Tuhan, mengapa melupakan itu sulit? Selalu saja ada halangan yang menyertai.
Aras Oktarlyn"Hayoh ... tadi lo berangkat dianterin Dika, ya?"
Dua bobrok-tak lain adalah Asya dan Rely Tak henti-hentinya menggoda Aras. Kegiatan tidak berfaedah mereka saat ini mereka anggap sebagai tugas negara yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Saat itu, ketika Aras berhenti di sekolahnya bersama dengan Dika, ia tak menyadari, bahwa beberapa meter di belakangnya ada dua sahabatnya. Wajar saja sebenarnya kalau tak sadar. Pasalnya saat ia membalikkan badan untuk melangkahkan kaki ke kelasnya, mereka sudah terlebih dulu kabur dari tempat kejadian perkara.
Kini mereka membuntuti Aras kemanapun ia pergi. Aras pergi ke perpustakaan, mereka berdua ikut kesana. Ia ke kantin, pastinya, kedua sahabatnya ikut ke kantin juga. Dan saat Aras pergi ke toilet, mereka ikut juga. Namun saat di depan pintu toilet, mereka berdua menunggu di luar sembari mengobrol ringan. Akhirnya pada saat Aras keluar dan pergi, mereka kembali membuntutinya.
Duh ... rebus temen boleh gak sih?
"Kalian kenapa sih buntuti gue terus?" bentak Aras. Ia sangat kesal, namun bukannya takut dan menyesal, kedua sahabatnya malah tertawa terbahak-bahak, lalu tertawa geli.
"Gapapa sih, cuma pengen bikin lo kesel aja," jawab Rely.
Asya melirik sahabatnya, kaget. "Heh, kalau ngomong jangan jujur banget napa, nanti Aras ngambek," ucapnya kesal. Ia belum siap kalau harus menerima omelan Aras sekarang juga.
"Astaga Asya ... kan jadi orang itu harus jujur, gak boleh bohong. Dosa."
"Ya tapi kan-"
"Apa? Gak terima hah? Sini gelut, ayok?" Rely memotong perkataan Asya. Dengan segera memasang kuda-kuda, menantang sahabatnya untuk bertengkar.
"Ayo, siapa takut. Tapi jangan disini. Kita cari tempat dan waktu yg tepat," remeh Asya. Dengan senang hati ia menerima ajakan Rely.
Aras sebagai pihak netral, menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan tingkah kedua sahabatnya. Kalau sudah begini, ia tak ingin lagi memancing keributan. Lebih baik menonton saja.
Asya dan Rely masing-masing telah menyiapkan kuda-kuda nya. Aras menghitung dari satu sampai tiga dalam hati.
Satu ....
Mereka saling bertatapan.
Dua ....
Kedua sahabatnya mengepalkan tangan, siap untuk bertarung.
Tiga.
"Kenapa lo tadi ngasih duit ke Dika, Ras?" tanya Rely tiba-tiba. Suasana tegang yang dimunculkan sebelumnya, mendadak hilang karena satu pertanyaan. Asya mengerutkan dahi, glabella tercetak sangat jelas disana. Ia bingung. Kenapa tiba-tiba Rely menanyakan hal itu? Bukankah tadi mereka berdua akan bertarung?
"Buat gantiin bensin." Aras kaget, namun secepatnya ia menjawab dengan rasa tak minat.
"Loh, kenapa kalian gak gelud? Tadi kan udah siap-siap. Padahal gue udah ngitung dari hati, loh," protesnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
For You:Please Come Back (TAMAT)
Teen FictionSesal dulu sependapat, sesal kemudian tiada guna. Itulah yang dirasakan Aras Oktarlyn, seorang gadis yang telah menyia-nyiakan seorang lelaki yang mencintainya dengan tulus. Sebenarnya dia tidak bermaksud untuk menyia-nyiakannya, namun ada suatu ala...