Tiga puluh dua

31 20 0
                                    

Semakin ke sini aku merasakan kehadiranmu yang semakin memudar. Apa kau ingin menjauhiku?

Dika Wijayandra

Di taman kota terdapat Melinda yang duduk sendirian di bangku taman. Pandangannya terus menatap ke depan seakan sedang melamun. Entah apa yang dilamunkannya—kalau benar dia melamun. Hanya Tuhan dan ia yang tahu.

Kini pandangannya berubah, tertuju pada kaki yang sedang diayun-ayun olehnya. Menabrak beberapa batu kerikil dan sebuah tawa kecil muncul dari bibirnya. Namun tiba-tiba senyumnya memudar, tergantikan oleh lengkungan negatif di bibirnya—murung.

"Gue pengen keadaan kembali seperti dulu," gumamnya tanpa sadar, masih dihiasi dengan wajah murungnya.

Tiba-tiba seseorang datang menghampiri Melinda. Ia duduk di sebelahnya—dengan jarak yang cukup jauh.

"Kenapa lo sendirian? Dan juga ... kenapa lo nangis?" orang itu bertanya sambil menatap Melinda intens. Terlihat guratan cemas yang tak main-main di wajahnya.

"Gapapa," jawab Melinda singkat.

Tidak puas dengan jawaban yang diberikan Melinda, orang itu pun mendekatkan diri pada orang di sampingnya. "Kok gapapa? Gue yakin sekarang lo lagi punya masalah. Sini cerita. Tenang aja, gue orangnya bisa dipercaya kok," bujuk orang itu. Jarinya perlahan mulai mencolek-colek lengan Melinda, menuntut sebuah jawaban yang pasti.

"Berisik deh, Sa! Lo tetep ketauan walau pake topeng juga."

Orang itu—Risa melongo. Ternyata penyamarannya terbongkar!

"Ih lo mah ... kok tau sih? Padahal gue lagi social eksperimen nanya² orang yang lagi galau. Ini topeng mahal loh, teksturnya aja udah kayak kulit manusia. Kok lo bisa tau semudah itu, sih?" Risa berjengit tak suka. Dia sudah beli topeng wajah dari luar negeri loh, Mahal pula! Jadi ia kesal kalau penyamarannya dapat diketahui dengan mudah.

"Lagipula, buat apa sih lo bikin acara samar-samaran segala?" Melinda mendelik. Menurutnya, perbuatan Risa sungguh kurang kerjaan.

"Ya gapapa, gue gabut." Risa perlahan melepaskan topengnya. Sepertinya ia risih juga.

"Oh ya, lo kenapa galau? Keinget mantan ya?" tanya Risa. Ia memasang nada menggoda.

"Mantan? Emang mantan itu apa? Sejenis botol air mineral yang gak kepake trus dibuang ke tong sampah, kan?" Melinda balik bertanya.

"Eh anjir, kejam amat lo." Risa bergidik ngeri. Bagaimana mungkin mantan disamakan dengan sampah?

Melinda melirik Risa sekilas, lalu terkekeh melihat responnya. "Lagian sih, lo pake bahas mantan segala. Ngomong-ngomong, gue gak punya mantan, ya." ia beranjak dari tempat duduknya, dan pergi meninggalkan Risa seorang diri.

"Eh? Kok ditinggal sih?"

***

Seperti biasa, di perpustakaan kota, terlihat tiga sekawan—Aras, Rely dan Asya—sedang bercengkrama. Awalnya Rely mengajak sahabatnya untuk bermain di cafe atau mall. Tapi karena Aras tak suka jajan dan Asya selalu sependapat dengan Aras, akhirnya mereka bertiga bermain di perpustakaan—dengan paksaan Aras tentunya.

Aras sibuk membaca buku novel 700 halaman hardcover, dan kedua sahabatnya sibuk mengobrol ria.

"Gue bosen nih, Sya. Main tebak-tebakan kuy!"

"Ayo. Lo yang mulai ya," sahut Asya.

Rely berfikir sejenak. Mencari satu teka-teki di otak yang pastinya akan membingungkan Asya untuk menjawab. Ia akhirnya menemukan satu teka-teki.

For You:Please Come Back (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang