Tiga puluh

39 24 13
                                    

Hai semua? Masih ingat sama cerita ini setelah sebulan lebih berdebu?
Kalau iya, aku saranin kalian baca lagi ceritanya dari awal.

Selamat membaca!!

Apa gue pindah ke planet lain aja, ya? Percuma tinggal di bumi kalau gak ada yang sayang.
Veraldi Nasution

Genangan air hasil hujan semalam tersebar di sepanjang jalan. Hari ini hari Minggu dan hari ini pula stok cemilan di lemari khusus cemilan milik Aras habis. Aras menyadarinya saat ia tak sengaja melihat sebuah lemari yang kosong melompong.

"Udah abis lagi, ya? Haduh mana lagi mager keluar nih, gue." Aras melangkahkan kakinya dengan lesu ke perpustakaan keluarga.

Aras membaca beberapa buku untuk mengabaikan rasa ingin ngemilnya. Bermenit-menit lamanya namun tetap saja, perasaan itu tak bisa diabaikan. Aras bangkit dari duduknya, dan berniat untuk membeli cemilan ke luar. Ingat, hanya berniat!

Dering handphone yang Aras tinggalkan di atas meja meramaikan suasana perpustakaan keluarga, hal itu membuat Aras sadar kalau sedari tadi handphone-nya ia abaikan.

"Ini siapa yang nelpon, sih?" tanya Aras bingung bercampur kesal. Ia mengangkat telepon begitu saja tanpa melihat kontak siapa yang menelponnya.

"Ngapain sih nelpon gue! Gue lagi sib—"

"Aras, kenapa marah-marah?"

Aras terbelalak begitu mendengar siapa yang menelponnya kini. Raut wajahnya menunjukkan kepanikan.

Mampus! Gak taunya Ayah yang nelpon gue! rutuk Aras dalam hati.

"Eh, Ayah. Aras gak marah kok. Tadi mah cuma akting. Hehe," ucapnya diselingi tawa canggung.

Di luar sana ayah Aras menggeleng mendengar alasan anak tercintanya. "Ya udah deh, Ayah gak percaya."

"Nah ... gitu dong. Eh? Ayah kok gitu sih? Percaya dong sama Aras." protesnya. Ia khawatir ayahnya akan mengomelinya.

"Hahaha ...."  terdengar sebuah tawa di handphone Aras. "Iya Ras, Ayah percaya kok."

Aras bersorak dalam hati. Ia melompat dalam diam agar tidak ketahuan ayahnya. "Oke-oke. Tumben Ayah nelpon? Ada apa ya?"

"Gini, minggu besok Ayah gak jadi pulang. Jadi tolong bilang Ibumu, ya?"

Senyum Aras menghilang seketika. Rasa gembira karena kedatangan ayahnya pun harus ia telan bulat-bulat. Ekspresinya kini menunjukkan rasa kecewa.

"Iya, Ayah. Fokus kerja aja, nanti Aras bilangin ke Ibu," balas Aras degan nada setenang mungkin. Padahal, dalam hatinya ia sedih karena ayahnya tidak bisa menepati janji.

"Maaf ya, Ayah gak bisa pulang tepat waktu. Tolong maklumi ya Sayang."

Aras menganggukkan kepalanya. Tapi ia sadar kalau ayahnya tak bisa melihatnya. "Iya, Yah. Udah dulu ya, Aras mau jajan. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Tutt.

Aras mengakhiri teleponnya. Ia bergegas keluar dari perpustakaan agar secepatnya bisa membeli beberapa makanan untuk cemilan.

Saat dia memegang pagar bermaksud untuk membukanya, tiba-tiba terdengar dering telepon yang membuat ia menghentikan aktivitasnya. Aras langsung mengangkat telepon begitu saja tanpa melihat siapa yang menelponnya.

"Kenapa Ayah telpon aku lagi? Katanya Ayah lagi kerja."

"Hah? Ayah? Ini gue, Ras. Dika Wijayandra cogan paling ganteng seantero dunia."

For You:Please Come Back (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang