Dua puluh empat

47 21 6
                                    

Guys, gak nyangka deh, dalam waktu 3 bulan cerita ini udah dapet 1k readers!!! Bener-bener dah Syah gak percaya secepat ini bisa dapet 1k readers//nangis bahagia//. Terimakasih untuk kalian yang sengaja gak sengaja nemu dan baca cerita yang absurd ini. Walaupun vote belum terlalu banyak, aku cukup puas dengan reader yang mau dan setia membaca setiap part di ceritaku ini.
Happy reading!!!
.
.
.
.

Tidak ada akhir yang indah apabila kamu berharap lebih kepada manusia, karena sesuatu yang berlebihan itu akan berujung pada realita yang menyayat ekspektasi.
Dika Wijayandra

Tak ingin mendengar lebih jauh jawaban Aras, Dika mematikan teleponnya sepihak.

Saat mendengar kata teman dari mulut Aras, entah mengapa rasanya begitu sesak dan sakit untuk Dika, apalagi setelah mendengar penolakan halus darinya.

Untuk beberapa waktu Dika berharap ia adalah perempuan. Karena dengan begitu, ia dapat dengan leluasa mengeluarkan semua bebannya dengan cara menangis. Ia ingin sekali menangis kencang, sambil berteriak tak terima dengan kejadian hari ini.

Namun sayang ia bukanlah perempuan. Gengsinya sebagai lelaki membuatnya malu untuk mengeluarkan emosinya dengan cara seperti perempuan pada umumnya.

Sakitnya penolakan dari Aras sungguh tak dapat dideskripsikan. Ia merasa nyeri, sesak, sedih, marah, tertawa miris dalam waktu bersamaan. Emosinya campur aduk menciptakan jenis emosi baru yang tak dapat dideskripsikan. Entah mengapa dengan Aras ia merasa senang dan sedih saat Aras menjauhinya, yang Dika kira perasaan itu tak ditemukan saat bersama mantan-mantannya tempo dulu. Marah? Ya, Dika sangat marah sekarang ini. Tapi ia tak bisa melampiaskan kemarahannya kepada Aras. Ia sadar bahwa Aras itu perempuan, dan perempuan akan tersakiti hatinya apabila dibentak dan diperlakukan kasar oleh laki-laki.

Tadinya Dika menduga bahwa Aras menolaknya karena rasa cintanya yang tak terhingga kepada buku. Tapi masa iya Aras mencintai buku sampai segitunya. Setiap manusia diberikan rasa cinta kepada sesama makhluknya, dan Aras pasti memilikinya.

Apakah cinta Dika bertepuk sebelah tangan?

Sepertinya iya, dibuktikan dengan penolakan yang diucapkan oleh Aras untuknya.

Apakah Dika harus menyerah dengan perjuangannya yang tak membuahkan hasil? Atau sebaliknya?

"Kira-kira, Aras ngerasa bersalah gak ya karena nolak gue?"

"Jangan harap, Dika, dia cinta lo aja nggak. Sia-sia lo beliin Aras segalanya, kalau tetep gak bisa ngambil hati Aras."

Monolog Dika dengan penuh rasa sesal dan sedih.

Dika kembali melirik handphone-nya, menampilkan kontak Aras dengan nama "Aras My Luv💖". Nama kontak yang ia janji tak akan ia ubah, membiarkan nama kontak Aras seperti itu walau bagaimanapun keadaannya.

Ingin Dika menghubungi Aras, namun niat itu ia urungkan. Ia rasa untuk sementara ini ia tak akan menghubungi Aras, kecuali kalau Aras yang memulai.

***

"Dika... tolong maafin gue....."

Masih dipenuhi rasa bersalah, Aras kini menangis sesenggukan. Ia menyesal karena mengucapkan penolakannya untuk Dika.

Apakah Aras harus membicarakan hal ini lagi dengan Dika? Atau membiarkan semua terjadi sampai akhir yang tak menentu?

Aras tak terbiasa dengan keadaan ini. Biasanya, ia akan berusaha untuk tidak mengecewakan orang di sekitarnya. Tapi kenapa ia bisa setega itu pada Dika?

For You:Please Come Back (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang