Bab 15. Bebek Mata Pencaharian

29 6 1
                                    

Usaha tidak ada yang sia-sia, jika lelahmu diiringin lillah. Insya Allah semuanya akan berkah, baik sisa umurmu maupun hartamu.

~ Seberkas Jejak Santri ~

Karya Serpihan Ilalang

==========♡♡♡♡♡==========

Suara gemercik air sungai mengalun, mengalirkan derainya. Disertai dengan arus yang terus mendesak hingga bermuara ke ujung yang tak lagi bisa menjadi tempat singgah.

Mengalir hingga menemukan tempat yang kekal di dalamnya, mungkin hanya keadaan yang kering kerontang yang disebut kemarau hingga kefanaanlah tempat kembalinya.

Seorang pemuda duduk termangu di bawah pohon kelapa, merebahkan tubuhnya, menatap pemandangan yang indah saat sang ayah mengibas-ngibaskan tangan untuk mengarahkan peliharaanya agar menemukan makanan.

Bebek-bebek itu berbaris rapih, bersenandung dengan riangnya. Kebahagiaan memang sederhana tetapi terlalu rumit untuk didefinisikan.

Saat bebek-bebek telah terkondisikan. Sang ayah mengistirahatkan tubuhnya, berbaring di atas rerumputan pinggir sungai yang dikelilingi pesawahan.

"Udah pak? Nih minumnya," tanya Rafka sambil memberikkan botol minum yang ia bawa sebagai bekal ngangon bebek.

Sambil menerima botol minum yang Rafka sodorkan bapak berkata pada Rafka. "Sudah, nanti kalau sekiranya bebek-bebek sudah kenyang kamu giring, bawa pulang. Bapak sekarang mau nganterin pesanan bebek yang harus diantar ke kuar kota."

"Sendiri pak nggiringnya?"

"Sama siapa lagi? Mudah kok nggiring bebek nggak sesusah ngatur hidup kamu... haha." Rafka kemudian ikut tertawa.

"Pak..."

"Hm... ada apa? Ngomong sama bapak ngomong?" sambil menaik turunkan kedua alisnya.

"Besok Rafka ujian bahasa harus ke Purwokerto."

"Lah terus? Apa sing nggawe kowe bingung nak?"

"Rafka nggak mau naik bis. Maboki, terus kepriwe?"

"Kan ada bapak. Apa yang kamu khawatirkan. Gini-gini bapakmu masih kuat motoran jauh nak."

"Emang bapak nggak capek? Kan sekarang aja bapak mau ke luar kota."

"Tidak ada kata lelah bagi seorang bapak, bapak siap kapanpun kamu butuhkan. Bapak capek kerja siang malam membanting tulang buat siapa lagi kalau bukan buat anak-anak. Hemm?"

"Hehe iya pak. Ujiannya pagi jam 7 lusa, jadi besok berangkatnya habis dzuhuran aja pak. Jadi kita nginep semalem. Kalau lusa, pagi-pagi dari sini kan nggak mungkin kekejar nyampe sana yang ada ruang ujian udah bubar, nggak berpenghuni."

"Siap, paling bapak pulang nanti tengah malam. Paginya kamu ingatkan lagi saja, takutnya bapak lupa. Udah tua ini," ucap bapak sambil menepuk bahu Rafka.

"Baik pak..." Rafka pun tersenyum melihat ke arah bapaknya. Bapak memang sudah terlihat tua, apalagi keriput sudah menghiasi wajah teduhnya.

Semoga aku bisa membahagiakan dan membuat bapak bangga suatu hari nanti. Batin Rafka.

Senja mulai mengintip, mentari yang malu-malu terbenam minyisakan rona jingganya. Dan berhasil mengulas senyum pemuda yang menatap ke arah barat.

Pemuda itu mulai menyusuri jalan setapak, memanggil bebek-bebeknya untuk kembali pulang. Perlahan menggiring kekanan dan kekiri. Mungkin bebeknya belum terbiasa dengan majikan barunya.

Seberkas Jejak Santri (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang