Delapan belas

57 26 3
                                    

Kayaknya di part-part sebelumya tanda bacanya amburadul, deh. Yakan, yakan?

Dari part ini aku mulai merubah peletakan tanda baca, sampai seterusnya. Di part-part sebelumya juga insyaallah bakal direvisi kecil-kecilan kok, cuma tanda baca sama typo nya doang, hehe.

Mohon maaf aja nih kalau ceritaku gak sebagus cerita orang lain, aku masih tergolong pemula, jadi setiap cerita masih jauh dari kata sempurna. Aku usahakan akan dibuat lebih baik lagi.

Kalau ada typo sama peletakan tanda baca yang salah komen aja, jangan sungkan-sungkan, karena ini bukan acara sungkeman(kaborrr)

Happy reading!
.
.
.

Kamu itu semangat aku. Kalau nggak  ada kamu aku gak tau gimana hidup aku.
Dika Wijayandra

"PERMISI, PAKET!!" seseorang tiba-tiba berteriak di depan rumah, membuat aktivitas membaca buku aras terganggu karenanya.

"Siapa sih yang pesen barang? Perasaan gak ada deh."

Aras bangkit dari duduknya dan berjalan menuju pintu depan rumah. Ketika dibuka Aras terkejut bukan kepalang, pasalnya yang ada di depan-nya tuh bukan agen olshop, namun Dika yang berdiri sambil membawa makanan dan 2 buah novel.

"Dika??" Aras terperangah melihat kehadiran Dika di depannya.

"Hai," sapanya dengan senyum yang mampu membuat kaum hawa terbang tinggi ke angkasa dengan rasa senang yang membuncah di hatinya. "Inget ucapan gue 2 hari yang lalu kan? Yang bagian gue bakal ngasih lo martabak dan novel?"

Pipi Aras seketika merona. "Ya ... gue kira lo cuma ngomong doang, eh gak taunya dikasih beneran. Padahal gak usah ngeluarin duit mulu biar ketemu sama gue," Aras merasa tak enak akan perlakuan Dika. "Tapi gue hargai kok apa aja yang dibawa sama lo. Jadi, makasih." Lanjutnya dengan senyum manisnya membuat dika menegukkan saliva-nya.

Duh Aras ... kenapa senyum lo maut banget? batin Dika terperangah.

"Santai aja, gue ikhlas kok ngasihnya."

"Oke deh. Mau main dulu atau pergi lagi?" tawar Aras.

"Main dulu deh, dah lama gak mampir," jawab Dika. Dan mereka berdua masuk ke rumah Aras.

Dahi Dika berkerut ketika melihat baskom kecil berisi es batu yang ada di meja ruang tamu.

"Aras, itu apa?" tanya Dika sembari menunjuk es batu itu.

"Es batu," jawab Aras polos.

Dika menghela nafas pelan, mungkin menahan rasa gregetnya akan jawaban polos dari Aras. "Iya, maksud gue tuh itu es batu buat apa? Emang ada yang memar di tubuh lo?" tanya Dika. Seketika raut wajahnya berubah menjadi khawatir.

"Nggak kok gue gak memar," jawab Aras.

"Lalu? Buat apa?" Dika bertanya lagi.

Dengan polosnya Aras menjawab, "ya buat dimakan lah," jawabnya.

Kening Dika semakin berkerut tanda ia tak mengerti ucapan Aras.

"Maksud lo? Ke ... Kenapa es batu dimakan secara langsung? Kayaknya gue masih di alam mimpi deh," Dika memukul jidatnya pelan berkali-kali dengan maksud membangunkan dirinya dari mimpi.

"Lo gak mimpi kok, buktinya sekarang lo lagi mukul-mukul jidatlo sendiri," sanggah Aras. "Lo baru liat orang makan es batu secara langsung ya?" Tanyanya membuat Dika terkekeh pelan.

For You:Please Come Back (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang