena asap rokoknya sendiri.
"Oy, rokok lo jangan di telen!" pekik Bintang segera mengambil sebatang rokok yang ada di tangan Reynald. Ia mematikan rokok tersebut, membuangnya ke tempat sampah lalu segera menyusul Bhakri yang masih terheran-heran melihat bidadari fakultas hukum yang sekarang berdiri di depannya.
"Reynald nya.. ada nggak?" tanya Viera tak kalah kaget.
"Oh iya, ada kok. Masih hidup. Lagi nyebat tadi. Bentar yak, masuk dulu, masuk dulu." Bhakri membuka pintu apartemen lebih lebar, mempersilahkan gadis berambut blonde itu untuk masuk.
Melihat ada Bintang disana, Viera mau tak mau jadi tersenyum menyapa. Agak menyesal datang kesini jadinya. Kirain sepi, nggak ada orang. Ya, harusnya sih hubungin yang punya rumah dulu lah ya. Tapi Viera 'kan gengsi.
"Oy, Reynald! Tamu, nih."
Reynald datang dari kamar mandi setelah mencuci mukanya. Takut bau rokok. Fyi, Viera nggak suka bau rokok sama sekali. Pokoknya benci deh sama cowok yang ngerokok.
"Kenapa kesini?" tanya Reynald. Bintang dan yang lainnya memerhatikan dari jauh, menebak-nebak ada apa dengan dua sejoli yang tadinya nggak saling kenal kok sekarang malah nyamperin ke apartemen?
"Ah, gue mau ngasih ini doang." jawab Viera memberikan sebuah bingkisan. "Gue langsung pulang deh. Sorry ya, ganggu kalian lagi pada ngumpul-ngumpul."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Melukis Senja
Fanfiction[ END - LENGKAP ] Senja itu androphobia. Semua cowok di mata Senja itu sama, sama-sama nyeremin. Kecuali sang ayah, kakaknya, Raylan, dan cowok favorit Senja sejak dulu, Rizqy Bintang Atmaja. "Ja, secinta apa, sih, lo sama si Bintang?" Senja meneguk...