41. Jenguk Angeline

127 22 17
                                    

Tetap bertahan meski telah ditinggalkan

-🤙🏻-

Bel tanda usainya pelajaran hari ini berbunyi.

Ava langsung merapihkan buku bukunya dan memasukan semua barang yang ia pakai saat belajar kedalam ransel.

"Viu, Bang El, Ayo cepetan." Ava menggendong ranselnya dan keluar dari kelas lebih dulu setelah pamit kepada kedua sahabatnya.

Ava melangkahkan kaki nya melewati panjangnya koridor yang ramai oleh para siswa siswi yang bersemangat untuk pulang kerumah masing masing.

"AVA!" Ava berhenti dan menoleh mencari pemanggilnya.

Diujung koridor, Ava melihat Karin melambaikan tangan padanya dan dengan cepat Ava membalas lambaian tangan tersebut.

Ava menghampiri Karin yang masih berdiri di sana.

"Kenapa, Rin?"

Karin tersenyum kecil.
"Gue mau main kerumah lo, boleh?" Ava menaikan alisnya bingung. Ada apa gerangan?

"Boleh, tapi jangan sekarang. Gue buru buru banget, duluan ya?" Setelah mendapat anggukan Karin, Ava berlari pergi menuju parkiran mobil.

Karin menatap punggung kecil Ava yang menjauh, begitu susah digapai apalagi melihat gender yang sama.

Karin harus bagaimana?

° • ° • ° • ° • °

Ava keluar dari mobil Scarviu dan langsung pergi meninggalkan kedua robot laki lakinya karena Ava tadi sudah bilang ingin menjenguk Angeline sendiri.

Tanah yang besarnya berhektar hektar ini hanya terkhususkan untuk keluarga. Lebih spesifik nya ini adalah makam keluarga.

Ava dengan langkahnya yang mantap menyusuri jalan yang ditumbuhi rumput liar yang terasa licin.

Sesampainya ia di rumah kedua Angeline, Ava tersenyum lebar.

Sungguh, ia rindu Angeline.

"Tante..."

"Eh, maksud Ava... Angeline,"

Angeline tak suka dipanggil tante, ibu, kakak, ataupun panggilan keluarga lainnya. Cukup panggil namanya maka ia akan menyahut. Itu kata Angeline.
Jadi kalau kalian ngira Ava gak sopan sama Angeline, aku udah jelasin disini.

"Ava kangen banget," Ava berjongkok sembari memeluk nisan batu kokoh yang bertuliskan nama Angeline. Batu yang dingin.

Tadi, sebelum Ava berangkat kesini, Ava sudah bertekad untuk tidak menangis.
Ingat. Tidak Menangis.

Dan sepertinya Ava berhasil. Itupun masih sepertinya.

Ava mengusap batu nisan Angeline dengan lembut hingga rasa rindunya tersampaikan.

"Angeline," Kondisi mulai serius, Ava ingin banyak membicarakan hal hal yang sudah terangkum di kepala nya.

"Ava kena penyakit kanker otak," sembari mengatakan hal tersebut, Ava tersenyum sedih menatap gundukan tanah.

Ava menarik nafas dan membuangnya perlahan.
"Emang belum terlalu berbahaya, tapi Ava gak mau operasi. Ava mau sama Angeline dan orang tua Ava diakhirat nanti biar kita bisa bahagia bareng bareng."

Kalian ingat saat Ava meminum obatnya disetiap sebelum sekolah? Itu sebab Ava mengidap kanker otak yang belum stadium akhir.

Masih mudah diobati dan dicegah dengan operasi namun Ava tak ingin operasi.
Kalian sudah dengar sendiri alasannya.

"Oh iya, hasil karya Angeline aman semua, gak ada yang rusak. Ava gitu, loh."

"Ah, satu lagi. Angeline kenapa nunjuk Ava sebagai penerus perusahaan, sih? Ava bingung, tau!"

"Cita cita Ava itu jadi dokter, tapi belum lulus aja udah disuruh ngurusin perusahaan. Tanggung jawab!" marah marah sendiri setelah itu Ava tertawa menyadari kegilaannya.

"Stress banget, dah." gumamnya sendiri.

"Lo Ava, kan?" Ava tersentak kaget lalu segera berdiri dan menghadap si pembicara.

Lavaro Langit.

"Om Langit!"

"Om, om. Tua banget, dah."

Ava terkekeh, ia hanya bercanda.
"Iya gue Ava. Lo Langit, kan?"

Langit mengangguk kemudian tatapan penasaran tertuju pada Ava.

"Jadi.. Lo ngapain di makam Kakak gue?"

Jederrr...

Ava masih loading beberapa detik sampai Langit menyentil jidat nya.

"Sakit, gila! Kasar banget pantesan jadi jomblo bangkotan." Langit langsung memelototi Ava setelah mengatainya bangkotan. Ava malah jadi random.

"Coba ulang," pinta Ava untuk ucapan Langit yang tadi.

"Apanya? Sentil jidat?"

"Bukan, ih! Tentang makam."

Langit mengangguk.
"Lo ngapain di makam Kakak gue? Ini, kan, makam Kak Lili." Ava semakin tak mengerti.

"Salah makam, bro. Ini makam Angeline." jelas Ava mengira ada yang salah.

"Iya, tau. Angeline kakak gue tapi dia dipanggilnya Lili. Kak Lili." Ava langsung berjongkok memegangi kepalanya yang berdenyut. Antara bingung dengan terkejut.

"Tapi.. Dulu Angeline bilang dia gak punya keluarga." Ucap Ava pelan membuat Langit mensejajarkan tubuhnya dengan Ava.

"Tunggu, Kak Lili dari dulu sama lo?" Ava mendongak sambil mengangguk ragu. Pertanyaan Langit begitu terasa kalau Langit terkejut.

Langit mengusap wajahnya dengan kasar.
"Pantesan dia gak pulang setelah gagal nikah." kini giliran Ava yang terkejut. Gagal nikah? Angeline?

Angeline gagal nikah? Gitu kan maksudnya?

"Ah, gue makin gak ngerti. Mau nangis aja sumpah." saking tidak mengertinya, Ava saja sampai ingin mengeluarkan air mata.

Langit terkekeh ringan tapi terdengar berat karena suaranya yang terlalu rendah.

"Kerumah gue aja, yok. Nanti gue jelasin." tawar Langit membuat Ava berfikir sejenak.

Kemudian matanya menyipit curiga.
"Dirumah lo ada kupu kupu, ya?"

Langit mengernyit tak paham.
"Maksudnya? Gue mah gak pelihara kupu kupu, tapi dirumah gue ada burung gereja warna warni. Mau liat?"

Sudah cukup. Semakin panjang obrolannya semakin random jawabannya.
Kamu gak ngerti, Authornya juga gak ngerti.

.........................

Sudah ya:)
Part randomnya sampai sini, ya:')

Besok kita lihat burung gere-
Maksudnya denger lanjutan tentang Angeline.

Yok tetep vote komen yaa walau part ini cukup pendek.

All Secrets [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang