Bab 25. Selling Bread

23 4 0
                                    

Apa yang kita usahakan dari hasil kita sendiri itu jauh lebih memuaskan. Dari pada kita bergantung kepada orang lain dengan hasil sepadan tapi bukan dari jerih payah kita sendiri.

~ Seberkas Jejak Santri ~

Karya Serpihan Ilalang

==========♡♡♡♡♡==========

Terik mentari semakin menguasai bumi pertiwi, angin sepoi-sepoi mengibarkan jilbab ungu yang dikenakkan seorang gadis. Ia berjalan dengan membawa dua kardus yang memenuhi kedua tangannya dan menggendong ransel berwarna purple. Karena kecintaanya terhadap ungu hampir semua yang ia kenakkan berwarna ungu. Balutan gamis yang ia kenakkan pun berwarna ungu.

Di koridor kampus ia berjalan menuju tempat yang akan ia tumpangi untuk jualannya. Ia menyapa dengan senyum ramahnya pada orang-orang yang berpapasan dan menatapnya. Ia menaruh satu kardus di depan gedung H, yang menurutnya ramai mahasiswa berlalu lalang.

Kemudian satu kardus lagi ia simpan di depan gedung A, karena gedung tersebut ialah gedung yang strategis. Banyak mahasiswa yang beristirahat duduk santai di depan gedung A sambil menikmati wifi.

Jualan Zalfa tidak ditunggu, dalam penerapan jualannya Zalfa menggunakan "metode kejujuran" jadi siapa saja yang membeli rotinya pasti ia akan menaruh uang sesuai dengan harga yang sudah tertulis. Kalaupun kembalian ia akan mengambil sendiri di tempat uang yang telah disediakan.

Satu kardus berisi 50 bungkus roti dengan harga 2000 rupiah. Jadi kalau jualannya habis dalam satu kardus seharusnya ada uang 100.000. Zalfa mengambil keuntungan perbungkusnya ialah 10%. Jadi lumayan jika jualannya laku semua. Kalau di kampus tidak habis, biasanya Zalfa jual kembali di  pondok. Dan dari hasil penjualan harian yang ia terima bisa buat belanja roti kembali sesuai dengan uang yang ia hasilkan.

"Zal... dari mana atau mau kemana?"

"Habis naruh dagangan Syif."

"Kamu masih aktif aja dikampus. Padahal kan sudah wisuda."

"He iya Syif, kadang nemenin adik. Terus jualan juga lumayan nyari penghasilan di kampus."

"Oh kamu sekarang dagang nih, btw. Jualan apa?"

"Roti aja sih, jajan murah lah harga mahasiswa yang sesuai standar minimalis tapi mengenyangkan. Hehe."

"Iya ya sip, jatah kirimannya di bagi-bagi sih ya sama adikmu sekarang."

"Iya. Syif, eh gimana skripsinya? Semangat ya..."

"Ya gitu ditolak mulu judulnya aja. Sakit tau gimana rasanya di tolak. Tapi mending sih yang ini lagi aku usahain. Nanti kalo udah fix, kamu bantuin aku ya olah proposalnya?"

"Oh iya siap, insya Alloh kalau aku bisa. Kamu bilang aja kalau mau sama aku."

"Oke, eh btw kamu mau kemana. Gak kerasa kita cerita dari tadi berdiri mulu."

"Eh iya. Mau ke masjid sholat dzuhur dulu, habis itu ke perpus. Sambil nungguin jualannya sampai sore."

"Ya sudah, kapan-kapan aku chat kamu deh ya. Kalo butuh bantuan. Aku pulang duluan Zal."

"Iya Syif hati-hati." Syifa hanya mengangguk sebagai jawaban dan langsung bergegas pergi.

***

Zalfa menunaikan sholat dzuhur, berhubung perpus buka jam 1. Jadi masih ada waktu menunggu, Zalfa memanfaatkan waktunya di masjid untuk memperbaiki hafalannya yang akan di setorkan nanti sore.

Seberkas Jejak Santri (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang