11. Sebagian Telah Terikat

11.9K 1.2K 17
                                    

"Ada benang tak kasat di antara hati yang tersayat. Bukan hanya tentang patah hati, tapi rasa yang tak pantas untuk dimiliki."
-2RC-

...

Dingin. Semerbak aroma malam menerpa wajah. Zahra berdiri di dekat jendela di lantai dua. Masih sama, sedari tadi tak ada yang menarik untuk dilihat.

Malam ini, entah kuat ataupun tidak. Zahra harus melakukannya. Melihat pria yang dicintainya akan mengkhitbah Syifa. Benar. Setelah hari itu, sahabatnya ini telah menerima taaruf dari Ali.

Rasanya sesak. Menunggu setiap detiknya bagaikan membalikkan arah panah. Untuk apa ia menunggu? Kenyataan pria itu datang bukan untuknya. Namun, sekali lagi. Bagaimanapun juga Syifa adalah sahabatnya. Di hari penting ini, tidak mungkin ia tidak berada di sampingnya.

Apakah ia siap atas semua permainan takdir ini? Zahra sungguh tidak tahu. Sampai detik ini hatinya masih sama. Jika saja mampu, ia ingin menghapusnya hingga tak bersisa. Namun, cinta dalam diam itu semakin tak terkendali.

"Zahra." Seseorang mengalungkan tangan di bahunya. Zahra terdiam, pelukan dari sahabatnya membuat ia merasakan sesuatu yang berbeda. Bolehkah sekali saja ia cemburu pada Syifa? Tidak, tidak boleh.

Ia tidak berhak untuk cemburu bahkan sahabatnya juga tidak tahu tentang rasa yang dimilikinya. Cukup. Zahra memang harus mengalah.

"Aku--aku bahagia banget. Aku benar-benar gugup." Zahra menggenggam tangan yang mulai dingin itu. Ini yang pertama untuk Syifa, ia tahu.

Binar di mata sahabatnya membuat Zahra tak berani untuk merusaknya. Syifa sangat bahagia karena cintanya terbalas. Namun, bagaimana dengan cinta milik Zahra yang bertepuk.

"Sahabatku, Masya Allah cantiknya. Bismillah, kamu pasti bisa Syifa." Zahra meyakinkah sahabatnya. Meskipun sebenarnya ia tidak yakin dengan dirinya sendiri. Apakah setelah hari ini, sakit itu akan semakin menggunung?

"Aamiin, doakan aku selalu Zahra. Kamu memang sahabat terbaikku. Aku beruntung banget." Kalimat yang diucapkan Syifa bagaikan sindiran keras untuknya.

Benarkah ia sahabat terbaik Syifa? Sementara dirinya mencintai sosok yang sebentar lagi resmi menjadi calon suami sahabatnya.

"Mas Ali sudah datang, Zah." Suara selembut sutera itu menghentikan lamunan singkatnya. Tatapannya seketika beralih, pada serombongan orang di bawah sana.

Pria itu keluar terakhir dari dalam mobilnya. Kemeja abu menjadi andalannya malam ini. Rambuh hitam yang mungkin baru terkena air wudhu, membuatnya lebih tampan. Ah, Zahra tidak boleh seperti ini. Astagfirullah.

"Aku takut. Kamu harus selalu ada di samping aku sampai acaranya selesai." Zahra tersentak. Bersamaan dengan tangannya yang ditarik, ia seakan bungkam.

Tidak. Apa yang Syifa katakan barusan? Ia tidak bisa. Hatinya tidak akan sanggup. Zahra tidak ingin merusak hari yang bahagia ini dengan sakit hatinya. Namun, ia tidak bisa menolak keinginan sahabatnya.

Mungkin sekarang waktunya, siap tidak siap Zahra harus melakukannya.

...

Malam semakin terjaga. Zahra menggosok-gosokan tangan, udaranya begitu dingin. Seharusnya ia tidak berada di sini. Namun, ia memilih ke teras karena hanya tempat itulah yang tiada penghuninya.

Dua Rakaat CINTA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang