43. Lebih Dari Sempurna

14.8K 1K 4
                                    

"Bersamamu, kebahagiaanku lebih dari sempurna."
.
.
.
2RC

...

Seminggu setelah kepulangannya. Malam ini, seperti biasanya mereka kembali terbangun karena suara tangisan yang memekakan telinga. Namun, bukan marah. Suara itu justru menjadi warna baru dalam lembaran kehidupannya.

Zahra memilih duduk di samping tempat tidur, tidak perlu turun tangan karena pria itu telah dengan telaten memangku dan menghentikan tangisnya. Lengkungan senyum tidak pudar dari bibir. Ia bahagia melihatnya. Ali, suaminya begitu menyayangi puteri kecil mereka.

"Zahra." Suara itu menyadarkannya dari lamunan. Zahra tersenyum singkat pada pria yang kini berjalan ke arahnya.

"Jangan melamun. Jika ada masalah kamu bisa cerita. Puteri kecil kita juga sepertinya merindukanmu." Zahra kembali tersenyum keudian mengambil alih bayi mungil itu dan mulai Menyusuinya.

"Kamu tidak akan marah bukan pada puteri kecil ini karena saya selalu bersamanya?" Zahra menoleh sembari mengerutkan kening. Tidak mengerti maksud dari kalimat barusan.

"Untuk apa Zahra marah? Lagian itu hak Mas. Jika mau, Mas bisa selalu bersamanya setiap waktu."

Setelah mengatakan itu, Zahra kembali menatap sosok kecilnya yang begitu menggemaskan. Pipi bulatnya ingin sekali dicubit. Ah, mengapa ia mempunyai bayi semenggemaskan ini.

"Sepertinya kamu benar-benar marah. Baru kali ini saya lihat seorang ibu yang cemburu pada anaknya?"

"Hah? Tidak, Mas. Zahra tidak marah apalagi cemburu." Zahra hanya mampu bertanya-tanya dalam hatinya. Sebenarnya ada apa dengan pria itu? Mengapa semakin lama sikapnya semakin aneh saja.

"Cemburu juga gapapa. Cemburu itu tanda cinta." Zahra mengembuskan napasnya lelah. Bisa-bisanya pria itu terus menggoda. Sungguh, aneh dan menggelikan.

"Siapa juga yang cemburu? Mas jangan kepedean deh." Bukannya mengerti, pria itu malah tertawa. Tawa yang membuat Zahra merasa kesal.

"Jangan cemburu, Zahra. Tenang saja, saya akan tetap mencintaimu." Sekali lagi, kalimat itu terdengar menggelitik. Rayuan recehnya membuat Zahra bingung. Sejak kapan suaminya jadi raja gombal?

Zahra tak memerdulikannya. Biar saja, ia tidak ingin memikirkannya. Setelah memberikan bayi itu kepada pria di sampingnya, ia bangkit dan hendak pergi. Namun, sebuah tangan menghentikannya.

"Lihat, Sayang. Ummimu marah dan mau pergi meninggalkan abimu lagi." Zahra mengerjap melihat suaminya berkata pada bayi yang bahkan belum bisa bicara itu.

"Aku cuma mau ambil minum. Jangan suudzon terus, gak baik Mas." Zahra mengerucutkan bibirnya. Mengapa rasanya ia kesal pada suaminya ini. Apakah karena hormon pasca melahirkan. Memangnya ada? Ah, Zahra mulai aneh. Seperti suaminya.

"Maaf, Zahra." Jantungnya terhenti. Bibir pun mendadak kelu. Hanya dengan mendengarnya saja, Zahra mematung. Kata itu terdengar berbeda dari biasanya. Sarat akan sendu dan kepedihan. Sebenarnya ada apa?

"Ada apa, Mas?" Zahra mendekat, kembali duduk dan menatap sepasang netra hitam yang menenangkan. Hatinya mendadak sakit hanya karena melihat raut kesedihan di wajah itu.

Dua Rakaat CINTA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang