"Jangan ragu untuk mewujudkan impianmu, Tuhan selalu membantu hambanya yang memiliki keyakinan kuat. Teruslah berusaha, akan ada hasil indah setelah proses yang kau lalui. Ingat, selalu ada do'a-do'a orang yang menyayangimu. Semangat!"
Karya Serpihan Ilalang
==========♡♡♡♡♡==========
Bintang-bintang gemerlap indah di atas kota satria. Bulan yang memancarkan cahaya purnama, kesiur angin malam yang menembus bangunan-bangunan berventilasi. Beberapa santri ada yang bertugas ronda malam. Baik santri putra maupun putri setiap harinya ada yang ditugaskan untuk berjaga-jaga di setiap sudut pesantren. Di asrama yang berbeda tentunya. Putra sendiri, putri sendiri.
Salah satu yang bertugas ialah Zalfa, setelah mereka berjaga. Sesekali mereka keliling setiap komplek. Tinggal ke komplek cabang yang belum mereka kunjungi.
Zalfa masih merenungi pemandangan indah kota satria dari serambi lantai tiga bangunan pesantren, ia tersenyum mengingat kenangan-kenangan yang telah ia lalui tujuh tahun silam.
"Mbak Zal, ayok turun. Tengah malam gini senyum-senyum sendiri ih. Mencurigakan," ucap Naila.
"Eh iya, udah saatnya kita mencet bell tahajud ya?" tanya Zalfa, saat kembali dari lamunannya.
"Iya makanya Mbak, hayu atuh kalahkah ngahuleung. Endang rek sare yeuh gantosan jeung batur," jawab Endang, si santri asal sunda.
"Lah ngomong opo tho kowe iki Ndang?" sela salah satu santri asal Semarang.
"Ya sudah yok, kita turun. Sekarang! Biar nanti aku yang pencet bel. Kalian bangunin tiap kamar yang dekat dengan kamar kalian, selebihnya biar aku saja. Kalian tidur sampai shubuh berkumandang oke..." saran Zalfa.
"Siap Mbak, cuuuuus ayooo!" ucap Endang penuh semangat.
Setelah membangunkan sebagian santri yang suci, para santri yang kebagian ronda beristirahat. Sebelum adzan subuh memaksakan mereka untuk bangun.
Kegiatan pondok berjalan penuh khidmat seperti biasanya. Zalfa sedang menenangkan hatinya, nanti sore ia akan menyetorkan separuh juz terakhir dalam al-Qur'an. Kemudian di malam harinya ia akan merampungkan separuh terakhir juz al-Qur'an yang berisikan surat-surat pendek.
Semoga Engkau memudahkanku untuk mengkhatamkan ayat-ayat suci-Mu ya Allah. Tidak ada kendala suatu apapun, dimudahkan lisanku diberi ketenangan hati dan pikiranku. Berikanlah pula kemurahan hati untuk Pak Kyai dan Bu Nyai menyambut dengan ramah dan do'a terindah saat aku khatam nanti ya Allah. Do'a Zalfa dalam benaknya.
***
Malam hari telah tiba, ini waktu yang sangat mendebarkan bagi Zalfa. Ikhtiyar sudah, memohon do'a restu kepada kedua orangtuanya pun sudah. Inilah puncak perjuangannya, meski akan ada lagi gerbang menuju perjuangan-perjuangan selanjutnya.
Berkas-berkas kenangan tiba-tiba memenuhi pikiran Zalfa, dimana perjuangannya berawal tujuh tahun silam, semakin tahun semakin berkurang teman-teman seperjuangannya. Berbagai kendala yang membersamai saat menyelam mimpinya semuanya terlintas.
Zalfa terus berdo'a dan menenangkan hatinya. Sambil menunggu antrian ia mengulang-ulang terus surat-surat pendek yang akan ia lantunkan langsung di hadapan Pak Kyai. Sampai giliran Zalfa maju, barisan demi barisan berkurang. Zalfa mengambil nafas dengan tenang.
Surat-surat demi surat Zalfa lalui sampai dengan surat An-Nas. Kemudian di lanjut dengan bacaan tahlil.
"Robbana la tuakhidzna dalam nasiina au akhtha'na. Rabbana wa la tahmil alaina isran kama hamaltahu alalladzina min qablina. Rabbana wa la tuhammilna ma la thaqata lana bih. Wa'fu 'anna waghfir lana warhamna anta maulana fanshurna alal qaumil kaafirin..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seberkas Jejak Santri (TAMAT)
General FictionZalfa, seorang santri putri sekaligus mahasiswi di salah satu Universitas Islam Negeri di Jawa Tengah. Ia yang begitu gigih dengan impiannya, bersama sahabat ia lalui bersama merangkai mimpi. Meski kendala, penghianatan, tuntutan, menjadi tirai men...