Kasih sayang memang kerap kali tidak terlihat, tapi bisa dirasakan. Tidak semua orang yang menaruh perhatian dan kepedulian itu memiliki rasa kasih sayang, boleh jadi itu hanya tipu daya. Tapi ingat, tugas kita ialah harus berbaik sangka pada setiap orang. Dan pada Allah Swt tentunya.
~ Seberkas Jejak Santri ~
Karya Serpihan Ilalang
==========♡♡♡♡♡==========
Rafka terlonjak kaget saat mendengar klakson motor menjerit, menerobos indera pendengarnya.
"Lah malah tiduran diluar nak, cepat buka gerbangnya," ucap sang bapak.
"Iya pak..." Rafka langsung berlari membuka gerbang parkiran.
"Nih bapak bawa lauk, pepes bandeng kesukaan mamamu. Sama pepes ayam buat kamu tadi mampir di rumah makan langganan."
"Iya pak." Rafka menerima bungkusan itu sambil menaruhnya ke meja makan.
"Biasanya kamu tengah malam lapar kan, masak mie klutak-klutek neng pawon..."
"Hehe... iya, pepes bandengnya taruh kulkas aja ya pak. Mama juga udah tidur, biar besok pagi dihangatkan lagi."
"Ya sudah, silahkan makan. Bapak mau langsung istirahat." Setelah bersih-bersih bapak langsung menuju kamar.
"Iya pak."
Semoga bapak nggak lupa, besok ke Purwokerto. Batin Rafka.
Setelah makan malam Rafka langsung bergegas tidur, karena bukan malam lagi melainkan sudah waktu dini hari.
Tidak terasa beberapa jam terlelap, kumandang adzan shubuh menderu. Mengalun syahdu saling bersahutan antar masjid dan mushola.
"Dik subuh bangun, mari ke masjid," ajak Bapak.
"Iya pak, Rafka ke kamar mandi dulu," jawab Rafka sambil berjalan dan masih mengucek-ucek mata yang masih dirasa berat.
"Ya sudah bapak tunggu di depan. Gak usah lama-lama nanti keburu iqomah."
"Iya pak, emang aku teteh Zalfa nyampe maghrib baru kelar dari kamar mandi... haha," jawab Rafka dalam kamar mandi.
"Sudah cepetan, gak usah ngomongin orang yang nggak ada. Sudah ditunggu bapakmu," sela ibu.
"Iya ma..." jawab Rafka keluar dari kamar mandi.
"Lah cepet amat mandinya." Kaget ibu.
"Kan tadi Rafka bilang, aku bukan teteh Zalfa... haha," sambil berlari mengenakan baju koko dan sarung yang telah disiapkan ibunya.
"Hussth... kalau tetehmu dengar udah di jambak-jambak kamu dik," sambung bapak, yang dibilangin hanya nyengir dan memasang peci sambil menyugar rambutnya.
"Ayo berangkat, ma ayo..."
"Iya..." Rafka dan mama keluar rumah duluan, bapak yang terakhir keluar karena bapak yang mengunci pintu rumah.
Jika Zalfa berada di rumah ia hanya sholat sendiri. Sebagaimana kekhawatiran sang bapak lebih baik seorang gadis sholat di rumah saja. Biasanya Zalfa berjama'ah dengan ibunya. Kalau tidak dengan neneknya jika sedang menginap di sana.
Sebagaimana telah diriwayatkan pada zaman Nabi SAW, Ad-Dimyathi dalam Al-Matjar Ar-Rabih no.72 berkata "Saya berkata kaum wanita pada masa Rasulullah SAW apabila keluar rumah menuju tempat sholat, mereka keluar terbungkus rapat oleh kain dan tidak bisa dikenal karena gelap. Apabila Rasulullah SAW mengucapkan salam dari sholat, maka diperintahkan kepada jamaah laki-laki. "Tetaplah pada tempat kalian hingga jamaah perempuan pulang." Meskipun dalam kondisi demikian (keluar dengan terbungkus rapat dan tak bisa dikenal), Rasulullah SAW tetap bersabda "sesungguhnya shalat mereka di rumah lebih utama bagi mereka."
KAMU SEDANG MEMBACA
Seberkas Jejak Santri (TAMAT)
General FictionZalfa, seorang santri putri sekaligus mahasiswi di salah satu Universitas Islam Negeri di Jawa Tengah. Ia yang begitu gigih dengan impiannya, bersama sahabat ia lalui bersama merangkai mimpi. Meski kendala, penghianatan, tuntutan, menjadi tirai men...