Tengah malam Alya terbangun, ia melihat dirinya sudah ada di kamar dan bajunya sudah di ganti.
Alya mencengkram bantalnya dengan kuat, ia menangis lagi. Kenangan bersama Galang terus berputar di kepalanya.
"Jahat" lirih Alya.
Satria masuk kedalam kamar Alya, "abang?" Kaget Alya.
Tanpa mengucapkan sepatah-kata pun ia langsung memeluk Alya, menguatkannya secara fisik dan batin.
"Abang tidur sama kamu ya" izinnya.
Alya mengangguk, "kak Feby gimana?"
Satria tersenyum, "dia dirumah ibunya, kamu tenang aja" ujarnya sambil mengusap kepala Alya.
Mereka pun tidur bersebelahan, Alya menatap langit kamar dengan tatapan kosong dan tanpa sadar air matanya mengalir membasahi bantal yang ia pakai.
"De" Satria juga menatap ke arah langit kamar.
Alya menoleh.
"Abang tau ini berat, abang juga tau ini terlalu tiba-tiba buat kamu, dan kamu juga tau kita semua gak ada yang tau kapan ajal kita datang" ujarnya.
"Ingat ya de, disetiap pertemuan pasti akan ada yang namanya perpisahan, banyak alesan untuk sebuah perpisahan dan yang paling buruk adalah maut itu sendiri. Berat memang, tapi kamu harus ikhlas."
"Dia janji mau pulang bang, tapi pulangnya malah bukan kesini- hiks.
Alya mengusap air matanya, "he's my first love, dan rasanya sakit banget bang, aku tau aku mungkin berlebihan tapi aku sendiri gak bisa nahan rasa ini"
"Sangking sakitnya sampe gak ada rasa lagi bang" lirihnya.
Pikirannya terus mengingat Galang, membuat air matanya tak mau berhenti mengalir.
Hal yang paling ditakutkan Alya akhirnya terjadi, kata pulang yang selama ini ia tunggu ternyata memberikan jawaban yang bukan ia harapkan.
Keesokan paginya, Alya terbangun dengan mata bengkak. Dan pagi ini jasad Galang akan sampai di Indonesia untuk diurus pemakamannya.
"Sayang, bunda udah dapet kabar-" ujar Cintia ragu.
"Iya bun, aku siap-siap dulu" ujar Alya dengan pandangan kosong.
Sebenarnya ia tak mau datang ke pemakaman, pikirannya berubah karena takut menyesal.
Lebih baik menangis hari ini daripada menyesal nantinya.
"Bun, yakin Alya gak apa?" Tanya Anhar.
"Bunda juga khawatir, Yah" jawabnya.
"Bunda sama ayah tenang aja, biarin Alya kayak gitu daripada ditahan-tahan malah makin sakit" ujar Satria.
Beberapa saat kemudian, Alya sudah rapi dengan pakaian putihnya. Mereka pun berangkat ke pemakamannya.
"Kamu harus kuat ya, de" ujar ayah.
Lagi-lagi air matanya menetes, dengan cepat ia mengusap pipinya yang basah. Alya menyenderkan kepalanya ke bahu Satria sambil menatap kosong ke depan.
"Its oke" bisik Satria.
Sesampainya, sekitar kuburan sudah ramai tapi jasad Galang belum juga sampai.
"Assalamualaikum, ma" salam Alya sambil memeluk.
"Yang kuat ya nak" ujarnya sambil mengusap punggung Alya.
Adik Galang menghampiri Alya dan duduk di pangkuannya. Melihat adiknya yang belum terlalu mengerti Alya semakin sedih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Friend-zone
Teen Fiction"Huh kenapa harus satu sekolah lagi sama lo!" - Alya. "Gue juga ogah kali!" - Adam. Keduanya berdiri di depan gerbang sekolah. "Kalian kembar?" Ujar seseorang yang lewat. "KEMBAR? SAMA DIA? OGAH!" keduanya pergi ke arah yang berbeda. *** Alya Fakhir...