Jiwa yang Gerimis
Oleh Serpihan Ilalang
Matahari temaram
Sebab pekatnya mendung yang menyelimutinya
Ingin kuusir kegalauan jiwa yang mencekam
Aku tahu, dia menyimpan mendung yang bergumpal-gumpalKetika fajar menyingsing
Angin mendesau kencang
Pikiran berkecamuk menerjang deru hujan
Kulihat jiwa yang gerimis menjelma pahlawanTuhan...
Sebelum mereka memasuki usia senja
Izinkan aku menunjukkan kebahagiaan
Aku bukan lagi anak manjaBagaimana aku tertawa riang
Saat cita-cita masih mengambang
Sementara batin didera kecemasan yang lelah
Dan hanya bisa merintih, ya Allah...Purwokerto, 2021
"Hei neng, diem-diem bae... pasti lagi bersajak nih," tebak Mbak Mar'ah yang datang tiba-tiba."Eh iya Mbak, dari pada bengong mending bersajak kan mba? Hehe"
"Betul neng, btw lagi 'udzur?"
"Iya Mbak," jawab Zalfa sambil tersenyum.
"Sayangnya Mbak lagi nggak 'udzur. Kapan-kapan kalau Mbak 'udzur kita ke optik yuk neng," ajak Mbak Mar'ah.
"Siap Mbak..."
"Eh, tapi kalau kita 'udzur-nya barengan. Kalau nggak pas ngajinya libur neng."
"Iya Mbaku. Kalau ada uangnya juga tentunya Mba, hehe."
"Haha... betul betul, macem mana kalau tak ada uangnya kita mau beli kacamata pake apa," Tawa Mbak Mar'ah pecah sambil menepuk bahu kiri Zalfa.
"Mbak aku mau nanya."
"Iya neng, tanya aja apapun. Santuy aja sama Mbak Mar mah," jawabnya diiringi tawa.
"Mbak kan anak sulung tuh, Mbak pernah nggak sih terbesit pengen kerja gitu. Nggak pengen jadi beban keluarga mulu. Aku aja ya Mbak yang anak kedua kadang kepikiran gitu."
"Hm... pasti neng, Mbak anak pertama dan masih punya dua adik yang masih dibiyayai kedua orang tua. Tapi Mbak percaya, suatu saat nanti Mbak bisa membahagiakan mereka meskipun sekarang masih seperti ini."
"Iya Mbak, tapi aku salut sama Mbak. Mbak tuh keren. Sudah wisuda lama jauh sebelum Zalfa, dan Mbak juga Sarmad (Sarjana Madin) udah jadi Ustadzah, dan sekarang tinggal al-Qur'annya saja. Tapi Mbak tuh keren semangatnya patut di contoh nih, meski di usia Mbak itu kebanyakan udah pada nikah, kerja, dan sebagainya. Tapi Mbak tak pernah minder selalu optimis."
"Keren apaan lah neng, kelihatannya saja. Tapi sebenarnya hati Mbak itu ya seperti yang kamu fikirkan. Mbak itu hanya tidak ingin terlihat sama orang lain saja neng, biar orang lain tahu kalau Mbak selalu ceria. Tanpa ada suatu beban."
"Nah itu, yang Zalfa salut sama Mbak."
"Ya lah gapapa, percaya saja sama Alloh. Akan ada waktu terbaik untuk kita neng, untuk memperlihatkan kesuksesan kita sesuai yang telah Allah kehendaki."
"Benar Mbak... bismillah semangat!!!"
"Semangat, ingat nomorsatukan al-Qur'an."
"Siap insya Allah." Zalfa dan Mbak Mar'ah berpelukan.
Mereka memang sudah sarjana, tapi bukan gelar yang sedang mereka perjuangkan. Tapi al-Qur'an lah yang sebenar-benarnya perjuangan yang harus selalu digenggam karena al-Qur'an impian yang sesungguhnya. Dan satu-satunya teman yang kelak akan menemani kita di alam kubur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Seberkas Jejak Santri (TAMAT)
Fiksi UmumZalfa, seorang santri putri sekaligus mahasiswi di salah satu Universitas Islam Negeri di Jawa Tengah. Ia yang begitu gigih dengan impiannya, bersama sahabat ia lalui bersama merangkai mimpi. Meski kendala, penghianatan, tuntutan, menjadi tirai men...