Bab 46. Terima Kasih

19 6 5
                                    

Rasa itu bisa tumbuh kapan pun, apalagi setelah adanya pertemuan yang meninggalkan sesuatu yang berkesan.
( Aditiya Rachman Alfarizy )

~Seberkas Jejak Santri~

Karya Serpihan Ilalang

===========♡♡♡♡♡==========

Di salah satu pendopo yang nyaman, sejuk, dan dinaungi pohon rindang. Seorang gadis sibuk dengan pikiran yang berkelana, mengumpulkan imajinasi lalu mencorat-coretkannya di buku yang ia genggam.

Sesekali ia melanjutkan mengetik pada laptop di depannya yang berjajaran dengan setumpukan buku, fiksi dan non fiksi. Dialah Zalfa.

Setelah kejadian pekan lalu, ia berada di rumah. Ayahnya sudah menceritakan semuanya. Siapa yang waktu itu datang menemui keluarga Zalfa dengan bembawa niatan baik. Ayah dan Ibu Zalfa sangat mengerti keadaan Zalfa, ia tidak ingin membebani anaknya. Biarlah Zalfa fokus dengan impiannya, karena Zalfa pernah bilang.

"Zalfa mohon Pak, Ma. Siapapun nanti yang datang dengan niatan menginginkan Zalfa. Jangan diterima terlebih dahulu sebelum impian terbesar Zalfa saat ini terwujud. Setelah impian Zalfa tercapai nanti terserah Bapak dan Mama, kalaupun Zalfa harus dijodohkan tidak apa. Insya Allah Zalfa ikut kemauan Bapak dan Mama, yang terpenting kalian ridho pasti Allah ridho," ucap Zalfa kala itu kepada kedua orangtuanya.

Gadis bergamis ungu dengan jilbab senada, sedikit menoleh, karena ada sosok pemuda yang duduk tidak jauh dari tempatnya. Kebetulan pendopo tersebut juga luas, tidak menutup kemungkinan bagi siapa saja boleh bernaung di sana.

Pemuda itu pun memperhatikan Zalfa, awalnya Zalfa abaikan. Tapi ketika ia menengok lagi ternyata dia masih diperhatikan dengan tatapan sedikit canggung. Akhirnya Zalfa menganggukkan kepala sebagai sapaan, meski sebenarnya ia sangat risih diperhatikan seperti itu.

Pemuda itu semakin mendekat, sampai di samping Zalfa.

"Ada apa?" tanya Zalfa heran.

"Maaf..." Hanya kata itu yang keluar dari mulut pemuda itu. Pemuda itu memperhatikan jilbab Zalfa.

"Jangan kurang ajar yaa," Zalfa beringsut memundurkan diri ke arah pojok pendopo.

"Tidak, saya tidak berniat buruk, ituu..." ucap Pemuda itu sambil menunjukkan belakang jilbabya.

"Apaaa?" Zalfa sudah panik.

"Tsuuut, jangan teriak. Dibelakang jilbabmu ada ulet bulunya," terang pemuda itu.

"Aaaaaah Mamaaa, tolong-tolongin saya pliiiiis," jerit Zalfa sambil mendekat pemuda tadi.

"Mana ada Mama kamu di sini, jangan keras-keras. Nanti kita dikira lagi ngapain lagi. Cuma berdua lagi."

"Nggak berdua itu banyak orang," tunjuk Zalfa ke arah taman di sekitarnya.

"Maksudnya yang dipendopo ini."

"Eh mau kemana?" ucap Zalfa sambil menarik hoodie pemuda itu, "tolong saya, saya paling takut sama ulet," Zalfa refleks menarik hoodie yang dikenakan cowok itu, setelah pemuda itu berhenti melangkan baru Zalfa melepas tarikannya. Zalfa menangis, sambil bergumam kata "tolong,"

"Hei, jangan nangis. Aku cuma mau ambil ranting itu untuk mengambil ulat di jilbabmu. Aku gak mungkin kabur ninggalin cewek nangis gini," terang pemuda itu.

Seketika mata Zalfa berbinar, "Makasih, ayo cepat tolongin saya, sebelum saya hilang kesadaran dan harus melepas jilbab ini."

"Sabar Nona, saya kira kamu muslimah yang taat. Dan nggak mungkin ngelepas jilbab begitu saja," ucap pemuda itu dengan santai sambil mematahkan ranting.

Seberkas Jejak Santri (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang