"Ya, coba aja lo mikir, Kak. Masih ada aja orang kayak gitu di zaman sekarang.""Cewek caper mah banyak."
"Ini bukan masalah capernya doang! Dia tuh kayak, ya Allah, merasa selebriti kayaknya! Ngalahin Raisa sama Teh Oca! Padahal mah selevel sama Ametta Priscilla aja belum."
"Kejauhan kali bandinginnya, harusnya loㅡAWAS!!!"
Alvi refleks menginjak rem begitu mendengar teriakan Senja barusan. Kepala keduanya tertunduk ke depan, hampir menyentuh dashboard. Senja mendongak, memastikan Alvi di sampingnya baik-baik saja. Gadis itu beralih menatap mobil hitam yang tadi hampir saja di tabraknya.
"Heh, bangun! Kita hampir nabrak mobil mahal!! Lo mau gue jual ginjal?????" pekiknya membuat Alvi jadi mengerjap sadar.
Dengan cepat Senja membuka seatbelt-nya lalu turun dari mobil. Ternyata si pengendara mobil hitam tersebut ikut keluar. Senja sudah siap di marahi dan di maki.
"Maaf Pak," Senja menghampiri pria tersebut, sedikit membungkukkan badan, "Adek saya tadi ngelamun nyetirnya. Anu, kalau ada kerusakan, biar saya bayar sebagai ganti rugi." sambungnya.
Pria tersebut tersenyum, membuka topi abu-abunya lantas menelisik mobil hitamnya, "Nggak ada yang rusak kok, Mbak. Aman."
Senja jadi sedikit bernafas lega, dikiranya ia akan di maki habis-habisan, "Kalau gitu, biar saya kasih nomor hp saya, Pak. Biar kalau ada sesuatu nantinya Bapak bisa langsung hubungi saya."
Si Pria mengangguk setuju, menyerahkan ponselnya pada Senja. Selesai mengetikkan nomornya disana, Senja mengembalikan ponsel pria tersebut. Gadis itu kembali meminta maaf yang di balas dengan senyuman ramah dan kata gapapa dari pria yang Senja tebak umurnya sekitar 50 tahunan tersebut.
Senja masuk kembali ke dalam mobil. Alvi masih tegang sejak tadi, menggigit bibirnya takut. "Gimana, Kak? Apa katanya? Kita harus bayar berapa?"
"Dua ginjal lo harus di jual."
...
Sampai rumah, Senja masih panik mengecek kondisi mobilnya sana-sini. Gendhis yang mendengar ceritanya dari Alvi langsung geleng-geleng kepala, menjitak gadis yang hanya selisih satu tahun dengannya itu.
"Lagi ramadhan ada aja yang bikin gue emosi," keluh Senja, merebahkan diri di sofa ruang tamu, "Untung yang di tabrak baik. Coba kalau ibu-ibu, udah abis gua."
"Tapi mobil lo nggak kenapa-kenapa, 'kan?" tanya Gendhis.
Senja menghela nafas panjang, "Nggak. Yang gawat kalau mobil si bapak tadi lecet. Ginjal gue sama Alvi juga nggak bakal sanggup ngelunasin."
"Emang mobilnya apa?"
"Mercy."
"Wah," Gendhis terkekeh, "Itu sih lo harus ngutang dulu sama Viera buat bayarnya."
Senja sih beneran nggak masalah kalau mobilnya yang lecet. Tapi ya kalau bisa mah jangan. Itu mobil pertama Senja soalnya. Hasil keringat sendiri.
"Eh, koper lo udah di bawa masuk belum?" tanya Gendhis melihat Alvi yang sibuk senyam-senyum sendiri menatap ponsel.
Alvi mendongak sadar, "Oh iya, masih di bagasi. Gue ambil dulu."
Rencananya, besok mereka mau pulang ke Bandung. Karena Viera dan Chessa ikut jadinya mereka pakai dua mobil. Yang bikin Gendhis kesal tentu saja Hanun Alvira. Ribet banget segala pakai koper. Semua barang di bawa kayaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] Melukis Senja
Fanfic[ END - LENGKAP ] Senja itu androphobia. Semua cowok di mata Senja itu sama, sama-sama nyeremin. Kecuali sang ayah, kakaknya, Raylan, dan cowok favorit Senja sejak dulu, Rizqy Bintang Atmaja. "Ja, secinta apa, sih, lo sama si Bintang?" Senja meneguk...