Bab 10. Sidang Munaqosyah

68 33 77
                                    

Tolak ukur pencapaian seseorang tidak dilihat dari nilai semata, tapi dilihat seberapa banyak manfaat yang telah ditebarkan kepada orang lain. Disitulah amal yang akan diperhitungkan dihadapan Sang Rabb.

~ Seberkas Jejak Santri ~

Karya Serpihan Ilalang

==========♡♡♡♡♡==========

Beberapa hari ini Zalfa memfokuskan diri untuk mempersiapkan sidang skripsi (Munaqosyah). Sebenarnya Zalfa termasuk mahasiswi yang biasa-biasa saja. Dia bukan mahasiswa beasiswa bukan pula mahasiswa yang dekat dengan dosen. Dia hanya mahasiswa yang hobi baca buku dan diam. Tidak suka banyak bicara, kecuali ada seseorang yang membuatnya nyaman dan memancing Zalfa untuk bercerita.

Saat itu target dari ketua program studi ialah minimal 5 mahasiswa yang mengikuti wisuda gelombang yang akan diselenggarakan. Dan dari 5 mahasiswa yang ditargetkan sebagai calon wisudawan sudah ditentukan oleh para dosen, Zalfa tidak termasuk dalam 5 mahasiswa yang telah ditentukan. Dengan tersebarnya berita tersebut, Zalfa tetap fokus dengan skripsinya. Tanpa menghiraukan siapa saja yang nantinya akan diikutsertakan dalam wisuda gelombang tersebut.

"Skripsimu hampir selesai, ini saya sudah Acc bab empatnya. Kamu tinggal merevisi beberapa bagian yang saya koreksi. Dan lusa kamu bawa revisiannya sekaligus bab penutup ya. Sertakan lampiran-lampirannya. Biar saya bisa meng-acc sekalian," ucap pak Ismatulloh selaku dosen pembimbing Zalfa.

"Ini be-beneran pak? Saya tinggal penutup?" tanya Zalfa sedikit tidak percaya.

"Iya. Kamu mau ikut wisuda gelombang sekarang kan?" jawab pak dosen memastikan.

"Iii.. iya pak, tapi..." gugup Zalfa.

"Tapi kenapa? Saya sudah bilang ke kaprodi, bahwa kamu berhak mengikuti wisuda sekarang." tandas pak Ismatulloh.

"Ya Alloh, Alhamdulillah. Terima kasih pak."

"Lebih cepat wisuda lebih baik Zal. Ya sudah, bimbingan hari ini dicukupkan dulu."

"Terima kasih pak, baik. Saya permisi pak, Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam..."

Dengan perasaan gembira Zalfa keluar dari ruangan dosen. Saat menuruni tangga fakultas ia berpapasan dengan teman kelasnya, dan salah satu mahasiswa yang ditargetkan untuk wisuda gelombang sekarang.

"Hai Zal... gimana habis bimbingan?"

"Iya Rum, mau bimbingan juga?"

"Iya. Tapi sekalian mengundurkan diri, kayaknya aku gak ikut wisuda sekarang deh. Aku aja masih stuck di Bab dua. Belum nanti harus dialih bahasakan ke bahasa Arab."

"Oh gitu... ya ya gapapa. Semangat Rum, semoga selalu di beri kemudahan."

"Makasih Zal, kamu udah bab berapa?"

"Alhamdulillah, tinggal revisi bab empat."

"Wah... bentar lagi dong, pantesan aja tadi kaprodi nanyai kamu Zal."

"Iya kah? Buat apa?"

"Iya mungkin mau nanyain skripsi kamu, barangkali mau ikut wisuda sekarang."

"Oh gitu. Ya sudah aku mau pulang ya Rum."

"Iya... see you Zal, kabar-kabar ya kalau mau sidang," ucap Ningrum sambil menjabat tangan perpisahan.

"Insya Alloh Rum."

Mereka berpisah di luar gedung fakultas. Zalfa menyusuri koridor kampus, berjalan menuju perpustakaan. Saat hendak masuk perpus, tiba-tiba ada yang memanggil namanya.

Seberkas Jejak Santri (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang