Dua puluh tiga

64 22 9
                                    

Pengumuman: apabila ditemukan typo harap segera melapor. Happy reading!!
.
.
.

Aku mencintainya. Tapi keadaan memaksaku untuk membuang jauh-jauh rasa itu.
Aras Oktarlyn

Bila kalian berpikir Aras menjawab perasaan Dika setelah dua minggu itu berlangsung, kalian salah besar.

Nyatanya sampai minggu keempat Aras belum juga menjawab perasaan Dika. Yang berarti sudah satu bulan ia menggantungkan perasaan Dika.

Tentunya waktu yang tidak sedikit itu membuat masing-masing jiwa yang sedang kasmaran tertekan dan bingung, mengapa kisah cintanya serumit dan semenggantungkan ini.

Menjadikan Aras akhir-akhir ini sering berandai-andai. Seandainya Dika tidak datang di hidupnya, seandainya rasa itu tidak ada, seandainya mereka berdua bisa berteman tanpa melibatkan perasaan, pasti tidak akan seperti ini.

Sebagai salah satu orang yang maniak buku dan kesendirian untuk berkelana dengan dunia kertas, tentunya hal seperti ini sangat sulit baginya. Kalau diibaratkan Aras seakan-akan disuruh membuang semua hobi dan ambisinya terhadap buku. Berat dan tak akan bisa dilaksanakannya. Aras mencintai buku melebihi mencintai dirinya sendiri. Dengan cara apapun ia akan mengusir, atau kalau terpaksa menghilangkan segala gangguan terhadap buku kesayangannya. Tapi ini cinta, Aras kalah berhadapan dengannya. Saat ia ingin menghilangkan hal itu dan kembali menyayangi buku dan isi-isinya, mendadak cinta menghadangnya, seakan-akan tak mau posisinya terganggu oleh buku. Padahal, dia sendiri adalah pengganggu.

Aras rasa ia sangat kejam terhadap Dika karena menggantungkan perasaannya. Memang, siapa yang mau hubungannya digantung tanpa kepastian? Aras tahu itu. Ia sangat ingin mengakhiri hal ini. Namun ia bingung harus mengatakan apa kepada Dika, juga ia belum menemukan jawaban untuk dirinya mengenai hal itu.

Gue harus mengakhiri hal ini! batin Aras mantap.

***

"Aaaaarraaaasssssss ....," panggil Rely dengan nada yang dibuat-buat.

"Hm," jawab Aras kelewat singkat.

"Anjir singkat amat balesannya," celetuk Asya tiba-tiba.

"Tau ih .... Aras mah gitu," Rely mencebik sebal. Asya menepukkan jidatnya pelan, dan Aras hanya mengangkat bahu tanda tak peduli.

"Aras, lo kenapa sih? Laper ya? Makan seblak yuk!" seru Rely semangat, sayangnya Aras tak menanggapinya.

"Yuk!!! Traktir ya," sahut Asya tiba-tiba, membuat orang yang mengajaknya memutar matanya kesal.

"Bukan lo, marimar. Gue ngajak Aras tuh biar mood dia balik lagi."

"Loh-loh, kok marimar, sih? Yang keren dong, misalnya Asya Manoban gitu," Asya tak terima dengan julukan Rely untuknya.

"Tapi sayangnya lo bukan adeknya Lalisa Manoban, Asya," ejek Rely, Asya menanggapinya dengan memeletkan lidahnya meladeni ejekan Rely.

"Eh bukannya Asya tuh yang gini ya, 'nama Asya Tafania Viorely Pratama, salam kenal ya. Asya harap Asya bisa akrab dengan kalian semua.' gitu kan?" tanya Rely sembari memeragakan orang yang sedang memperkenalkan diri.

"Itu saya, goblok!" tamatlah riwayat Rely, karena Asya sudah sangat kesal dengan ejekannya. Sampai-sampai ia mengeluarkan kata kasar. Padahal, Asya yang mereka kenal tak pernah mengeluarkan kata kasar.

"Okay, okay," Rely terlihat-sedikit-ketakutan. "Gue minta maaf, oke?"

Senyum Asya seketika terbit mendengar permintaan maaf sahabat gesreknya itu. "Santai aja, gue maafin kok. Muehehehe."

For You:Please Come Back (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang