Tiga Puluh Delapan

21 18 9
                                    

Akan ada satu titik dimana aku melihatmu, aku tak akan merasa kagum lagi. Aku yakin.
Aras Oktarlyn

Bolehkah Aras berkata "tidak ingin"?

Jarak antara Jakarta dan Jawa Tengah cukup jauh, ia tak mau meninggalkan keluarganya. Harusnya beruntung karena tidak dipindahkan ke luar negeri, seperti beberapa artikel yang pernah dibacanya beberapa minggu lalu. Jawa Tengah terbilang dekat untuk hal ini. Namun ....

"Gue gak mau! Gue gak mau jauh dari keluarga dan temen-temen. Rely, Asya, Salsa, Risa, Melinda ...." Aras menghela napas pasrah. Karena walau bagaimanapun caranya pertukaran pelajar ini dicegah, tetap tidak bisa.

"Kenapa gak dipindahin di sekolah sebelah sih?! Kayak SMA Leo, gitu?" keluhnya.

Namun, ia menyadari sesuatu.

SMA Leo adalah tempat Dika bersekolah. Kalau ia dipindahkan ke sana, berarti ....

"Gak, gak. SMA Leo bukan hal yang bagus buat gue. Gak ada kesempatan melupakan Dika kalau gue dipindahin ke sana." Ia menggeleng kepala dengan kuat, tak ingin membayangkan apabila dirinya bersekolah di SMA Leo.

Tiba-tiba Aras mematung.

"Tapi ... kalau gue sekolah di SMA Pisces, otomatis gue bakal jauh dari Dika. Gue bakal bisa ngelupain Dika dan dia juga bakal ngelupain gue." Aras Jingkrak-jingkrak saking bahagianya. Kenapa pula baru sekarang ia menyadari kemungkinan itu?

"Gak apa-apa kalau gue jauh dari keluarga dan temen, asal bisa jauh dari Dika," ucap Aras senang. Bisa melupakan Dika adalah pencapaian terbesar yang akan diraihnya. Walau rasa terhadap Dika saat ini masih besar seperti awal ia mencintai cowok itu, tapi ia tak ingin memiliki hubungan dengannya. Prestasinya akan hancur kalau ia pacaran.

Sebuah notifikasi handphone terdengar di telinga Aras. Ternyata, itu pesan dari Asya.

Asya Kulkas Pemanas
Ras, gue sama yang lain mau ke rumah lo.

Senyum Aras mengembang. Ini yang ia mau sebelum meninggalkan semuanya untuk sementara.

***
Aras membereskan ruang perpustakaan keluarga yang akan dipakai untuk tempatnya dan teman-temannya bermain. Beberapa snack, kue, dan minuman rasa greentea dan jus mangga tak lupa terhidang di meja. Tak ada penghuni rumah selain dirinya untuk saat ini, memungkinkan ia dan teman-temannya bisa berbincang bebas.

Tepat dengan selesainya Aras menyiapkan semua, terdengar suara Teman-teman yang memanggilnya. Ia bergegas menuju pintu depan rumah dan membukanya. Sedikit terkejut, karena semuanya masih mengenakan seragam.

"Loh, kok kalian masih pakai seragam? Emang gak langsung pulang?" tanya Aras bingung.

Asya melihat kebingungan yang tercetak jelas di wajah Aras, jadi ia mewakili jawaban dari semua temannya. "Iya, sebelum ke rumah lo, kita tadi ke toko buku dulu buat beli beberapa buku buat tugas sekolah. Kita gak ngajak lo karena gue tahu kalau lo butuh waktu sendiri. Lagipula lo pasti punya buku yang kita beli." Asya menjawab disertai kekehan canggung, khawatir bila Aras marah dan membencinya. Untungnya Aras mengerti, ditandai dengan senyuman sambil mengucapkan terima kasih kepada Asya.

Aras mengajak mereka semua untuk masuk ke rumahnya dan berjalan menuju perpustakaan keluarga. Dijelaskan kalau tidak ada orang di rumah, hingga mereka bebas untuk melakukan apa saja—selagi masih tahap wajar sebagai tamu.

Sampailah Aras dan kawan-kawan di perpustakaan keluarga. Mereka semua—kecuali tuan rumah—kagum dengan isi dari perpustakaan keluarga. Suasana yang begitu tenang membuat mereka makin senang—walau di perpustakaan sekalipun. Mereka pun tak kalah bahagia saat melihat makanan dan minuman telah terhidang di meja besar yang ada di sana.

For You:Please Come Back (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang