Apakah semesta merencanakan ini-sulitnya perjuanganku, karena agar ingin aku belajar dari masa lalu?
Dika Wijayandra
Semalam suntuk Aras memikirkan dua hal-Dika dan nomor tak dikenal, hingga tak tidur sama sekali. Ini pertama kalinya dirinya begadang seperti ini, tanpa alasan yang jelas pula.
Kegiatan tidak berfaedah itu membuat mata Aras berubah menjadi mata panda. Ia bingung, bagaimana cara menutupinya?
"Kalau ketahuan Riza dan Alfina, bisa parah urusannya. Mereka protektif banget ke gue. Apalagi Riza," gumam Aras saat mengoleskan bedak tabur ke daerah mata panda dengan jarinya.
Begitu Aras selesai bergumam, kebetulan sekali ia selesai berurusan dengan penampilannya. Menaruh ke tempat semula, kembali bercermin dan merapikan rambut yang biasanya diurai, kini digelung ke atas.
Menatap jam dinding berbentuk persegi dengan bingkai terbuat dari kayu. Ternyata suwdah siang. Cepat-cepat mengambil tas dan buku bacaan hari ini-novel pemberian Dika, dan menunggu Riza di ruang tamu.
Sembari menunggu, Aras membuka halaman pertama novel yang kini digenggamnya. Sebenarnya sudah dua kali menamatkan buku itu, tapi bukan Aras namanya kalau baca buku yang sama hanya satu kali. Ia sangat mencintai semua buku yang ada, diungkapkan dalam bentuk membaca berulang-ulang.
Saat novel menunjukan halaman 10, Aras tertawa pelan. Geli dan merasa gemas, membaca adegan tokoh utama-perempuan-salah tingkah saat gebetannya mengajaknya berbicara di perpustakaan.
"Aras ... berangkat, yuk!!"
Aras tersentak. Mendengar panggilan Riza dari luar rumah membuatnya tersadar dan kembali ke dunia nyata, yang sebelumnya larut dalam cerita. Kembali melihat halaman buku, ternyata sudah mencapai angka 25.
"I-iya, Riza. Sebentar." Aras beranjak dari tempat duduk, merapikan seragamn dan keluar. Terlihat Riza dengan senyum sumringah menyambut Aras. Sepertinya sang sahabat sedang dalam mood sangat baik.
"Kayaknya lo lagi bahagia banget, nih. Ada apa, Riza?" tanya Aras iseng.
Riza diam, lalu tertawa pelan mendengar 'ucapan selamat pagi' dari sahabat masa kecilnya. "Kemarin aku iseng ikut turnamen di game online, dan menang! Aku dapet hadiah uang lima ratus ribu rupiah!" Riza bercerita sambil menggoyang-goyangkan bahu Aras saking senangnya.
Aras merasa pusing akibat tubuhnya yang tidak seimbang. Ia menghentikan Riza, tertawa pelan. "Oke, oke ... jangan sampai gini dong. Gue pusing nih."
Tersadar, Riza melepaskan tangannya dari bahu Aras. Terkekeh pelan dan menunduk, memegang leher bagian belakang. "Maaf, Aras. Aku tadi terlalu antusias.".
Aras mengangguk maklum. "Gapapa, Riza. Selamat ya! Jangan lupa, traktir gue."
"Siap!" Riza mengacungkan dua jempol dengan penuh semangat kepada Aras. Lalu menunjuk sepeda yang terparkir tak jauh darinya. "Yuk berangkat."
KAMU SEDANG MEMBACA
For You:Please Come Back (TAMAT)
أدب المراهقينSesal dulu sependapat, sesal kemudian tiada guna. Itulah yang dirasakan Aras Oktarlyn, seorang gadis yang telah menyia-nyiakan seorang lelaki yang mencintainya dengan tulus. Sebenarnya dia tidak bermaksud untuk menyia-nyiakannya, namun ada suatu ala...