Bab 13. Manusia Bodo Amat

29 10 5
                                    

Keinginan orang tua memang selalu berpikir yang terbaik untuk anaknya. Tapi, pernahkah kalian mengerti apa yang sebenarnya seorang anak inginkan? Tanpa harus mengekang, dengan alasan orang tua selalu benar.

~ Seberkas Jejak Santri ~

Karya Serpihan Ilalang

==========♡♡♡♡♡==========

Hari cepat berlalu, kini tepat kelulusan Rafka adik Zalfa. Sejak awal Rafka tidak sedikitpun terfikirkan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Meski sejak SD sampai SMA Rafka selalu di sekolah yang sama dengan kakaknya, untuk kuliah ia tidak ingin mengikuti jejak kakaknya karena menurutnya kuliah itu terlalu ribet. Dia hanya ingin merasa bebas cukup mengaji saja di pondok yang saat ini masih ia tempati.

Tetapi berbeda dengan keinginan orang tuanya, Rafka harus mengikuti jejak kakaknya. Mondok dan kuliah itulah semboyan kedua orang tua mereka. Harus seimbang dua-duanya nggak boleh hanya salah satunya. Apalagi di zaman modern ini. Kedua orang tua mereka menginginkan anak-anaknya sekolah setinggi dan sebaik mungkin baik ilmu dunia maupun akhiratnya.

Sedikit ada penyesalan saat dulu tidak mengkuliahkan dan mesantrenkan anak sulung mereka, yakni kakak dari Zalfa dan Rafka. Mereka berniat untuk gapyears, setidaknya satu tahun berhenti sejenak untuk membantu mereka. Karena kebetulan saat itu Zalfa masuk SMA dan Rafka masuk SMP, akhirnya Viqoh sebagai anak sulung mengalah untuk adik-adiknya agar tidak kuliah terlebih dahulu.

Meski notabennya Viqoh lah anak paling pintar di antara adik-adiknya. Tapi ia memilih untuk bekerja dan sedikit membantu biaya sekolah adik-adiknya. Sampai satu tahun tiba Viqoh malah tidak ingin melanjutkan kuliah, dia sudah nyaman bekerja dan kebetulan sudah diangkat menjadi karyawan tetap di salah satu PT di Cikarang. Akhirnya kedua orang tua mereka hanya bisa mengiyakan keinginan anak sulung mereka.

Di tempat lain, Zalfa sedang mempersiapkan hafalannya untuk di setorkan setelah ashar. Tiba-tiba hp Zalfa berdering, pertanda panggilan masuk.

"Mbak Zalfa, ada yang telpon," seru salah satu anak kamar Zalfa.

"Oh iya. Bentar."

"Cie... cie..." ucap beberapa teman yang berada di luar kamar.

"Apaan sih, siapa lagi kalau nggak ibu negara ya bapak negara lah," ucap Zalfa menegaskan, Kayla memang menamakan nomor telepon orang tuanya dengan nama tersebut.

"Iya iya percaya jofisa... (Jomblo Fisabilillah), celetuk salah satu santri. Zalfa hanya mengacungkan jempol dan tersenyum. Kemudian mengangkat panggilan ibunya.

"Assalamu'alaikum Fa, lama banget ngangkatnya."

"Wa'alaikumussalam. Maaf ma, tadi anu itu dulu. Hehe."

"Adikmu sudah lulus Fa, kamu bisa kan bujuk adikmu agar mondok sambil kuliah?"

"Oh iya Alhamdulillah kalau lulus, gimana ya ma. Soalnya Rafka tuh nggak pengen kuliah, dia cuma pengen mondok aja."

"Iya gimana caranya, agar dia mau mondok bareng lagi sama kamu dan kuliah di sana. Mama percayakan sama kamu ya."

"Iya ma, Fa usahain nanti."

"Baiklah... mama tunggu kabar baiknya."

"Iya ya, lusa Zalfa telpon Rafka deh mumpung hari kamis. Nggak sekarang."

Seberkas Jejak Santri (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang