9. Jawaban Atas Hatinya

12.9K 1.2K 7
                                    

"Lebih baik mencintai atau dicintai? Menurutku, tidak ada yang baik kecuali terbalut dalam kehalalan."
-2RC-

...

Hidup adalah pilihan dan pilihan itu harus Zahra putuskan. Keputusan yang selama satu minggu ini menjadi perbincangannya dengan Allah. Selama itu pula, ia tidak pernah mengaitkan dengan perasaannya.

Meski sulit, ia yakin bahwa akan ada kemudahan. Bukankah Allah telah menjelaskan dalam firmannya, bersama kesulitan ada kemudahan. Sampai akhirnya Zahra memilih jawabannya dan jawaban itu adalah ....

"Zahra kamu serius gak nerima taaruf dari Mas Wildan?" Pertanyaan ini sudah ketiga kalinya ia dengar dari Syifa. Gadis di depannya seolah tak percaya bahwa Zahra menolak taarufnya.

Sejujurnya, Zahra juga tidak percaya bahwa ia bisa melakukannya. Wildan adalah calon imam idaman, sedikit pun ia tidak meragukan pria itu. Namun, ia meragukan hatinya. Ia hanya takut menyakiti orang lain karena hatinya.

Bukankah kesempatan jarang datang dua kali? Semoga keputusan ini tidak akan berbuah penyesalan baginya.

"Aku sudah beristikharah dan sampai detik ini, aku belum menemukan jawaban atas hatiku. Jadi mungkin saja itu artinya ... tidak." Zahra mengembuskan napasnya dalam-dalam.

"Kamu gak mau mencobanya sekali lagi? Mungkin saja beberapa hari lagi, jawaban itu akan kamu dataptkan Zah." Apa yang diucapkan oleh Syifa memang ada benarnya. Namun, Zahra merasa keputusan ini adalah pertimbangan panjangnya.

"In syaa Allah, ini yang terbaik. Aku tidak ingin membuat seseorang berharap lebih." Zahra kembali meminum jus jeruknya. Kalimat yang dilontarkannya barusan terasa tercekat di tenggorokan.

Seharusnya kata-kata itu untuk dirinya. Seperti ia yang selalu berharap lebih pada manusia. Ah, Zahra merasa telah menyindir diri sendiri.

"Kalau itu keputusanmu, aku yakin itu yang terbaik." Zahra menatap sahabatnya. Syifa memang selalu seperti ini. Bagaimana bisa ia tidak merasa nyaman?

Zahra kembali memakan mie ayamnya yang beberapa menit lalu diabaikan. Rasanya ia sudah tidak berselera setelah percakapan barusan. Namun, jika tidak dimakan mubazir. Bukankah mubazir termasuk kedalam golongan pemboros yang artinya saudara setan?

"Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya."
(QS. Al-Isra : 27)

Zahra beristigfar dalam hati. Ia hampir saja berniat tidak menghabiskan makanannya. Seharusnya ia bersyukur karena rejeki yang Allah berikan. Bayangkan saja masih banyak di luaran sana yang kelaparan. Mereka harus bekerja keras hanya untuk sesuap nasi.

"Zahra. Mas Wildan, Zah." Kunyahannya terhenti, ia menelannya susah payah. Zahra menatap bingung sahabatnya.

"Ada apa?" Memangnya kenapa jika ia ada di sini. Tempat ini adalah kantin jadi wajar saja bukan.

"Dia lihatin kamu terus dari tadi." Zahra menatap ke arah yang ditujukan oleh lirikan Syifa. Seketika ia merasa seperti telah tertangkap basah. Pandangan itu bertemu.

Cepat-cepat Zahra memutuskannya. Ia meminum jusnya hingga tandas. Pria itu tengah menatapnya. Bagaimana jika sedari tadi ia memperhatikan apa yang mereka bicarakan. Astagfirullah.

Dua Rakaat CINTA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang