Bab 22. Ta'ziran

19 4 0
                                    

Pertimbangan memang kerap kali terabaikan, jika penguasa hukum memiliki niat terselubung. Saat kalian merasa tidak bersalah, tenanglah! Biarpun penduduk bumi membencimu. Tuhan selalu ada untuk menyayangimu, selagi kalian masih berada dalam jalan yang benar di hadapan-Nya.

~ Seberkas Jejak Santri ~

Karya Serpihan Ilalang

==========♡♡♡♡♡==========

"Jadi kami selaku keamanan..." Zalfa menatap salah satu keamanan yang hendak berbicara, tapi ada sedikit keraguan untuk mengungkapkan sesuatu. Kemungkinan ia merasa nggak enak, karena Zalfa jauh lebih tua di pondok.

"Udah nggak usah ngerasa gak enak, kita itu di sini keamanan," cetus Zaenab, salah satu keamanan lainnya.

Zalfa hanya memandang kedua keamanan tersebut dengan tenangnya tanpa mengucap suatu apapun.

"Jadi begini Mbak, adanya peraturan itu bukan untuk dilanggar. Jadi apa yang sudah sampean lakukan itu salah," tutur Zaenab.

"Iya Mbak, sampean memang benar sudah izin kepada pengasuh tapi tetap saja sampean melanggar keamanan," ungkap Fania.

"Melanggar keamanannya dimana?" Akhirnya Zalfa mulai bersuara.

"Ya Mbak nggak izin, minggat selama 3 hari," ucap Zaenab diangguki Fania.

"Oh nggak izin iya? Sebelum saya ke ndalem untuk sowan langsung kepada ibu Nyai. Bukannya saya sudah izin berkali-kali tapi tidak kalian anggap? Bahkan sampai keluarga saya telpon langsung ke kalian, tapi kalian tak mengindahkan jawaban yang berujung membuat saya sakit hati. Dengan mudahnya kalian bilang pada keluarga saya. "Kalau Anda ingin anak Anda pulang jemput saja, langsung sowan kesini" kalian ingat?"

Kedua keamanan tersebut mengangguk.

"Tapi..." Zaenab mencoba mengelak.

"Sebentar jangan menyanggah dulu, sebelum kalian memerintahkan kedua orang tua saya suruh kesini menjemput saya, apakah kalian berfikir seberapa jauh jarak rumah saya dengan pondok? Saya tanya apakah rumah kalian dekat dengan pondok?"

"Tidak.." keduanya menjawab.

"Nah, kalian yang notabennya masih di Jawa tengah. Luar kota dari pondok saja secara tidak langsung menganggap jauh. Bagaimana dengan saya yang luar provinsi dengan entengnya kalian menyuruh orang tua saya menjemput begitu saja. Mereka sudah tua, juga memiliki kesibukan sendiri disana."

Keduanya masih diam, menyimak apa yang Zalfa sampaikan.

"Dari situ, saya nekat langsung sowan ke ndalem. Dan alhamdulillah ibu begitu welcome... dan bahkan menitip salam untuk kedua orang tuaku dan mendo'akanku supaya berhati-hati di jalan. Tapi apa kalian? Sebagai pemegang amanah agar berbuat bijak, bukan sebagai pengasuh! Kenapa malah merasa berkuasa diatas segalanya?"

"Berkuasa bagaimana menurut sampean Mbak?" sergah Zaenab.

"Wahai keamanan yang saya hormati, Anda tahu diri Anda siapa? Keamanan? Iya jelas tanpa Anda ngomong. Keamanan dan santri sama-sama naungan pengasuh bukan? Pengasuh saja sudah mengizinkan tetapi kenapa anda merasa berhak atas kuasa untuk menghakimi seseorang?"

"Ya kita melihat, sebagaimana peraturan-peraturan yang sudah tertera sejak pengurus sebelum-sebelumnya."

"Lantas apakah peraturan akan tetap terlaksana? Jika yang berkehendak saja sudah membolehkan kewenangan atas dasar hukum yang seadil-adilnya? Dan setahu saya sejak lima tahun saya tinggal di pondok ini, saya tidak mengalami keamanan seperti kalian. Maaf bukannya saya merasa lebih lama di pondok. Hanya saja saya mengungkapkan apa yang telah saya pahami dikarenakan kalian tadi mebawa-bawa peraturan pengurus-pengurus sebelumnya," ungkap Zalfa dengan menekankan kata pengurus.

Seberkas Jejak Santri (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang